Namun sejak tahun 2014, semua berubah.
Kematian nenekku di tahun 2013, menjadikan kue kering legendaris keluarga kami pun hilang untuk selama-lamanya.
Putri Salju, si Cantik yang Tak Pernah Absen
"Lho kue ini sukaannya nenek. Biasanya beli porsi kecil di pasar besar. Dari dulu orangnya pengen bisa bikin tapi gagal terus,"
Penjelasan kakek membuatku kaget. Kakek yang meninggal dunia dua tahun sejak perginya nenek, jelas menjadi satu-satunya saksi hidup yang dapat menceritakan kegemaran beliau.
Kulihat kakek mengambil lagi beberapa keping putri salju, tampak lahap. Aku tersenyum, setidaknya aku bisa memberikan sesuatu yang membuatnya teringat akan mendiang nenek.
Penasaran, kuambil satu keping putri salju yang baru pertama kali kubeli itu. Berbentuk bulan sabit, kue itu terasa sangat lembut saat kugigit. Paduan manis, gurih dan dingin gulanya, membuatku terpikat di kali pertama.
"Pantes aja nenek suka, lembut banget gini. Nggak pernah bilang sih kalau beliau suka,"
Kakek tersenyum menatapku sambil terus menyantap putri salju.
"Katanya kalau nanti bilang suka, cucunya nggak mau lagi makan kue buatannya soalnya kalah enak,"
Ibu yang duduk di depanku tertawa. Tepat saat itu pintu terbuka, Ayahku masuk rumah bersama adikku yang baru saja dijemput di sekolah. Adikku yang masih duduk di kelas 1 SMP langsung berlari ke meja makan dan melihat tumpukan kue kering dengan senang.