Sudah pasti.
Bahkan ketika akhirnya bertemu dengan toko ritel modern dan membeli plester luka, rasa-rasanya sudah terlambat karena luka yang seharusnya kecil jadi melebar hanya karena pertolongan pertama yang tidak tepat.
Sejak saat itulah, saya selalu memastikan membawa plester luka saat hiking.
Yap, benda berwarna serupa kulit manusia yang bahkan tak pernah saya harapkan bakal dipakai ini justru mampu memberikan ketenangan batin ketika ada di lereng gunung.
Sebuah benda yang menurut saya tak berlebihan jika disamakan dengan asuransi.
Menghadang Pencuri Hidup Lewat Asuransi
Kalau membicarakan soal asuransi, tentu tak akan dilepaskan dari kisah-kisah sumbang yang membuatnya lebih dramatis daripada emosi Kinan saat tahu Aris ke Cappadocia dengan Lydia.
Bagaimana tidak? Ada beberapa perusahaan asuransi yang menjadi populer karena ketidakmampuannya membayar klaim, sehingga sekali lagi makin membuat pamor asuransi semakin anjlok sebagai produk keuangan.
Yang paling heboh di Indonesia sudah pasti Asuransi Jiwasraya yang disebut-sebut tak mampu membayar klaim pemegang polis selama beberapa tahun terakhir. Bahkan Kontan melansir kalau polis yang tak bisa dilunasi Jiwasraya hingga akhir tahun 2019 lalu menembus Rp12,4 triliun!
Kondisi itu akhirnya semakin menguatkan pendapat banyak orang yang tidak sudi memiliki asuransi entah asuransi kesehatan, asuransi jiwa, asuransi kendaraan bermotor sampai asuransi lainnya. Pemikiran bahwa membeli asuransi sama halnya dengan mengeluarkan uang untuk kebutuhan yang tidak berguna semakin ramai didengungkan.
Namun, apakah memang seperti itu kenyataannya?
Apakah memang memiliki asuransi itu benar-benar tidak berguna?