Mohon tunggu...
Arako
Arako Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Best in citizen journalism K-Award 2019 • Pekerja Teks Komersial • Pawang kucing profesional di kucingdomestik.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Sungsang : [Surat untuk Pak Bowo]

19 Juli 2014   01:17 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:56 728
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tadinya mau tulis di tumblr, tapi males bikin akun baru. Ribet :D

____________________________________________

Untuk Tuan Macan yang Terhormat,

Saat menulis surat ini, saya baru selesai ngobrol dengan seorang teman SD yang lagi hamil tua, tapi agak khawatir karena calon anaknya itu ternyata sungsang. Kami ngobrol panjang soal dunia persungsangan. Bapak tahu sungsang nggak?

Sungsang , yang dalam bahasa Inggrisnya disebut breech, itu berhubungan dengan Fetus (calon bayi). Normalnya, beberapa minggu terakhir sebelum check out dari hotel  rahim Ibu, kepalanya di bawah. Jika tidak, kita menyebutnya sungsang.

Other case,  manusia normalnya berjalan dengan kepala di atas.  Duduk dengan kepala di atas.  Makan dengan kepala di atas.  Kencingpun dengan kepala masih di atas.

Kalau berjalan dengan tangan dan kepala di bawah. Kita menyebutnya akrobat. Masih normal.

Duduk dengan kepala di bawah mungkin aneh, tapi bisa saja karena si pelaku sedang pusing, stress. Tapi normal juga.

Tapi kalau makan dengan kepala di bawah. Kita melawan hukum alam, gravitasi. Tidak efektif. Ribet. Tidak normal. Aneh! Dan hanya orang bodoh yang melakukannya.

Nah, kalau orang kencing dengan kepala di bawah??? :D

Kalau ini dikembalikan lagi ke soal persungsangan itu tadi, coba bayangkan seorang calon ibu yang kaya tapi tidak berpendidikan, lalu diberitahu dokter bahwa kepala anaknya sudah di bawah.

Dia berpikir, kalau orang normal kan seharusnya kepala di atas. Karena kasihan dengan calon buah hatinya, diapun berdebat dengan dokter. Dan ujung- ujungnya malah pergi ke dukun.

Dukun pun dipaksa membalik posisi anaknya dengan iming- iming uang yang banyak. (Nah lo!)

Tuan Macan yang Terhormat,

Kalau menurut saya, sungsang itu terlihat benar tapi salah. Terlihat salah tapi benar. Kalau kata Einstein sih, ini berkaitan dengan relativitas umum. Kebenaran itu hal yang relativ, tergantung dengan situasi dan kondisi. Dan satu - satunya kebenaran absolut adalah tidak ada kebenaran yang absolut.

Hedeh. Saya muter-muter ya, Pak? Mungkin juga Bapak berpikir, hubungannya dengan Bapak apa. Baiklah, saya akan to the point setelah ini.

Hubungannya dengan Bapak adalah, kalau Bapak masih ngotot dan merasa layak jadi presiden... itu sama kasusnya seperti sungsang. Kelihatannya benar, tapi salah.

Terlihat benar, karena Bapak adalah sosok yang sepertinya paling tepat untuk memimpin Bangsa ini. Latar belakang keluarga berada, juga segudang pengalaman waktu masih jadi jenderal dulu. Belum lagi barisan koalisi dan pendukung yang luar biasa dedikasinya.

Tapi menurut saya kalau sampai Bapak jadi Presiden itu salah.

Salah, karena itu berarti menyalahi mandat jutaan warga Indonesia yang menginginkan jabatan itu untuk dipegang oleh orang lain. Iya, Pak. Orang lain yang kurus, jelek, ndeso, dan pencitraan terus kata bapak itu.

Mungkin saya adalah satu dari jutaan lain yang juga termakan pencitraannya itu.

Tapi saya benar - benar berharap pada sosoknya...

Yang melangkah ke arah yang berbeda dengan orang lain kebanyakan dan membuka cakrawala pemikiran baru, walaupun ya, terlihat salah.


Yang meninggalkan Solo dan Jakarta, agar bisa mengabdi untuk lebih banyak daerah yang membutuhkannya.

Yang mengajarkan kami, generasi muda, bahwa definisi sukses itu bukan soal hasil dan materi...

Namun tentang mencintai apapun yang kita lakukan.

Yang selalu mencintai tanpa perlu alasan yang jelas

Yang sulit membenci karena terlalu sibuk mencintai.

Yang tidak terlalu perduli tentang siapa yang menciptakan semua ini...

Tapi menunjukkan sikap mensyukuri segalanya dengan tingkat tinggi...

Juga yang tidak pernah berjanji "Percayalah SAYA bisa memajukan negeri ini"

Tapi menyuntikkan semangat positif : "KITA pasti bisa merevolusi negeri ini!"

Tuan Macan yang terhormat,

Daripada Bapak marah - marah terus sama wartawan yang wawancarai Bapak, mending Bapak mulai berpikir untuk merilis single ketiga setelah single  pertama dan kedua ini.

Sekian.

Sayang saya yang banyak buat Tuan Macan.

Bocah Kakean Polah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun