Tuntutan Hak dan Keadilan: Repatriasi juga merupakan respons terhadap tuntutan hak dan keadilan. Banyak artefak budaya diambil dari negara-negara asalnya selama masa kolonial atau dalam konteks perdagangan ilegal yang melanggar hukum internasional.Â
Repatriasi menjadi bagian dari upaya untuk menghormati hak milik dan integritas budaya negara asal serta memperbaiki ketidakseimbangan sejarah dan keadilan dalam perolehan benda-benda budaya tersebut.
Pelestarian dan Konservasi: Pengembalian artefak budaya ke negara asalnya dapat meningkatkan kemungkinan pelestarian dan konservasi yang lebih baik. Negara asal memiliki pengetahuan dan keahlian yang lebih baik dalam merawat, menjaga, dan mempertahankan artefak mereka.Â
Dengan mengembalikan artefak ke negara asalnya, mereka dapat ditempatkan di institusi yang sesuai dan dipelihara dengan baik untuk generasi mendatang.
Hubungan Diplomatik dan Kerjasama:Â Repatriasi artefak budaya dapat memperkuat hubungan diplomatik dan kerjasama antara negara-negara. Proses repatriasi sering kali melibatkan negosiasi dan kesepakatan antara negara-negara yang terlibat.Â
Ini dapat menciptakan ikatan yang lebih baik antara negara-negara tersebut dan memperkuat kerjasama dalam bidang budaya, penelitian, dan pelestarian warisan.
Penting dicatat bahwa alasan dan motivasi di balik repatriasi artefak budaya dapat bervariasi tergantung pada situasi dan konteks yang spesifik.
Setiap kasus repatriasi dapat melibatkan faktor-faktor yang unik dan kompleks, termasuk pertimbangan hukum, politik, dan etika.
Komitmen Global untuk Repatriasi Artefak Budaya
Sejak 2022, negara negara di Eropa termasuk Amerika Serikat melakukan tindakan repatriasi artefak budaya. Beberapa  upaya itu, di antaranya:
Belanda - Pada tahun 2020, Belanda mengumumkan untuk mengembalikan sejumlah artefak budaya kepada Indonesia. Ini termasuk koleksi benda-benda sejarah, senjata, dan tekstil yang diambil selama masa kolonial Belanda. Proses repatriasi ini masih dalam tahap perundingan antara kedua negara.
Prancis - Pada tahun 2020, Prancis setuju untuk mengembalikan sejumlah kepala patung Maori kepada Selandia Baru. Kepala-kepala patung ini diambil selama ekspedisi Prancis pada abad ke-19 dan merupakan bagian penting dari warisan budaya Maori. Proses pengembalian dilakukan setelah negosiasi antara Prancis dan Selandia Baru.