Mohon tunggu...
Arako
Arako Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Best in citizen journalism K-Award 2019 • Pekerja Teks Komersial • Pawang kucing profesional di kucingdomestik.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Saya (Pikir) Sanguinis

8 April 2013   01:30 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:33 850
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

"Gue nggak marah. Gue ngerti kok tingkah lo, karena lo itu sebenarnya ada sisi melankolis juga!"

Itu kata-kata kawan saya yang spontan bikin saya jantungan saking kagetnya. Oke, ini lebay. Tapi serius, saya kaget dengan omongan dia waktu itu. Saat itu situasinya, kami sedang berselisih karena ada sedikit masalah. Saya pikir dia marah dengan sikap saya yang mungkin sangat membuat sebal. Tapi saya tidak menyangka kalau mendapat jawaban yang bisa dibilang cukup mengejutkan.

Kenapa begitu? Yah, intinya, kawan saya itu mematahkan pandangan saya tentang diri saya sendiri setelah bertahun-tahun lamanya.

Ketika itu, saat masih pakai seragam putih-abu-abu, saya membaca tentang pembagian 4 karakter manusia berdasarkan teori Claudius Galen. Empat karakter itu yakni Sanguinis, Koleris,Melankolis dan Plegmatis.  Tapi saya tidak akan menguraikan penjelasan masing-masing dalam tulisan ini. Sudah terlalu banyak sumber di luar sana yang mengulas 4 kepribadian ini dari gambaran umum sampai yang paling detil. (Yang belum tahu, monggo di googling saja).

Sayapun mengikuti kuis dan tes yang akan mengidentifikasi saya berada di golongan mana. Hasilnya sudah jelas. Saya Sanguinis. Kesimpulan tersebut juga didukung oleh pendapat orang-orang terdekat, yang jelas lebih tahu apa dan bagaimana saya yang sebenarnya. Sekian lama saya percaya kalau saya ini nyaris 100 persen sanguinis. Nyaris, karena berdasarkan buku yang saya baca, manusia hanya memiliki satu (atau 2) karakter primer yang dominan, sementara sisanya adalah perpaduan karakter-karakter yang lain.

Kembali ke soal kawan saya, awalnya saya sangat menentang. Amat tidak terima dengan penilaian dia.

Mungkin rekan kompasianer banyak yang mikir, kenapa emang kalau melankolis? MASALAH BUAT LO??

Hmm, sedikit masalah sih buat saya. Karena jujur saja, dari 3 karakter lain yang bukan sanguinis, saya paling tidak suka dengan para melankolis. Menurut saya mereka itu-para melankolis itu- terlalu perfeksionis. Belum lagi sederet sifat seperti pendendam, pesimis, tukang melow dan galau dan sejumlah ciri khas melankolis yang sangat bertentangan dengan sanguinis. ( Hehe, mohon jangan tersungging dulu. Ini murni pendapat saya pribadi. Belum tentu rekan sesama sanguinis berpikiran sama dengan saya kok :D)

Ya. Pokoknya saya sangat tidak suka dibilang melankolis. Koleris juga menyebalkan sih, (ups!) tapi rasanya, tidak separah melankolis. Tapi saya harus akui, kawan saya itu ternyata jauh lebih mengenal saya dibanding saya mengenal diri saya sendiri. Bagaimana tidak, dia membeberkan sejumlah sifat saya yang saya sendiripun tidak bisa menyangkal kalau itu adalah karakter melankolis.


"Lo itu kalau udah sedih sama sesuatu suka lama redanya, berburuk sangka terus sama orang -terutama sama gue-, sensitif, diam-diam nyimpan dendam, stress kalau suasana nggak sempurna. Dan inget, lo juga suka nulis. Puisi, cerpen dan macam-macamlah," bebernya.

Hedeh. Rasanya kok nggak enak banget ya, mengiyakan 'kejelekan' diri sendiri. Tapi yah, saya akui. Kawan saya itu benar. Hiks. Masa sih saya melankolis:'(

Tapi untunglah. Kawan saya itu tidak membiarkan saya berlarut lama-lama dalam kesedihan dan kekesalan.

"Yah, ga perlu risau jugalah. Toh memang nggak ada satu manusiapun yang berkarakter 100 persen sanguinis, atau 100 persen melankolis kan? Lo mungkin memang dominannya sanguinis, suka telat, berantakan, childish,rame, tapi ternyata lo juga punya sisi melankolis. Ga usah marah, nggak usah kesel. Syukuri aja perpaduan itu. Nikmati aja," ujarnya.


"Lho,tapi gue pernah baca. Nyaris nggak ada orang yang perpaduannya antara sanguinis dan melankolis, karena dua watak itu bertolak belakang. Kalaupun ada, berarti orang itu kepribadian ganda.Masa gue kepribadian ganda? " kata saya mendebat. Keluar dah sanguinisnya : Banyak bicara.egois!


"Mungkin. Bisa jadi. Tapi kepribadian ganda nggak masalah toh selama nggak melakukan kejahatan?" katanya. "Itu tuh kaya topeng,Ra. Dan jaman sekarang,semua orang juga rasanya juga pakai topeng," jawab kawan saya.


"Maksudnya?"


"Ya itu. Lo emang sanguinis, tapi ada kalanya lo ngerasa perlu pakai topeng melankolis. Gitu juga orang lain, aslinya plegmatis, tapi ada kondisi yang mungkin maksa dia pakai topeng koleris saat jadi boss perusahaan misalnya," jelasnya.


"Gitu ya?"


"Iya donk. Makanya, santai aja. Setiap pribadi itu unik. Tinggal gimana kita nyikapinya. Kalau misalnya udah tahu itu salah atau jelek, pelan-pelan diubah biar jadi lebih baik. Bukan memaksa untuk berubah, tapi gimana mengusahakannya.Oke?"

Hmmm, sip deh.Tadinya saya pikir saya memang sanguinis yang benar-benar sanguinis. Tapi ternyata tidak. Memang hampir seluruh karakter sanguinis ada di saya. Tapi saya juga punya sisi melankolis yang kerap saya gunakan saat menuliskan sesuatu. Mungkin juga ada setitik urat pencemburu khas koleris di diri saya. Dan tidak suka didesak, apalagi dipaksa...Hmm, sepertinya  saya juga punya aura plegmatis.

Yah, seperti kata kawan saya itu. "Santai saja. Nikmati sajalaaahhh" :p


*Btw, adakah yang bisa menebak apa karakter dominan kawan saya itu?


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun