Mohon tunggu...
Achmad Room Fitrianto
Achmad Room Fitrianto Mohon Tunggu... Dosen - Seorang ayah, suami, dan pendidik

Achmad Room adalah seorang suami, bapak, dan pendidik di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Sunan Ampel. Alumni Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan Universitas Airlangga Surabaya ini juga aktif beberapa kegiatan pemberdayaan diantaranya pernah aktif di Perkumpulan Untuk Peningkatan Usaha Kecil. Penyandang gelar Master Ekonomi Islam dari Pascasarjana IAIN Sunan Ampel dan Master of Arts dalam Kebijakan Publik Murdoch University Perth Australia ini juga aktif sebagai pegiat dan penggerak UMKM yang terhimpun dalam Himma Perkumpulan Pengusaha Santri Indonesia (HIPPSI). Bapak satu anak ini menyelesaikan PhD di Department of Social Sciences and Security Studies dan Department of Planning and Geography, Curtin University dengan menekuni Ekonomi Geografi. Selama menempuh studi doktoral di Australia Room pernah menjadi Presiden Postgraduate student Association di Curtin University pada tahun 2015 dan aktif ikut program dakwah di PCI NU Cabang Istimewa Australia- New Zealand di Western Australia serta menjadi motor penggerak di Curtin Indonesian Muslim Student Association (CIMSA). Setelah dipercaya sebagai Ketua Program studi S1 Ekonomi Syariah UIN Sunan Ampel dan Koordinator Lembaga Pengembangan Kewirausahan dan Bisnis Islam UIN Sunan Ampel serta sebagai anggota tim Pengembang Kerja Sama UIN Sunan Ampel, Saat ini menjabat sebagai Wakil Dekan 3 Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Sunan Ampel Surabaya. Achmad Room juga menjadi pengamat di isu isu reformasi pemerintahan, pengembangan masyarakat, pengembangan Usaha Kecil Menengah dan Ekonomi Islam. Fokus Penelitian yang ditekuni saat ini adalah pemberdayaan masyarakat dan pengembangan desa wisata

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mercusuar vs Keadilan Sosial

30 Juli 2017   23:36 Diperbarui: 30 Juli 2017   23:53 518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lebih penting mana membangun Gedung terpadu atau infrastruktur?

Ini mungkin pertanyaan yang susah susah gampang dijawab, Kalau melihat kebelakang, kita melihat para raja raja jawa bila mereka mangkat atau ingin dikenang maka mereka mendirikan bangunan monumental seperti Candi dan sejenisnya.

Sidoarjo yang mengklaim sebagai kabupaten dengan pendapatan asli daerah terbesar kedua di Jawa Timur, memiliki ambisi untuk membangun Gedung pelayanan terpadu pemerintahan. Terinspirasi dari kunjungan luar negeri (Azerbaijan-Jawa Pos 29 Juli 2017) Pemerintah kabupaten Sidoarjo berniat  membangun gedung pemerintahan integrative 17 lantai.

Alasan agar bisa memberikan layanan yang integratif itu terlihat sungguh naif dan menisbihkan kemajuan teknologi khususnya teknologi yang sudah mencapai 4G saat ini. Dengan kemajuan teknologi komunikasi dan informasi saat ini layanan integratif tidak harus mendatangi satu pusat layanan, itu sudah kuno. Layanan integratif bisa dilakukan dengan diakses dari manapun dan kapanpun. Website menjadi ujung tombak pastinya. Kelurahan dan kecamatan jadikan jaringan untuk verifikasi yang terkoordinasi dengan instansi teknis layanan lainnya.

Dilihat dari skala prioritas pembangungan,  apakah gedung itu lebih penting dari normalisasi sungai di Sidoarjo yang tiap tahun memiliki kontribusi terhadap banjir tahunan di daerah Kutuk, Lemah putro, Jalan Kartini  dan beberapa lokasi lainnya?

Apakah gedung itu lebih penting dari pada penguraian kemacetan karena pembangunan frontage road dari Surabaya "mbambet" ketika memasuki wilayah Sidoarjo?

Apakah gedung itu lebih penting dari pada pembangunan Rumah Sakit di Wilayah barat Sidoarjo yang katanya APBD tidak mampu membiayainya?

Bila jawabannya iya, maka pasti yang menjawab itu tidak pernah turun kebawah dan melihat realitas lapangan

Mari kita kupas satu satu skala prioritas yang seharusnya diberikan kepada masyarakat.

Normalisasi sungai dan pencegahan banjir. Untuk masalah banjir di kota Sidoarjo, ndak usa kita buka data, kita tanya saja kepada masyarakat Sidoarjo pada musim penghujan " berapa lama SDN Lemah Putro 1 harus diliburkan karena sekolah ini terendam banjir?" atau coba tanya " berapa fasilitas taman yang disediakan oleh Pemda yang layak untuk anak bermain?" atau coba tanya " berapa kilometer areal pedestrian di Sidoarjo yang layak untuk jalan kaki?" Tiga hal mendasar masalah perkotaan ini dari tahun ke tahun penyelesaiannya tidak jelas. Misalnya program normalisasi sungai, mana yang efektif mencegah banjir dimusim hujan? Coba bila program normalisasi sungai dijalankan dengan membuat ruang publik yang ramah bagi anak dilakukan, oh betapa indahnya Sidoarjo.

Kemacetan adalah "segon jangan", kemacetan adalah makanan sehari hari hari di Sidoarjo, khusunya jalur menuju Surabaya. Mengapa ini bisa terjadi? Pertama karena pembangunan frontage road dari Surabaya "mbambet" ketika memasuki wilayah Sidoarjo. Kedua, Pertemuan arus memutar di daerah Aloha. Ketiga keruwetan di perempatan Gedangan. Keempat, jalur keluar masuk perumahan Puri Surya jaya di Gedangan. Di luar jalur Sidoarjo Surabaya, hantu kemacetan juga menghantui daerah Jalan raya Cemengkalang menuju kota Sidoarjo. untuk jalur ini beberapa menyalahkan alur kluar masuk di perumahan Kahurupan Nirvana. 

Ada juga yang menyalahkan Lippo Plaza Sidoarjo yang salah perhitungan amdalnya, namun kiranya semua sepakat dua yang disebutkan diatas memiliki kontribusi atas kemacetan di daerah ini. Solusinya apa? tidak lain tidak bukan adalah pengembangan fasilitas jalan seperti pengefektifan traffic light ataupun perlunya dibangun jembatan layang. Coba bayangkan dana yang dipakai untuk bangunan mercsuar itu digunakan untuk memperbaiki fasilitas jalan guna menguraikan macet, berapa triliyun rupiah bisa dihemat dari pemborosan bensin karena macet bisa dihemat?

Sidoarjo sebagai salah satu pemerintahan daerah terkaya di Jawa Timur hanya memiliki satu layanan rumah sakit, sungguh hal yang sangat memiriskan hati. Terlebih lebih rencana pembangunan rumah sakit di daerah Sidoarjo Barat ibarat bola sepak yang ditendang ke kanan kekiri yang kejelasan pembangunannya "kurang mendapat perhatian" dari APBD. Apakah pembangunan rumah sakit ini kurang urgent dibandingkan dengan gedung mercusuar itu?

Memang pembangunan gedung pemerintahan terpadu akan terlihat seolah olah Sidoarjo bersolek dan "maju" serta modern. Memang dengan menyatukan semua instansi ke dalam satu tempat bisa menjadikan gedung gedung lama dikomersilkan untuk menambah kas pemerintahan. Namun ada dua hal yang dilupakan pertama teknologi IT bisa memberikan solusi lebih murah bila alasannya adalah integrasi pelayanan. Kedua rasa keadilan sosial masyarakat yang terabaikan. Bagaimana tidak terabaikan, bila masalah layanan dasar saja masih belum maksimal lha kog mau "dandan".

Wallahua'lam bisyowab

*) Respon terhadap rencana pembanguan gedung pemerintahan integrative Rp800 Milyar kabupaten Sidoarjo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun