Lebih penting mana membangun Gedung terpadu atau infrastruktur?
Ini mungkin pertanyaan yang susah susah gampang dijawab, Kalau melihat kebelakang, kita melihat para raja raja jawa bila mereka mangkat atau ingin dikenang maka mereka mendirikan bangunan monumental seperti Candi dan sejenisnya.
Sidoarjo yang mengklaim sebagai kabupaten dengan pendapatan asli daerah terbesar kedua di Jawa Timur, memiliki ambisi untuk membangun Gedung pelayanan terpadu pemerintahan. Terinspirasi dari kunjungan luar negeri (Azerbaijan-Jawa Pos 29 Juli 2017) Pemerintah kabupaten Sidoarjo berniat  membangun gedung pemerintahan integrative 17 lantai.
Alasan agar bisa memberikan layanan yang integratif itu terlihat sungguh naif dan menisbihkan kemajuan teknologi khususnya teknologi yang sudah mencapai 4G saat ini. Dengan kemajuan teknologi komunikasi dan informasi saat ini layanan integratif tidak harus mendatangi satu pusat layanan, itu sudah kuno. Layanan integratif bisa dilakukan dengan diakses dari manapun dan kapanpun. Website menjadi ujung tombak pastinya. Kelurahan dan kecamatan jadikan jaringan untuk verifikasi yang terkoordinasi dengan instansi teknis layanan lainnya.
Dilihat dari skala prioritas pembangungan,  apakah gedung itu lebih penting dari normalisasi sungai di Sidoarjo yang tiap tahun memiliki kontribusi terhadap banjir tahunan di daerah Kutuk, Lemah putro, Jalan Kartini  dan beberapa lokasi lainnya?
Apakah gedung itu lebih penting dari pada penguraian kemacetan karena pembangunan frontage road dari Surabaya "mbambet" ketika memasuki wilayah Sidoarjo?
Apakah gedung itu lebih penting dari pada pembangunan Rumah Sakit di Wilayah barat Sidoarjo yang katanya APBD tidak mampu membiayainya?
Bila jawabannya iya, maka pasti yang menjawab itu tidak pernah turun kebawah dan melihat realitas lapangan
Mari kita kupas satu satu skala prioritas yang seharusnya diberikan kepada masyarakat.
Normalisasi sungai dan pencegahan banjir. Untuk masalah banjir di kota Sidoarjo, ndak usa kita buka data, kita tanya saja kepada masyarakat Sidoarjo pada musim penghujan " berapa lama SDN Lemah Putro 1 harus diliburkan karena sekolah ini terendam banjir?" atau coba tanya " berapa fasilitas taman yang disediakan oleh Pemda yang layak untuk anak bermain?" atau coba tanya " berapa kilometer areal pedestrian di Sidoarjo yang layak untuk jalan kaki?" Tiga hal mendasar masalah perkotaan ini dari tahun ke tahun penyelesaiannya tidak jelas. Misalnya program normalisasi sungai, mana yang efektif mencegah banjir dimusim hujan? Coba bila program normalisasi sungai dijalankan dengan membuat ruang publik yang ramah bagi anak dilakukan, oh betapa indahnya Sidoarjo.
Kemacetan adalah "segon jangan", kemacetan adalah makanan sehari hari hari di Sidoarjo, khusunya jalur menuju Surabaya. Mengapa ini bisa terjadi? Pertama karena pembangunan frontage road dari Surabaya "mbambet" ketika memasuki wilayah Sidoarjo. Kedua, Pertemuan arus memutar di daerah Aloha. Ketiga keruwetan di perempatan Gedangan. Keempat, jalur keluar masuk perumahan Puri Surya jaya di Gedangan. Di luar jalur Sidoarjo Surabaya, hantu kemacetan juga menghantui daerah Jalan raya Cemengkalang menuju kota Sidoarjo. untuk jalur ini beberapa menyalahkan alur kluar masuk di perumahan Kahurupan Nirvana.Â