Mohon tunggu...
Achmad Room Fitrianto
Achmad Room Fitrianto Mohon Tunggu... Dosen - Seorang ayah, suami, dan pendidik

Achmad Room adalah seorang suami, bapak, dan pendidik di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Sunan Ampel. Alumni Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan Universitas Airlangga Surabaya ini juga aktif beberapa kegiatan pemberdayaan diantaranya pernah aktif di Perkumpulan Untuk Peningkatan Usaha Kecil. Penyandang gelar Master Ekonomi Islam dari Pascasarjana IAIN Sunan Ampel dan Master of Arts dalam Kebijakan Publik Murdoch University Perth Australia ini juga aktif sebagai pegiat dan penggerak UMKM yang terhimpun dalam Himma Perkumpulan Pengusaha Santri Indonesia (HIPPSI). Bapak satu anak ini menyelesaikan PhD di Department of Social Sciences and Security Studies dan Department of Planning and Geography, Curtin University dengan menekuni Ekonomi Geografi. Selama menempuh studi doktoral di Australia Room pernah menjadi Presiden Postgraduate student Association di Curtin University pada tahun 2015 dan aktif ikut program dakwah di PCI NU Cabang Istimewa Australia- New Zealand di Western Australia serta menjadi motor penggerak di Curtin Indonesian Muslim Student Association (CIMSA). Setelah dipercaya sebagai Ketua Program studi S1 Ekonomi Syariah UIN Sunan Ampel dan Koordinator Lembaga Pengembangan Kewirausahan dan Bisnis Islam UIN Sunan Ampel serta sebagai anggota tim Pengembang Kerja Sama UIN Sunan Ampel, Saat ini menjabat sebagai Wakil Dekan 3 Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Sunan Ampel Surabaya. Achmad Room juga menjadi pengamat di isu isu reformasi pemerintahan, pengembangan masyarakat, pengembangan Usaha Kecil Menengah dan Ekonomi Islam. Fokus Penelitian yang ditekuni saat ini adalah pemberdayaan masyarakat dan pengembangan desa wisata

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Cultural Planning: Sebuah Strategi Pembangunan Untuk Kabupaten Sidoarjo

29 Juli 2024   05:31 Diperbarui: 29 Juli 2024   05:48 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Cultural planning adalah pendekatan strategis dalam perencanaan dan penggunaan sumber daya budaya dalam pengembangan perkotaan dan komunitas. Menurut Colin Mercer (1993), cultural planning merupakan perencanaan strategis dan integral yang memanfaatkan sumber daya budaya dalam pengembangan perkotaan dan komunitas. Pendekatan ini memungkinkan kota dan daerah untuk memahami ekologi budaya lokal, aset komunitas, dan DNA urban, sehingga dapat menciptakan lingkungan yang berkelanjutan dan inklusif.

Mengapa Daerah Melakukan Pembangunan Ekonomi?
Pembangunan ekonomi daerah bertujuan untuk mengelola sumber daya, menciptakan peluang, meningkatkan produktivitas, dan menjembatani disparitas. Mengelola sumber daya secara efektif memungkinkan daerah untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki, menciptakan peluang ekonomi yang dapat mengurangi pengangguran, meningkatkan produktivitas untuk daya saing, dan menjembatani disparitas antar wilayah.
1.Mengelola Sumber Daya: Pengelolaan sumber daya yang efisien dan berkelanjutan sangat penting untuk memastikan bahwa daerah dapat memanfaatkan potensi yang ada, seperti sumber daya alam, budaya, dan manusia, untuk pembangunan jangka panjang.
2.Menciptakan Peluang: Pembangunan ekonomi menciptakan peluang bagi masyarakat lokal untuk berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi, meningkatkan pendapatan, dan memperbaiki kualitas hidup.
3.Meningkatkan Produktivitas: Dengan meningkatkan produktivitas melalui investasi dalam infrastruktur, pendidikan, dan teknologi, daerah dapat meningkatkan daya saingnya di tingkat nasional dan internasional.
4.Menjembatani Disparitas: Pembangunan ekonomi yang inklusif dapat membantu menjembatani kesenjangan antar wilayah dan kelompok sosial, sehingga tercipta kesejahteraan yang lebih merata.

Hambatan Pembangunan Daerah
Namun, pembangunan daerah sering kali menghadapi berbagai hambatan, seperti disinformasi, infrastruktur yang tidak memadai, kepatuhan dan kepastian hukum yang rendah, tingkat kesadaran masyarakat yang kurang, serta pertumbuhan penduduk yang berlebihan.
1.Disinformasi: Kurangnya informasi yang akurat dan relevan dapat menyebabkan kebijakan yang tidak tepat sasaran dan kurang efektif.
2.Infrastruktur: Infrastruktur yang buruk menghambat mobilitas dan aksesibilitas, yang pada akhirnya mempengaruhi produktivitas dan kualitas hidup masyarakat.
3.Kepatuhan dan Kepastian Hukum: Rendahnya kepatuhan dan kepastian hukum menciptakan iklim investasi yang tidak kondusif, menghambat pertumbuhan ekonomi.
4.Tingkat Community Awareness: Tingkat kesadaran masyarakat yang rendah mengenai pentingnya pembangunan ekonomi dan peran mereka dalam proses tersebut dapat menghambat partisipasi dan dukungan terhadap inisiatif pembangunan.
5.Pertumbuhan Penduduk Berlebihan: Pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali dapat menyebabkan tekanan pada sumber daya dan layanan publik, mengurangi kualitas hidup dan daya saing daerah.

Cultural Planning dan Pembangunan
Pendekatan cultural planning dalam pembangunan kota melibatkan identifikasi dan integrasi aset budaya ke dalam setiap aspek pengambilan keputusan di tingkat kota. Patrict Geddes menyatakan bahwa perencanaan harus dimulai dengan survei sumber daya dari suatu wilayah alami dan respons manusia terhadap wilayah tersebut, sedangkan Jane Jacobs menganggap kota sebagai ekosistem yang terdiri dari proses fisik, ekonomi, dan etis yang saling berinteraksi.

Apa Itu Cultural Planning?
Cultural planning adalah pendekatan yang peka budaya untuk pengembangan lokal, termasuk pembangunan komunitas. Menurut Ghilardi (2001), cultural planning adalah pendekatan berbasis masyarakat untuk pengembangan lokal dan pembuatan tempat yang melibatkan pemahaman ekologi budaya lokal, aset komunitas, dan DNA urban. Pendekatan ini berfokus pada keunikan tempat dan memanfaatkan aset budaya untuk meningkatkan kualitas hidup dan pembangunan ekonomi.

Cultural Planning dalam Praktik

Amerika Utara
Di Amerika Utara, cultural planning telah diterapkan sejak 1970-an melalui inisiatif seni komunitas, regenerasi lingkungan, dan seni partisipatif. Pendekatan ini melibatkan organisasi komunitas dalam mempromosikan kualitas hidup, pembangunan ekonomi, dan kohesi sosial. Implementasi strategi cultural planning menunjukkan seni sebagai sarana untuk membangun kebanggaan komunitas dan identitas budaya.

Australia
Di Australia, strategi pengembangan budaya telah diterapkan sejak awal 1990-an. Contoh-contoh sukses termasuk strategi pengembangan budaya Brisbane tahun 1990, Rencana Budaya Joondalup tahun 1992, dan kerangka kebijakan Pengembangan Budaya di Queensland Tenggara tahun 1993. Publikasi Handbook Perencanaan Budaya oleh Arts Queensland dan Dewan Australia pada tahun 1995 juga memberikan panduan praktis untuk implementasi cultural planning.

Skotlandia
Di Skotlandia, Laporan Komisi Budaya (2006) merekomendasikan pembentukan Kemitraan Perencanaan Budaya dan Kelompok Pengarah Perencanaan Budaya Nasional. Pendekatan cultural planning di Skotlandia berfokus pada kolaborasi lintas sektor dan keterlibatan pemangku kepentingan lokal untuk menciptakan visi bersama bagi pengembangan lokal.

Manfaat Cultural Planning
Cultural planning, menurut penelitian yang dilakukan oleh Noema Research & Planning, memiliki sejumlah manfaat signifikan yang dapat membawa perubahan positif dan berkelanjutan dalam pembangunan daerah. Berikut adalah penjelasan mengenai berbagai manfaat yang diidentifikasi oleh penelitian tersebut:

1.Proses Kreatif yang Mengarah pada Solusi Imajinatif Bersama
Salah satu manfaat utama dari cultural planning adalah proses kreatif yang terlibat dalam pengembangan strategi dan implementasinya. Proses ini mendorong partisipasi berbagai pemangku kepentingan dalam merumuskan solusi yang inovatif dan imajinatif. Dalam konteks ini, pendekatan kreatif memungkinkan terciptanya ide-ide baru dan unik yang dapat diimplementasikan untuk mengatasi tantangan yang dihadapi oleh komunitas atau daerah tertentu. Melalui kolaborasi dan brainstorming, cultural planning membantu menemukan cara-cara baru untuk memanfaatkan sumber daya yang ada, sehingga menghasilkan solusi yang lebih efektif dan relevan dengan kebutuhan lokal.

2.Fokus Positif pada Aset daripada Defisit
Cultural planning memiliki fokus yang kuat pada identifikasi dan pemanfaatan aset yang dimiliki oleh suatu daerah atau komunitas. Pendekatan ini berbeda dari metode tradisional yang sering kali berfokus pada kekurangan atau defisit yang ada. Dengan menyoroti aset budaya, seperti tradisi, seni, dan warisan lokal, cultural planning membantu membangun rasa bangga dan identitas yang kuat di kalangan masyarakat. Fokus positif ini juga membantu dalam menciptakan strategi pembangunan yang berkelanjutan dan berorientasi pada peningkatan potensi yang sudah ada, alih-alih mencoba untuk mengatasi kekurangan dengan cara yang mungkin kurang efektif.

3.Pendekatan Holistik dan Lintas Batas
Cultural planning mengadopsi pendekatan holistik yang mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat dan lintas batas dalam hal departemen, tingkat pemerintahan, layanan, disiplin ilmu, dan profesi. Pendekatan ini memastikan bahwa semua aspek yang relevan dari suatu komunitas atau daerah dipertimbangkan dalam proses perencanaan. Dengan melibatkan berbagai sektor dan disiplin ilmu, cultural planning menciptakan strategi yang lebih komprehensif dan terintegrasi. Pendekatan lintas batas ini juga membantu menghindari duplikasi upaya dan memastikan bahwa semua inisiatif yang ada saling melengkapi dan mendukung satu sama lain, menciptakan dampak yang lebih besar dan berkelanjutan.

4.Kolaborasi Proaktif Pemangku Kepentingan Lokal
Salah satu kunci keberhasilan cultural planning adalah kolaborasi proaktif antara berbagai pemangku kepentingan lokal. Pendekatan ini mendorong partisipasi aktif dari semua pihak yang terlibat, termasuk pemerintah, komunitas, pelaku seni, dan sektor swasta. Kolaborasi ini tidak hanya membantu dalam menciptakan visi yang terbaik untuk suatu daerah, tetapi juga memastikan bahwa semua suara dan perspektif didengar dan dipertimbangkan. Dengan melibatkan pemangku kepentingan lokal dalam proses perencanaan dan implementasi, cultural planning meningkatkan rasa kepemilikan dan komitmen terhadap inisiatif yang dijalankan, sehingga meningkatkan peluang keberhasilan dan keberlanjutan program-program yang ada.

Cultural Planning Ibarat Desain Rumah Tangga
Pendekatan cultural planning dapat dianalogikan dengan desain dan tata ruang rumah tangga. Dalam sebuah rumah, desain dan tata ruang kamar orang tua pasti berbeda dengan kamar anak. Kamar anak perempuan dan anak laki-laki juga pasti berbeda, namun ada satu ruangan di mana semua aspirasi anggota keluarga bisa difasilitasi untuk ide warna dan desain, yaitu ruang keluarga. Ruang keluarga adalah tempat di mana semua anggota keluarga berkumpul, berbagi ide, dan merencanakan kegiatan bersama.
Begitu pula dalam pembangunan berbasis cultural planning, setiap komunitas atau kelompok dalam masyarakat memiliki ruang publik mereka sendiri yang mencerminkan identitas dan kebutuhan mereka. Namun, ada juga ruang bersama di mana semua aspirasi dan ide dari berbagai kelompok dapat difasilitasi dan diintegrasikan. Dalam konteks Kabupaten Sidoarjo, ini berarti mengakomodir perbedaan dan kebutuhan minoritas dalam ruang publik, sekaligus memberikan ruang khusus bagi mereka untuk berkembang dan berkontribusi.

Tahapan dalam Cultural Planning

Pemetaan
Pemetaan adalah penilaian DNA budaya dan urban suatu tempat. Ini dilakukan dengan menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif untuk mengidentifikasi sumber daya budaya yang ada.

Penyusunan Strategi
Penyusunan strategi adalah proses holistik yang bertujuan untuk pengembangan jangka panjang. Dalam konteks cultural planning, proses ini melibatkan berbagai langkah dan alat yang dirancang untuk memahami dan memanfaatkan potensi budaya dan urban suatu daerah. Pertanyaan kunci yang harus dijawab dalam penyusunan strategi ini adalah, "Apa yang kita lakukan selanjutnya?" Untuk menjawab pertanyaan ini, kita menggunakan berbagai alat pemetaan yang membantu mengidentifikasi dan mengintegrasikan DNA urban dan budaya.

Alat-alat Pemetaan dalam Cultural Planning
1.Folk: Aspek ini mencakup berbagai elemen sosial dan budaya yang membentuk kehidupan sehari-hari masyarakat.
a. Emory: Memori kolektif masyarakat yang mencakup sejarah, tradisi, dan cerita lokal.
b. Jaringan Sosial: Hubungan antara individu dan kelompok dalam komunitas yang membentuk struktur sosial.
c. Jaringan Informal: Koneksi tidak resmi yang sering kali memainkan peran penting dalam komunitas, seperti kelompok hobi atau klub sosial.
d. Persepsi Tempat: Bagaimana masyarakat melihat dan merasakan tempat mereka tinggal, termasuk keindahan dan kenyamanan.
e. Afiliasi: Keterhubungan individu dengan kelompok atau organisasi tertentu yang mencerminkan identitas dan nilai-nilai mereka.
f. Gaya Hidup: Kebiasaan, rutinitas, dan preferensi yang mencerminkan cara hidup masyarakat.
g. Pemetaan Kekuatan: Identifikasi individu atau kelompok yang memiliki pengaruh signifikan dalam komunitas.
h. Institusi Budaya, Pendidikan, dan Kesehatan: Organisasi dan lembaga yang menyediakan layanan dan dukungan penting bagi masyarakat, seperti museum, sekolah, dan rumah sakit.

2.Work: Aspek ini mencakup berbagai aktivitas ekonomi dan keterampilan yang ada dalam komunitas.
a. Keterampilan Tradisional: Keahlian yang diwariskan secara turun-temurun, seperti kerajinan tangan, seni tradisional, dan pertanian.
b. Industri Kreatif Kontemporer: Sektor ekonomi yang berfokus pada produksi dan distribusi barang dan jasa kreatif, seperti desain, media, dan teknologi.
c. Dinamika Saat Ini: Kondisi ekonomi dan sosial terkini yang mempengaruhi komunitas, termasuk tren dan perubahan yang sedang terjadi.
d. Isu-isu: Tantangan dan masalah yang dihadapi oleh komunitas, seperti pengangguran, kemiskinan, dan ketidaksetaraan.
e. Potensi: Peluang yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan ekonomi dan sosial, seperti sumber daya alam, bakat lokal, dan pasar yang berkembang.

3.Place: Aspek ini mencakup elemen fisik dan lingkungan yang membentuk identitas dan karakteristik suatu tempat.
a. Lanskap: Keindahan alam dan tata ruang yang mencakup taman, sungai, dan kawasan hijau.
b. Warisan: Situs dan bangunan bersejarah yang memiliki nilai budaya dan sejarah penting bagi komunitas.
c. Arsitektur: Gaya dan desain bangunan yang mencerminkan identitas dan estetika lokal.
d. Tekstur Urban: Struktur fisik dan tata letak kota, termasuk jalan, alun-alun, dan area komersial yang membentuk pola kehidupan urban.

Proses Pemetaan
Proses pemetaan merupakan langkah penting dalam pendekatan cultural planning untuk memahami dan mengidentifikasi aset budaya serta potensi lokal yang ada. Proses ini melibatkan serangkaian pertanyaan kunci yang harus dijawab untuk memastikan bahwa semua aspek yang relevan dipertimbangkan dan diintegrasikan ke dalam strategi pembangunan. Berikut adalah narasi dari pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab dalam proses pemetaan:
1.Apa yang membedakan tempat ini?
Pertanyaan ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik unik dan ciri khas yang membuat suatu tempat berbeda dari tempat lain. Ini bisa mencakup berbagai aspek, seperti sejarah, budaya, tradisi lokal, arsitektur, dan lanskap. Mengetahui apa yang membedakan tempat tersebut membantu dalam menciptakan identitas yang kuat dan otentik, yang dapat menjadi dasar untuk strategi pembangunan yang berkelanjutan dan berbasis budaya.

2.Apa sumber daya khas tempat ini?
Setiap tempat memiliki sumber daya khas yang menjadi kekuatannya. Sumber daya ini bisa berupa aset alam, seperti pegunungan, sungai, dan pantai; aset budaya, seperti seni, kerajinan tangan, dan kuliner; serta aset manusia, seperti keterampilan tradisional dan pengetahuan lokal. Mengidentifikasi sumber daya khas ini sangat penting untuk merancang strategi yang memanfaatkan potensi lokal secara optimal.

3.Apakah ada sumber daya yang tidak kita ketahui?
Proses pemetaan juga harus mencakup eksplorasi dan penggalian informasi tentang sumber daya yang mungkin belum teridentifikasi sebelumnya. Sumber daya ini bisa saja tersembunyi atau kurang dimanfaatkan. Dengan melakukan survei mendalam dan berpartisipasi aktif dengan komunitas lokal, kita dapat menemukan aset-aset baru yang dapat diberdayakan untuk pembangunan.

4.Bagaimana kita bisa memaksimalkan sumber daya tersebut?
Setelah mengidentifikasi sumber daya, langkah berikutnya adalah mencari cara untuk memaksimalkannya. Ini bisa melibatkan pengembangan program pelatihan untuk meningkatkan keterampilan masyarakat, promosi pariwisata untuk menarik pengunjung, atau kolaborasi dengan sektor swasta untuk mengembangkan industri kreatif. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa semua sumber daya digunakan secara efektif dan efisien untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan.

5.Apa kebijakan, skema, dan inisiatif yang sudah ada?
Memahami kebijakan, skema, dan inisiatif yang sudah ada sangat penting untuk memastikan bahwa strategi pembangunan baru tidak bertentangan atau tumpang tindih dengan inisiatif yang sudah berjalan. Ini juga membantu dalam mengidentifikasi celah yang mungkin perlu diisi dan peluang untuk kolaborasi dan sinergi dengan program yang ada. Dengan demikian, kita dapat menghindari duplikasi usaha dan memastikan bahwa semua inisiatif saling mendukung.

6.Bagaimana kita bisa memastikan inisiatif-inisiatif tersebut saling terhubung dan menghindari duplikasi?
Untuk menghindari duplikasi dan memastikan bahwa semua inisiatif saling terhubung, diperlukan koordinasi yang baik antara berbagai pemangku kepentingan. Ini bisa melibatkan pembentukan forum komunikasi atau platform kolaborasi di mana semua pihak yang terlibat dapat berbagi informasi, sumber daya, dan ide. Dengan cara ini, kita dapat menciptakan sinergi dan memastikan bahwa semua upaya pembangunan berjalan seiring dan mendukung satu sama lain.

7.Apa hambatan terhadap perubahan?
Terakhir, penting untuk mengidentifikasi hambatan-hambatan yang mungkin menghalangi perubahan. Hambatan ini bisa bersifat struktural, seperti kebijakan yang kaku dan birokrasi yang rumit; atau bersifat sosial, seperti resistensi dari masyarakat lokal terhadap perubahan. Dengan memahami hambatan-hambatan ini, kita dapat merancang strategi yang lebih adaptif dan inklusif, serta mengembangkan pendekatan untuk mengatasi atau mengurangi dampak negatif dari hambatan tersebut.

Model Pemetaan
1.Pemetaan Tangible dan Intangible Aset Lokal: Menggunakan peta survei, peta transportasi, peta zonasi, peta bisnis, peta wisata, peta situs sejarah.
2.Pemetaan Ekologi Budaya: Untuk informasi yang lebih baik tentang aset budaya, pemasaran yang lebih baik, dan peningkatan jaringan di antara organisasi budaya.
3.Pemetaan Mental: Menunjukkan persepsi, perasaan, citra tempat, identitas.
4.Pemetaan Pikiran: Untuk menghasilkan solusi baru atau peluang pengembangan, mencocokkan aset/sumber daya dengan kebutuhan, menangani tantangan secara kreatif.

Studi Kasus: Kabupaten Sidoarjo
Kabupaten Sidoarjo, yang terletak di Provinsi Jawa Timur, telah menjadi salah satu daerah yang mulai menerapkan pendekatan cultural planning dalam pengembangan wilayahnya. Sidoarjo memiliki potensi budaya yang kaya, termasuk tradisi lokal, seni, dan kuliner. Pemerintah Kabupaten Sidoarjo bekerja sama dengan komunitas lokal dan pelaku seni untuk mengidentifikasi dan mengintegrasikan aset budaya ke dalam strategi pembangunan daerah.

Pemetaan Budaya di Sidoarjo
Proses pemetaan budaya di Sidoarjo melibatkan identifikasi aset budaya lokal, seperti kesenian tradisional, kerajinan tangan, dan situs bersejarah. Pemetaan ini dilakukan melalui survei dan partisipasi masyarakat untuk memastikan bahwa semua aset budaya yang ada dapat diidentifikasi dan dimanfaatkan secara optimal. Sejumlah aset peninggalan budaya di Sidoarjo juga perlu untuk dioptimalisasi, sebagai wilayah bekas pusat kerajaan Panjalu dimasa lalu banyak budaya lokal masalalu yang bisa menjadi pijakan pengembangan.

Penyusunan Strategi
Setelah pemetaan selesai, langkah berikutnya adalah penyusunan strategi yang berfokus pada pengembangan jangka panjang. Strategi ini mencakup promosi pariwisata budaya, dukungan terhadap industri kreatif, dan pelestarian warisan budaya. Pemerintah Kabupaten Sidoarjo juga mengembangkan program-program yang melibatkan komunitas lokal dalam kegiatan budaya, seperti festival budaya dan pameran seni.

Implementasi Program
Beberapa program yang telah diimplementasikan di Sidoarjo meliputi:
*Festival Budaya Sidoarjo: Festival ini diadakan setiap tahun untuk mempromosikan seni dan budaya lokal, menarik wisatawan, dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pelestarian budaya.
*Pameran Seni dan Kerajinan: Pameran ini menampilkan karya seni dan kerajinan tangan lokal, memberikan platform bagi seniman dan pengrajin untuk memamerkan dan menjual produk mereka.
*Program Pelatihan Seni dan Kerajinan: Program ini menyediakan pelatihan bagi masyarakat lokal untuk meningkatkan keterampilan mereka dalam seni dan kerajinan tangan, sehingga dapat menciptakan peluang ekonomi baru.

Kesimpulan
Pendekatan cultural planning menawarkan strategi yang holistik dan inklusif dalam pembangunan daerah. Dengan memahami dan mengintegrasikan aset budaya lokal, Kabupaten Sidoarjo dapat menciptakan lingkungan yang berkelanjutan dan inklusif. Melalui kolaborasi antara pemerintah, komunitas, dan pemangku kepentingan lainnya, cultural planning dapat menghasilkan solusi kreatif yang memperkuat identitas budaya, meningkatkan kualitas hidup, dan mendorong pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Implementasi cultural planning di Sidoarjo menjadi contoh bagaimana daerah dapat memanfaatkan potensi budaya lokal untuk pembangunan jangka panjang. Dengan mengatasi hambatan dan tantangan yang ada, Sidoarjo dapat terus berkembang sebagai daerah yang kaya budaya dan inovatif dalam strategi pembangunan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun