“Tapi...,” Puspita tercekat. “Tak semua dari kalian pergi...”
“Benar. Mereka masih ada yang tinggal. Tapi kelak pada saatnya mereka semua akan pulang kembali ke negeri kami, jika tidak kembali pada keabadaian. Dua bulan dari sekarang, akan ada pertempuran hebat di sekitar sini. Berjanjilah padaku, kau sudah pulang kembali ke desa asalmu...”
“Hei-“
“Tidak, Puspita San,” kata Heiji tegas. Menenggelamkan protes Puspita. “Jika tak ingin menganggapnya sebagai ramalan, maka anggaplah ini sebagai permintaan terakhirku. Berjanjilah kau akan pulang ke desamu, dan engkau akan selamat di sana.”
Puspita terdiam. Dia menatap ke dalam mata Haiji yang penuh kesungguhan. Tak ada dusta sedikitpun yang mampu ia temukan. Sesaat kemudian, Puspita membungkukkan badannya tanda mengerti.
Heiji membalasnya dengan membungkukkan badannya pula sebelum akhirnya melangkah menjauh. “Sayonara, Puspita San...”
“Sayonara, Heiji San,” bisik Puspita. Ia membatu, memandang sosok Heiji yang masuk ke truk terakhir yang akan membawanya ke pelabuhan. Membawa Heiji berlayar kembali ke Negeri di mana Matahari Terbit.
Truk itu menderu, melaju perlahan meninggalkan asap kehitaman, sebelum akhirnya menghilang di tikungan.Puspita mendesah. Air matanya mengalir. Tapi ia membiarkannya. Ia malah mengusap lembut perutnya yang kini tampak tak serata biasanya.
“Kau dengar kata ayahmu, Nak? Kelak kau harus menamai cucumu dengan Kenichi.”
____________
Catatan :