Kala itu Indonesia masih berbentuk Majapahit. Â
Tentu dari banyaknya kisah kerajaan-kerajaan kuno di Indonesia, mustahil kita tidak menyebut Majapahit. Ratusan tahun lalu, monarki terbesar dalam sejarah Indonesia tersebut juga menjalin hubungan yang sangat baik dengan para Mitreka Satata (negara sahabat) seperti Kerajaan Champa (Vietnam), Siam (Thailand) atau Burma (Myanmar).
Berpusat di Jawa Timur, Wilwatikta mencapai puncak kejayaannya di masa kekuasaan Hayam Wuruk pada tahun 1350 -- 1389 dengan sang Mahapatih, Gajahmada. Ketika diangkat menjadi Patih Amangkubumi Majapahit, Gajahmada mengucap Amukti Palapa sebagai janjinya untuk menyatukan seluruh kepulauan Nusantara di bawah panji kebesaran Majapahit.
Amukti Palapa adalah embrio dari ASEAN.
Kitab Pararaton dan Encyclopaedia Britannica (2015) meyakini kalau Gajahmada berhasil menyatukan kepulauan kala itu. Di mana menurut Negarakertagama, kekuasaan Hayam Wuruk terbentang dari Jawa, Sumatera, Semenanjung Malaya (Malaysia), Kalimantan, Filipina (Kepulauan Sulu), Manila (Saludung), Sulawesi, Papua, Tumasik (Singapura), Maluku sampai area Nusa Tenggara melalui program kerja politik Gajahmada.
Jika dilihat dari kacamata masa kini, tentu itu adalah hampir sebagian besar wilayah negara-negara ASEAN.
Berabad-abad sejak Sumpah Palapa digaungkan, kini ASEAN adalah kawasan yang beranggotakan Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, Brunei Darussalam, Vietnam, Laos, Myanmar, Kamboja dan Timor Leste. Tak ada sang Maharaja yang memimpin, atau Mahapatih di batas samudera dengan pasukan Bhayangkara, tetapi ke-11 anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa di Asia Tenggara itu memiliki mimpi yang sama.
Menjadi sebuah Epicentrum of Growth.
Berperan penting bagi kawasan dan dunia, ASEAN tak hanya sekadar motor perdamaian, tapi juga pusat pertumbuhan ekonomi masa depan.
Pertanyaannya, apakah itu bisa?