Semua orang yang berada dalam ruangan pendopo itu terdiam. Dalam hati mereka merasa iba pada keadaan pemimpin mereka yang tengah tersayat luka hatinya itu.
"Namun jika itu jalan kesadaranmu yang kau tempuh. Baiklah, kutempuh pula apa yang seharusnya Mangir lakukan. Wewaler bumi perdikan telah kau langgar. Maka kewajibanku untuk menegakkan bumi perdikan ini, merebut kembali dari pemberontak. Kau telah memilih jalan sebagai pemberontak dan pengkhianat di Mangir, anakku. Hadapilah aku bapamu dan segenap pasukanku", pungkas Ki Ageng Wanabaya kemudian.
Matanya memerah, duka yang dalam kini bercampur tekad yang besar untuk merebut kembali Mangir dari tangan pemberontak, dan mengembalikan kembali kekuasaan kepada yang semestinya.
Maka demikianlah Baruklinting telah dianggap sebagai pemberontak, pengkhianat dan pendongkel kekuasaan dari ayah kandungnya sendiri. Baruklinting tak bisa dibiarkan begitu saja. Sebab dia telah merongrong kewibawaan penguasa tertinggi yang seharusnya, yaitu Ki Ageng Wanabaya.
Maka demi menyelamatkan bumi perdikan, demi kepentingan yang lebih luas, dan menegakkan kewibawaan kepemimpinan Mangir, Ki Ageng Wanabaya saat itu juga menitahkan orang-orang kepercayaannya untuk menggalang pasukan yang besar.
"Kumpulkan semua wadyabala, mereka yang masih setia padaku. Kita rebut Mangir dari Baruklinting", titah Ki Ageng Wanabaya kepada semua yang hadir di ruangan pendopo itu.
"Sendiko!", jawab mereka serempak, hampir berbarengan.
***
Orang-orang kepercayaan Ki Ageng Wanabaya pun bergerak cepat. Ki Ageng Wanabaya akhirnya berhasil menjalin komunikasi lagi dengan para pendukungnya. Para pendukung setia itu terutama mereka para pangreh praja, para demang dan pemuka masyarakat yang tinggal di desa-desa, hingga pegunungan di pelosok wilayah Mangir. Para pengikut setianya terutama penduduk yang berasal dari lima Kademangan di luar Kotapraja, yaitu Pajangan, Tangkilan, Pandak, Paker, Jlegong.
Adapun kekuatan pendukung Ki Ageng Wanabaya di Kotapraja tidak bisa diambil alih lagi, sebab mereka berada dalam pengaruh dan kekuasaan Baruklinting.
Dengan dukungan kekuatan para pengikutnya itu, Ki Ageng Wanabaya membentuk laskar pasukan Mangir yang ternyata banyak jumlahnya. Mereka terdiri dari gabungan laskar khusus. Antara lain, laskar prajurit tombak, laskar prajurit tameng dan pedang, laskar prajurit panah, dan sejumlah perwira berkuda garis depan yang disebut laskar pamungkas. Jumlah mereka sedikitnya limaratus orang prajurit. Jumlah itu besar untuk ukuran satuan pasukan Mangir di masa itu.