Mohon tunggu...
D. Wibhyanto
D. Wibhyanto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Bidang Sastra, Sosial dan Budaya

Penulis Novel CLARA-Putri Seorang Mafia, dan SANDHYAKALANING BARUKLINTING - Tragedi Kisah Tersembunyi, Fiksi Sejarah (2023). Penghobi Traveling, Melukis dan Menulis Sastra, Seni, dan bidang Sosial Budaya.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Kisah "Ojo Jajan", Anak Mbeling di Stasiun Willem I Ambarawa

3 Agustus 2023   07:30 Diperbarui: 3 Agustus 2023   08:30 520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suara peluit kereta tua itu memang selalu khas bagiku: "Duwittt..duwitt..duwiiitt.! ojo jajan..ojo jajan, ojo jajan!". Dan itulah suara yang sering kutirukan dari lokomotif uap B25 saat itu. Hihihi..

Kereta Api Tua yang Mendengus

Aku kerap mengamati bahwa asap putih mengepul dari sisi kiri-kanan kereta tua B25 berbobot 882 ton itu, sambil mengeluarkan bunyi mendengus keras seperti ban kempis atau suara tekanan rem angin dari truk tronton. Lokomotif uap ini berisi 8.250 liter air dan uap air, berbahan bakar kayu jati, dan mengangkut penumpang serta barang dengan empat gerbong yang kini benar-benar kulihat telah berhenti.

Lokomotif buatan Maschinenfabriek Esslingen Jerman tahun 1902 itu baru saja menempuh perjalanan sejauh 37 kilometer dari Stasiun Kedungjati, Grobogan hingga Ambarawa. Jadwal kedatangan dan keberangkatan di rute stasiun ini dilakukan dua kali sehari, pagi dan sore hari.

Ketika kereta berhenti, para penumpang, terutama para pedagang, berhamburan keluar membawa barang dagangan seperti daun jati, arang kayu, dan kayu jati yang telah dipotong kecil-kecil dan diikat tali. Beberapa kuli panggul langsung bergegas ke gerbong untuk menurunkan semua barang dagangan dan mengosongkan isinya.

Barang barang dagangan itu kemudian diangkut oleh delman, andong atau dokar yang sudah ngetem, siap berjajar menunggu muatan di pelataran depan stasiun. Kala itu tahun 1975, angkutan penumpang umum utama di kota Ambarawa adalah andong atau kereta kuda.

Stasiun Willem I yang dibangun oleh Nedherlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NISM) kala itu termasuk stasiun yang sibuk. Pelataran halaman parkirnya selalu dipenuhi barisan andong yang ngetem mencari penumpang. (seperti kebiasaan taksi ngetem di zaman sekarang).

Menurutku kala itu, suasana paling ramai mirip pasar akan terasa di jam menjelang kereta tiba atau menjelang keberangkatan kereta Tipe B25 di Stasiun itu.

Lokomotif Uap yang Langka 

Lokokomotif uap Tipe B25 ini termasuk jenis lokomotif uap yang langka. Di Indonesia konon lokomotif ini hanya tersedia 5 unit. Nah, 3 unit lokomotif uap buatan Jerman ini dipakai untuk operasional di stasiun Willem I Ambarawa, di nun kala itu.

Menurut cerita, lokomotif uap Tipe B25 ini dahulu sering dipakai untuk mengangkut pasukan KNIL Belanda untuk ditempatkan di tangsi militer Benteng Pendem Willem I yang tidak jauh lokasinya dari stasiun itu. Benteng terbesar di Jawa ini dibangun di Desa Bejalen, dekat Rawapening Ambarawa pada tahun 1835 dan selesai pada tahun 1848.

KNIL adalah Tentara Kerajaan Hindia Belanda atau angkatan perang kolonial Hindia Belanda. Mereka bermarkas antara lain di Benteng Pendem Willem I, dan tangsi militer Banyubiru, Ambarawa.

Stasiun Willem I Ambarawa sendiri berfungsi sebagai pusat transportasi militer di Jawa Tengah, sehingga pasukan Belanda dari tangsi militer Magelang atau Semarang dapat dengan mudah diangkut ke Benteng Willem I Ambarawa melalui kereta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun