Mungkin ada orang yang berpikir bahwa dengan kaya, banyak hal yang bisa dilakukan. Banyak kesempatan memiliki barang yang diimpikan. Dengan semuanya itu bahagia diharapkan datang.
Apalagi jika terbentuknya anggapan kaya itu pasti bahagia hanya dilandasi oleh tampilan postingan di media, maka mudah sekali muncul keinginan untuk menjadi kaya. Sehingga bila ada yang mengajak, menawarkan peluang, tak segan untuk segera mengambil kesempatan.
Sebenarnya di sini lah titik kritis yang harus diperhatikan. Apalagi bagi kawula muda, yang kadang semangat begitu membara tapi belum diimbangi dengan matangnya memikirkan segala hal yang terkait dengan perbuatannya. Hingga tidak sedikit yang hanya karena ingin cepat menjadi kaya, akhirnya menghalalkan segala cara.
Kasus yang terbaca belakangan menjadi contohnya. Ramai diberitakan terkait crazy rich muda, yang berhasil menumpuk kekayaan dalam waktu cepat dan jumlah berlipat-lipat. Tapi sayangnya cara yang dipilihnya justru mengantarkan dirinya dan orang terkait ke ranah hukum.
Mendadak kaya dengan cara tak tepat bukan hal baik. Apalagi bagi remaja muslim, jika beneran ingin kaya maka harus beneran diperhatikan bagaimana dan darimana kekayaan itu terkumpul. Sebab mau tidak mau, kelak apapun yang kita miliki dalam soal harta pasti akan dimintai pertanggungjawaban olehNya.
Rasulullah bersabda:
  ( ) Â
Artinya: Kedua kaki seorang hamba tidaklah beranjak dari tempat hisabnya pada hari kiamat hingga ia ditanya mengenai 4 hal: (1) umurnya, untuk apakah ia habiskan, (2) jasadnya, untuk apakah ia gunakan, (3) ilmunya, apakah telah ia amalkan, (4) hartanya, dari mana ia peroleh dan dalam hal apa ia belanjakan. (HR Ibnu Hibban dan at-Tirmidzi). Â
Maka sudah sepatutnya bila sejak remaja membekali diri dengan ilmu menjadi kaya yang dibenarkan Islam. Dengan bekerja dan atau mengembangkan harta di bidang yang diperbolehkan, bukan dalam hal kemaksiatan.Â
Bukan dengan jalan perjudian dibungkus variasi nama, bukan dengan mengembangkan riba, bukan dengan trik yang menipu, bukan dengan penimbunan barang sepihak untuk memanfaatkan momen mahalnya harga, bukan dengan memonopoli dll.
Â
Sebab pada dasarnya tidak ada larangan seseorang menjadi kaya, asalkan benar caranya. Abdurrahman bin Auf, Ustman bin Affan adalah contoh termasyur dari kalangan sahabat Nabi yang kaya. Dan dengan kekayaannya, mereka justru memberikan banyak pertolongan bagi sesama.Â
Hanya saja yang menjadi catatan, kaya bukanlah faktor penentu datangnya kebahagian. Sebab kebahagiaan hakiki terletak pada keridhaan Allah kepada hamba-Nya. Demikian yang Islam ajarkan. Sehingga untuk merasakan indikator kebahagiaan seperti ketenangan hati, kebaikan demi kebaikan datang silih berganti, keadaan yang dijauhkan Allah dari kesulitan, maka hal yang dilakukan bukan melulu menumpuk harta hingga kaya.
Untuk mendapatkan ridho Allah, seorang remaja muslim akan menyibukkan diri dengan berupaya menjalankan apa saja yang Allah perintahkan, mengenal apa saja yang dilarangNya dan meninggalkannya. Masa mudanya bisa jadi akan dipenuhi dengan kesibukan berburu ilmu agar bisa benar dalam menjalankan perintahNya dan agar ikhlas dalam menjalaninya.
Selain itu rasa bahagia juga bisa datang dengan membiasakan sikap bersyukur sekaligus menerima apa yang diberikan Allah pada-Nya. Memang tidak mudah, tapi bisa mulai dibiasakan dan dilatih sejak remaja. Sehingga daripada habis waktu memikirkan bahagia dengan cara instan menjadi kaya, melatih syukur dan nerima lebih baik bukan?
Hanya saja, kedua konsep di atas terasa asing di kondisi hedonis seperti saat ini. Gempuran gaya hidup Barat yang menjadikan materi sebagai tolak ukur terasa lebih banyak peminatnya. Apapun disandarkan pada banyaknya harta. Apapun diusahakan agar memilikinya. Halal haram bukan lagi jadi pertimbangannya.
Itulah mengapa, sejatinya mindset ala Barat terkait kaya auto bahagia perlu di reset dari benak. Sebab sejatinya tak hanya dengan kaya dan banyak harta seseorang bisa menjadi bahagia. Dan inilah alasan yang melandasi betapa pentingnya remaja muslim mengenal Islam sejak dini.
Mengenal mendalami dan memahami konsep Islam terkait ridho Allah, syukur, dan menerima pemberian-Nya. Agar dapat dipraktikkan sepanjang perjalanan hidup, sehingga mindset yang tertanam adalah bahagia karena ridhoNya, bukan sebatas karena kaya. []
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI