Mohon tunggu...
Achmad Room Fitrianto
Achmad Room Fitrianto Mohon Tunggu... Dosen - Seorang ayah, suami, dan pendidik

Achmad Room adalah seorang suami, bapak, dan pendidik di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Sunan Ampel. Alumni Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan Universitas Airlangga Surabaya ini juga aktif beberapa kegiatan pemberdayaan diantaranya pernah aktif di Perkumpulan Untuk Peningkatan Usaha Kecil. Penyandang gelar Master Ekonomi Islam dari Pascasarjana IAIN Sunan Ampel dan Master of Arts dalam Kebijakan Publik Murdoch University Perth Australia ini juga aktif sebagai pegiat dan penggerak UMKM yang terhimpun dalam Himma Perkumpulan Pengusaha Santri Indonesia (HIPPSI). Bapak satu anak ini menyelesaikan PhD di Department of Social Sciences and Security Studies dan Department of Planning and Geography, Curtin University dengan menekuni Ekonomi Geografi. Selama menempuh studi doktoral di Australia Room pernah menjadi Presiden Postgraduate student Association di Curtin University pada tahun 2015 dan aktif ikut program dakwah di PCI NU Cabang Istimewa Australia- New Zealand di Western Australia serta menjadi motor penggerak di Curtin Indonesian Muslim Student Association (CIMSA). Setelah dipercaya sebagai Ketua Program studi S1 Ekonomi Syariah UIN Sunan Ampel dan Koordinator Lembaga Pengembangan Kewirausahan dan Bisnis Islam UIN Sunan Ampel serta sebagai anggota tim Pengembang Kerja Sama UIN Sunan Ampel, Saat ini menjabat sebagai Wakil Dekan 3 Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Sunan Ampel Surabaya. Achmad Room juga menjadi pengamat di isu isu reformasi pemerintahan, pengembangan masyarakat, pengembangan Usaha Kecil Menengah dan Ekonomi Islam. Fokus Penelitian yang ditekuni saat ini adalah pemberdayaan masyarakat dan pengembangan desa wisata

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Cultural Planning: Sebuah Strategi Pembangunan Untuk Kabupaten Sidoarjo

29 Juli 2024   05:31 Diperbarui: 29 Juli 2024   05:48 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

2.Fokus Positif pada Aset daripada Defisit
Cultural planning memiliki fokus yang kuat pada identifikasi dan pemanfaatan aset yang dimiliki oleh suatu daerah atau komunitas. Pendekatan ini berbeda dari metode tradisional yang sering kali berfokus pada kekurangan atau defisit yang ada. Dengan menyoroti aset budaya, seperti tradisi, seni, dan warisan lokal, cultural planning membantu membangun rasa bangga dan identitas yang kuat di kalangan masyarakat. Fokus positif ini juga membantu dalam menciptakan strategi pembangunan yang berkelanjutan dan berorientasi pada peningkatan potensi yang sudah ada, alih-alih mencoba untuk mengatasi kekurangan dengan cara yang mungkin kurang efektif.

3.Pendekatan Holistik dan Lintas Batas
Cultural planning mengadopsi pendekatan holistik yang mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat dan lintas batas dalam hal departemen, tingkat pemerintahan, layanan, disiplin ilmu, dan profesi. Pendekatan ini memastikan bahwa semua aspek yang relevan dari suatu komunitas atau daerah dipertimbangkan dalam proses perencanaan. Dengan melibatkan berbagai sektor dan disiplin ilmu, cultural planning menciptakan strategi yang lebih komprehensif dan terintegrasi. Pendekatan lintas batas ini juga membantu menghindari duplikasi upaya dan memastikan bahwa semua inisiatif yang ada saling melengkapi dan mendukung satu sama lain, menciptakan dampak yang lebih besar dan berkelanjutan.

4.Kolaborasi Proaktif Pemangku Kepentingan Lokal
Salah satu kunci keberhasilan cultural planning adalah kolaborasi proaktif antara berbagai pemangku kepentingan lokal. Pendekatan ini mendorong partisipasi aktif dari semua pihak yang terlibat, termasuk pemerintah, komunitas, pelaku seni, dan sektor swasta. Kolaborasi ini tidak hanya membantu dalam menciptakan visi yang terbaik untuk suatu daerah, tetapi juga memastikan bahwa semua suara dan perspektif didengar dan dipertimbangkan. Dengan melibatkan pemangku kepentingan lokal dalam proses perencanaan dan implementasi, cultural planning meningkatkan rasa kepemilikan dan komitmen terhadap inisiatif yang dijalankan, sehingga meningkatkan peluang keberhasilan dan keberlanjutan program-program yang ada.

Cultural Planning Ibarat Desain Rumah Tangga
Pendekatan cultural planning dapat dianalogikan dengan desain dan tata ruang rumah tangga. Dalam sebuah rumah, desain dan tata ruang kamar orang tua pasti berbeda dengan kamar anak. Kamar anak perempuan dan anak laki-laki juga pasti berbeda, namun ada satu ruangan di mana semua aspirasi anggota keluarga bisa difasilitasi untuk ide warna dan desain, yaitu ruang keluarga. Ruang keluarga adalah tempat di mana semua anggota keluarga berkumpul, berbagi ide, dan merencanakan kegiatan bersama.
Begitu pula dalam pembangunan berbasis cultural planning, setiap komunitas atau kelompok dalam masyarakat memiliki ruang publik mereka sendiri yang mencerminkan identitas dan kebutuhan mereka. Namun, ada juga ruang bersama di mana semua aspirasi dan ide dari berbagai kelompok dapat difasilitasi dan diintegrasikan. Dalam konteks Kabupaten Sidoarjo, ini berarti mengakomodir perbedaan dan kebutuhan minoritas dalam ruang publik, sekaligus memberikan ruang khusus bagi mereka untuk berkembang dan berkontribusi.

Tahapan dalam Cultural Planning

Pemetaan
Pemetaan adalah penilaian DNA budaya dan urban suatu tempat. Ini dilakukan dengan menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif untuk mengidentifikasi sumber daya budaya yang ada.

Penyusunan Strategi
Penyusunan strategi adalah proses holistik yang bertujuan untuk pengembangan jangka panjang. Dalam konteks cultural planning, proses ini melibatkan berbagai langkah dan alat yang dirancang untuk memahami dan memanfaatkan potensi budaya dan urban suatu daerah. Pertanyaan kunci yang harus dijawab dalam penyusunan strategi ini adalah, "Apa yang kita lakukan selanjutnya?" Untuk menjawab pertanyaan ini, kita menggunakan berbagai alat pemetaan yang membantu mengidentifikasi dan mengintegrasikan DNA urban dan budaya.

Alat-alat Pemetaan dalam Cultural Planning
1.Folk: Aspek ini mencakup berbagai elemen sosial dan budaya yang membentuk kehidupan sehari-hari masyarakat.
a. Emory: Memori kolektif masyarakat yang mencakup sejarah, tradisi, dan cerita lokal.
b. Jaringan Sosial: Hubungan antara individu dan kelompok dalam komunitas yang membentuk struktur sosial.
c. Jaringan Informal: Koneksi tidak resmi yang sering kali memainkan peran penting dalam komunitas, seperti kelompok hobi atau klub sosial.
d. Persepsi Tempat: Bagaimana masyarakat melihat dan merasakan tempat mereka tinggal, termasuk keindahan dan kenyamanan.
e. Afiliasi: Keterhubungan individu dengan kelompok atau organisasi tertentu yang mencerminkan identitas dan nilai-nilai mereka.
f. Gaya Hidup: Kebiasaan, rutinitas, dan preferensi yang mencerminkan cara hidup masyarakat.
g. Pemetaan Kekuatan: Identifikasi individu atau kelompok yang memiliki pengaruh signifikan dalam komunitas.
h. Institusi Budaya, Pendidikan, dan Kesehatan: Organisasi dan lembaga yang menyediakan layanan dan dukungan penting bagi masyarakat, seperti museum, sekolah, dan rumah sakit.

2.Work: Aspek ini mencakup berbagai aktivitas ekonomi dan keterampilan yang ada dalam komunitas.
a. Keterampilan Tradisional: Keahlian yang diwariskan secara turun-temurun, seperti kerajinan tangan, seni tradisional, dan pertanian.
b. Industri Kreatif Kontemporer: Sektor ekonomi yang berfokus pada produksi dan distribusi barang dan jasa kreatif, seperti desain, media, dan teknologi.
c. Dinamika Saat Ini: Kondisi ekonomi dan sosial terkini yang mempengaruhi komunitas, termasuk tren dan perubahan yang sedang terjadi.
d. Isu-isu: Tantangan dan masalah yang dihadapi oleh komunitas, seperti pengangguran, kemiskinan, dan ketidaksetaraan.
e. Potensi: Peluang yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan ekonomi dan sosial, seperti sumber daya alam, bakat lokal, dan pasar yang berkembang.

3.Place: Aspek ini mencakup elemen fisik dan lingkungan yang membentuk identitas dan karakteristik suatu tempat.
a. Lanskap: Keindahan alam dan tata ruang yang mencakup taman, sungai, dan kawasan hijau.
b. Warisan: Situs dan bangunan bersejarah yang memiliki nilai budaya dan sejarah penting bagi komunitas.
c. Arsitektur: Gaya dan desain bangunan yang mencerminkan identitas dan estetika lokal.
d. Tekstur Urban: Struktur fisik dan tata letak kota, termasuk jalan, alun-alun, dan area komersial yang membentuk pola kehidupan urban.

Proses Pemetaan
Proses pemetaan merupakan langkah penting dalam pendekatan cultural planning untuk memahami dan mengidentifikasi aset budaya serta potensi lokal yang ada. Proses ini melibatkan serangkaian pertanyaan kunci yang harus dijawab untuk memastikan bahwa semua aspek yang relevan dipertimbangkan dan diintegrasikan ke dalam strategi pembangunan. Berikut adalah narasi dari pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab dalam proses pemetaan:
1.Apa yang membedakan tempat ini?
Pertanyaan ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik unik dan ciri khas yang membuat suatu tempat berbeda dari tempat lain. Ini bisa mencakup berbagai aspek, seperti sejarah, budaya, tradisi lokal, arsitektur, dan lanskap. Mengetahui apa yang membedakan tempat tersebut membantu dalam menciptakan identitas yang kuat dan otentik, yang dapat menjadi dasar untuk strategi pembangunan yang berkelanjutan dan berbasis budaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun