Dari Sungai Duku Ke Pelabuhan Tanjung Harapan
Bagian Pertama
“Pom pom pom…….!!!”
Suara diujung telfon berisik, benar itu suara kapal yang sesaat lagi berangkat. Jangkar sudah diangkat mungkin, sedang waktu sandar sudah habis.
“sudah dimana sih…?” terang teman panik diujung telfon. “sebentar Lagi” jawab saya jauh lebih panik lagi. sementara mobil yang mengantar saya sudah dikecepatan paling mendebarkan untuk mengejar kapal cepat ke Selat Panjang.
“lebih cepat lagi pak..!!” saya meminta lagi. Jalan ke Pelabuhan Duku, Pekanbaru, bukan jalan yang luas untuk nekat ngebut, jalanan sempit ini harus berbagi dengan pengguna jalan dan mobil pengisi tanki pertamina yang gendut.
Telpon berbunyi lagi “Ah… sudahlah ndi…, ini kapalnya sudah mau berangkat” ucap teman kesal diujung sana, “tunggu, aku sudah dihalaman pelabuhan” jawabku tergesa setengah berlari.
Sigap mengambil backpack, aku sudah disambut penjaga, “tiket sudah didalam” ucapku. “lari pak…, lari” ucap yang lainnya. Saya mengambil langkah seribu. Ternyata saya tidak sendiri, ada beberapa penumpang lainnya yang menyerbu kearah Dermaga, tempat kapal tak sabar membunyikan klakson mendebarkan dada “pom pom pom….!!”.
Saya melipat lengan baju, Rasanya lebih epic dari pada diklakson atawa ditinggal ojek langganan.
Ya ampun, saya masih melupakan sesuatu, Saya lupa bilang terima kasih ke bapak pengantar yang nyetirin mobil tadi. Ah sudahlah… saya melompat ke kapal yang ternyata bukan kapal yang akan saya tumpangi. Saya masih harus meloncati kapal lain yang sudah merapat, untuk masuk ke kapal saya.
Plek masuk, Alhamdulillah. Ruangan ber AC kapal menyejukkan mengeringkan keringat saya. Tapi tidak dengan ekspresi panik teman saya…, dia membuat keringat saya kembali keluar.
Fiuh…, begitulah untuk sebuah bussiness trip, saya akhirnya sekarang dalam perjalanan ke Selat Panjang Kabupaten Meranti. Nama ini akronim Merbau-Rangsang-Tebing Tinggi, nama pulau pulau utama dikabupaten ini.
Pulau yang konon penamaannya diributkan oleh pemerintah kolonial belanda Conteliur Van Huis dan Sultan Siak VIII Assayadis Syarief Hasyim Abdul Jalil Syarifuddin. Dimana Belanda menginginkan Nama Selat Panjang, sedang Kesultanan Siak melalui Tengkoe Soelong Saijet Alwi kukuh pada penamaan pertama Bandar ini didirikan Negeri Makmur Kencana Tebing Tinggi.
Jalan tengah nama pulau ini akhirnya punya gelar Negeri Makmur Bandar Tebingtinggi Selatpanjang. Bandar ini menyengaja dibuat oleh Sultan siak VII untuk membantu perniagaan Siak Sri Indrapura yang ramai permai di abad ke 17.
Baiklah, sesungguhnya ini bukan perjalanan saya, ini perjalanan bisnis teman saya tadi. Saya diundang ikut untuk memberikan masukan dan persepsi yang berbeda saja. Makanya saya senyum tanpa dosa waktu teman saya panik saya hampir tertinggal.
Omong omong soal transportasi ke Selat Panjang, Ibukota Kabupaten Meranti kita hanya punya dua pilihan.
Pertama, Kapal Cepat bermerek Meranti Express atawa Garuda Express, Memakan waktu sekitar 4 jam dari kota Pekanbaru.
Kedua, Kapal Jelatik, ini jenis angkutan yang lebih santai. Beberapa teman yang tinggal dan bekerja dikabupaten itu sering menyebutnya Kapal ‘Titanic” sakin lama dan dramatisnya perjalanan menggunakan kapal jenis kedua itu.
Kenapa disebut lama dan dramatis..?
Lama, karena perjalanan bisa menghabiskan seharian penuh diatas kapal atau kalau lagi beruntung jika gelombang dn air bagus bisa semalam saja.
Dramatis yah itu tadi, selain karna tepian sungai Siak yang menyejarah itu. Konon diatas kapal itu kita bisa duduk menyendiri diatas dek kapal, sambil berfikir dan merenung under the starry night. Yup…. Dibawah Gemintang Malam…!!
Setelah duduk sebentar di dalam ruangan nyaman berpendingin udara ini, saya memilih keluar mencari angin sungai. Di perjalanan menggunakan transportasi Air, saya memang selalu begitu. Selalu tak betah, setelah istirahat sejanak saya mengambil tempat dibelakang ruang kemudi sambil berbincang dengan nakoda, entahlah apa mereka menyebutnya dengan panggilan keren itu.
Omong punya omong sopir kapal cerita soal transportasi Selat Panjang – Pekanbaru. Dulu mereka cuma punya pilihan Kapal jelatik tadi, yang waktu tempuhnya kadang mencapai 2 malam. Jadi kalau ada penduduk Selatpanjang yang sakit, dan harus dirujuk ke Rumah Sakit di Pekanbaru. Maka dipastikan kesakitannya itu bertambah atau malah sembuh selama perjalanan diatas kapal.
Saya menyimak sambil menikmati hembusan angin dan tepian sungai siak yang berlumpur.
Sesekali jika mulai bosan mengobrol saya merenungi sungai yang menunjukkan kejayaan Melayu Riau masa Lalu. Kadang saya melihat bagaimana kapal berpapasan dengan Kapal Jelatik yang lelah, kadang juga perahu nelayan kecil. Namun yang paling menarik, tentu kampung kampung Melayu Tua dipinggiran sungai, bukti bahwa kebudayaan Riau dulu merambat melalui jalur air. Indah sekali…!!
Bersambung kebagian II
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI