Mohon tunggu...
D. Wibhyanto
D. Wibhyanto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Bidang Sastra, Sosial dan Budaya

Penulis Novel CLARA-Putri Seorang Mafia, dan SANDHYAKALANING BARUKLINTING - Tragedi Kisah Tersembunyi, Fiksi Sejarah (2023). Penghobi Traveling, Melukis dan Menulis Sastra, Seni, dan bidang Sosial Budaya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

78 Tahun Merdeka: "Listrik Berbunyi, Tanah Tak Punya, Air Beli"

18 Agustus 2023   11:35 Diperbarui: 18 Agustus 2023   12:43 803
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi, secangkir kopi untuk Bang Boim. (foto:wibhyanto/dokumen pribadi) 

Aku lalu kembali ke laptop, menulis artikel tentang HUT 78 RI. Tetapi kali ini, aku tak lagi berpikir lagi tentang apa makna kemerdekaan bagiku, seperti tema yang disodorkan mimin kompasiana.

Tetapi aku masih gelisah, teringat ucapan Bang Boim, kawanku yang pemulung itu, "78 tahun Indonesia Merdeka. Aku atau mungkin juga banyak orang lainnya, masih berdebar debar mendengar bunyi Token Listrik berkedip kedip, soal kontrakan bulanan yang harus dilunasi, tanah tak punya. Dan segalon air yang masih harus dibeli. Dan ini semua masih terjadi di tanah airku, tanah tumpah darahku, bangsaku sendiri, negeri kaya raya yang amat kucinta".

Mungkin dalam hal ini, aku, Bang Boim, atau sebagian kita, termasuk di lapisan rakyat yang belum beruntung. Belum merdeka seutuhnya.

Menutup diary ini, aku mencatat: "Kita lahir di era kemerdekaan, bukan di era penjajahan. Tetapi di era merdeka ini, justru bagiku penjajahan baru telah datang. Bukan dalam rupa ekspansi kolonialisme perang. Melainkan sebuah sistem sosial ekonomi yang terus membelenggu". 

Tak bisa disentuh dan diraba, tetapi sistem itu benar benar masih menjajah, dan nyata bisa kita dirasakan bersama-sama "betapa dahsyat nyeseknya" di dalam dada.

Hanya satu kalimat masih bisa diucapkan di HUT 78 RI ini, dengan semangat menyala: "Selamat berjoeang, kawan!". Hanya itu.

SELESAI. 

*disclaimer: tulisan ini, sudah "Centang Biru" seijin Bang Boim, kawanku yang pemulung itu, untuk aku kirim sebagai artikel di Kompasiana. Tapi dia tak mau difoto. Ogah jadi artis, katanya sambil tertawa.

ilustrasi, secangkir kopi untuk Bang Boim. (foto:wibhyanto/dokumen pribadi) 
ilustrasi, secangkir kopi untuk Bang Boim. (foto:wibhyanto/dokumen pribadi) 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun