Mohon tunggu...
Arai Amelya
Arai Amelya Mohon Tunggu... Freelancer - heyarai.com

Mantan penyiar radio, jurnalis, editor dan writer situs entertainment. Sekarang sebagai freelance content/copy writer dan blogger. Penyuka solo travelling, kucing dan nasi goreng

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Hiruk Pikuk Si Alkisah dari Zamrud Khatulistiwa

6 Februari 2024   21:11 Diperbarui: 6 Februari 2024   21:29 496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun sembari mendengarkan penjelasannya, mataku menemukannya.

Itu adalah panel-panel surya yang dipasang di bagian luar Mbaru Niang (rumah adat Waerebo). Tentu panel surya di desa adat setinggi 1.200 mdpl yang harus ditempuh dengan berjalan kaki minimal tiga jam dari Desa Denge tentu bukan hal yang sering kualami. Mau tak mau, aku pun takjub.

Bagaimana bisa sebuah desa pedalaman yang dihuni oleh masyarakat adat, berada jauh dari perkotaan, justru lebih memahami soal kelestarian lingkungan lewat penggunaan panel surya untuk sumber energi listrik mereka?

Ya, masyarakat Waerebo sudah lebih dulu terbiasa 'memanen' matahari daripada kita, manusia-manusia kota besar.

Bicara soal memanen matahari ini, aku jadi ingat dengan perjalananku ke Likupang. Tidak hanya memiliki pantai dan pemandangan bawah laut yang sangat istimewa, Likupang bisa sedikit berpongah karena mereka mempunyai ladang seluas 29 hektar atau setara 40 luas lapangan sepakbola yang dipasang puluhan ribu panel surya.

PLTS Likupang | foto: Liputan6
PLTS Likupang | foto: Liputan6

Berada di Desa Wineru, Kecamatan Likupang Timur, Kabupaten Minahasa Utara, setidaknya ada hamparan 64.620 panel surya tersusun rapi yang beroperasi selama 12 jam mulai dari pukul 05.30 WITA. Panel-panel surya milik PLTS Likupang ini mampu menyalurkan listrik sebesar 15 MW ke sekitar 15 ribu rumah tangga dan memangkas emisi karbon hingga 20,01 kiloton.

Sebuah langkah besar yang dilakukan oleh Indonesia.

PLTS adalah upaya menghasilkan energi yang jauh lebih bersih, lantaran emisi karbon yang dihasilkan hampir nol, jauh berbeda dengan pembangkit listrik tenaga batubara.

Tanpa kalian sadari, para pemangku kepentingan negeri ini memang terus menapaki peta jalan menuju NZE (Net Zero Emission) di tahun 2060 nanti. Berbagai kegiatan green action dilakukan dari hulu ke hilir oleh seluruh lapisan termasuk berbagai perusahaan-perusahaan energi besar, dengan tujuan utamanya adalah penggunaan energi untuk lingkungan hidup demi kemajuan Indonesia.

Saat ini pembangunan rendah karbon dan berketahanan iklim semakin dikebut demi mencapat target Sustainable Development Goals (SDGs) sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024. Jika sesuai dengan skenario, paling cepat Indonesia akan mampu mencapai nol emisi di tahun 2045, tepat dengan 100 tahun negeri ini merdeka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun