Mohon tunggu...
D. Wibhyanto
D. Wibhyanto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Bidang Sastra, Sosial dan Budaya

Penulis Novel CLARA-Putri Seorang Mafia, dan SANDHYAKALANING BARUKLINTING - Tragedi Kisah Tersembunyi, Fiksi Sejarah (2023). Penghobi Traveling, Melukis dan Menulis Sastra, Seni, dan bidang Sosial Budaya.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Panen Tiba: Membakar Jerami, Mata Perih dan Pencemaran Udara, Sudah Biasa di Desa?

2 Juli 2023   12:13 Diperbarui: 4 Juli 2023   01:35 946
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
perempuan menggendong karung hasil panen padi (foto:wibhyanto/dokumen pribadi)

Teknologi dan Infrastruktur: Beberapa metode pengolahan limbah pertanian memerlukan teknologi khusus atau infrastruktur yang belum tersedia di daerah pertanian tertentu. Keterbatasan teknologi dan infrastruktur dapat menjadi hambatan dalam menerapkan praktik berkelanjutan.

Kebiasaan dan Tradisi: Beberapa praktik pertanian yang tidak ramah lingkungan mungkin sudah menjadi bagian dari tradisi atau kebiasaan petani, sehingga sulit untuk mengubahnya menjadi metode yang lebih berkelanjutan.

Kebijakan dan Regulasi: Kurangnya dukungan dari pemerintah dan lembaga terkait, serta kebijakan atau regulasi yang tidak mendukung, juga dapat menjadi hambatan dalam menerapkan praktik pengolahan limbah pertanian yang lebih ramah lingkungan.

Dampak Ekonomi: Beberapa metode pengolahan limbah pertanian berkelanjutan mungkin tidak memberikan hasil ekonomi yang segera dan langsung bagi petani. Ini dapat membuat petani enggan beralih ke praktik yang lebih berkelanjutan jika dampak ekonomi tidak terlihat secara jelas.

Meskipun ada tantangan dalam mengadopsi metode pengolahan limbah pertanian yang ramah lingkungan, perlu diingat bahwa langkah-langkah ini penting untuk menjaga lingkungan, keberlanjutan pertanian, dan kesejahteraan manusia.

Oleh karena itu, diperlukan kolaborasi antara petani, pemerintah, lembaga penelitian, dan masyarakat secara keseluruhan untuk mengatasi tantangan ini dan mendorong perubahan menuju praktik pertanian yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan.

Jika hal ini tidak pernah dilakukan, barangkali praktik kebiasaan lama membakar berton-ton jerami sehabis panen, tetap dilakukan, sebagai langkah praktis efektif efisien bagi petani, walau mereka sebenarnya tahu bahwa hal itu mencemari lingkungan dan menyebabkan polusi yang mengganggu kesehatan.

 "Ya mau gimana lagi, kan membakar jerami itu sudah biasa dan malah sudah mentradisi, mas". Begitu kata beberapa petani, kepada penulis, beberapa waktu lalu seusai panen di sawah belakang rumah tinggal bapak di desa Mangunsari, Sawangan, Magelang.

Selesai
ilustrasi sebagian jerami dikomoposkan di sawah di belakang rumah (foto:wibhyanto/dokumen pribadi)
ilustrasi sebagian jerami dikomoposkan di sawah di belakang rumah (foto:wibhyanto/dokumen pribadi)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun