Mohon tunggu...
D. Wibhyanto
D. Wibhyanto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Bidang Sastra, Sosial dan Budaya

Penulis Novel CLARA-Putri Seorang Mafia, dan SANDHYAKALANING BARUKLINTING - Tragedi Kisah Tersembunyi, Fiksi Sejarah (2023). Penghobi Traveling, Melukis dan Menulis Sastra, Seni, dan bidang Sosial Budaya.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Sandhyakalaning Baruklinting-Tragedi Kisah Tersembunyi (Episode#23)

6 Mei 2023   13:34 Diperbarui: 21 Mei 2023   10:43 365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
"Pulanggeni Gugur"#23 / image cover by D.Wibhyanto / dokumen pribadi. 

"Tumpes kelor!", teriak Baruklinting merangsek ke depan, memberi komando serang pada para pasukan dan pengikutnya. 

Maka pecahlah pertempuran singkat tertapi ganas di Njaban Beteng. Serangan itu begitu tiba-tiba. Pulanggeni yang sekarat tak bisa menghindar. Sebuah tebasan golok dari laskar Baruklinting mengenai dadanya. Beberapa tikaman berikutnya dari bilah keris dan pisau menancap ke tubuhnya, entah siapa yang melakukannya. 

Serangan yang bertubi-tubi itu menyebabkan Pulanggeni gugur. Tubuhnya tumbang, layu bersimbah darah.

Para penduduk terutama pendukung Pulanggeni di tempat itu, turut menjadi korban. Adapun pasukan Bayangan Hitam yang masih tersisa tampak kocar-kacir melarikan diri. Laskar Mangir pengikut Baruklinting dibawah pimpinan Ki Mijil dan Ki Gringsing itu benar-benar mengamuk. Mereka tak memberi ampun pada siapa saja yang dianggap sebagai musuh. 

"Mundurr!", teriak sebuah suara. Itu adalah teriakan komando Arya Jalu kepala divisi pasukan Bayangan Hitam. Pertahanan gerombolan Nogo Kemuning telah benar-benar bagaikan pasar bubrah, berantakan. 

Sedetik kemudian, sekelompok kecil orang-orang Pulanggeni yang masih tersisa berlarian mundur menyelamatkan diri. Di antara mereka yang melarikan diri itu adalah Arya Jalu dan Margopati kepala telik sandi pasukan Bayangan Hitam. Adapun Ki Argoseto ahli peracik racun dan gendam tak tampak di antara mereka. Mungkin dia telah tewas bersama para korban lainnya dalam pertempuran singkat itu. Tak ada yang tahu.

"Biarkan mereka pergi. Biarkan mereka hidup", teriak Baruklinting sambil masih menggenggam Tombak Baruklinting di tangannya. Maka para pendukung Baruklinting tak mengejar musuh yang lari tunggang langgang itu. Segelintir dari musuh yang tersisa itu lalu terus meninggalkan Kotapraja Mangir. Mereka pulang ke Selo Merbabu. Dan tak pernah kembali ke tempat itu.

Padepokan Nogo Kemuning, Selo-Merbabu.

Serangan Baruklinting benar-benar meluluh lantakkan kekuatan gerombolan Nogo Kemuning. Dengan tertatih-tatih beberapa pasukan yang masih tersisa, berhasil meninggalkan Kotapraja Mangir. Margopati berhasil membawa sisa-sisa pasukannya kembali pulang ke markas mereka di Padepokan Nogo Kemuning, Selo-Merbabu. Dia benar-benar murka dan berduka. Hanya dirinya dan Arya Jalu bersama beberapa pasukan saja yang tersisa. 

Sejak itulah, Margopati mengambil alih kepemimpinan gerombolan Nogo Kemuning menggantikan Pulanggeni yang telah tewas di Mangir. Margopati lalu terang-terangan menyatakan permusuhan kepada semua orang Mangir dan seluruh anak keturunannya. Kemarahannya yang luar biasa, memunculkan tekad untuk menghapus segala cerita tentang sejarah Baruklinting, dengan cara membunuh siapa saja yang menceritakan atau menyebut-sebut Baruklinting. Nama Baruklinting harus dilenyapkan selamanya di muka bumi, dan tidak ada yang berani lagi yang membicarakannya. 

Bahkan tentang Mangir pun juga demikian. Kelak pada suatu masa, orang takut untuk menceritakan tentang Mangir, menyebut nama Mangir, atau berhubungan dengan orang-orang Mangir. Di masa itu, maka nama Mangir dan Baruklinting seolah telah mengandung suatu kutukan dan aib yang tak pantas untuk dibicarakan.

Ndalem Alit Wanabayan, Kotapraja

Dan demikianlah untuk beberapa saat, Baruklinting menjadi penguasa Mangir tanpa ada gangguan dari siapa pun. Untuk beberapa saat? Ya. "Siapa dapat menjamin bahwa kekuasaan adalah abadi". Baruklinting juga berpandangan demikian. Sebab dia masih teringat kepada pesan wisik dari Lintang Panjer Sore di Gua Langse, bahwa setelah terjadi prahara di Mangir, kekuasaan dan kejayaan Baruklinting akan meredup. Bahkan akan hancur berkeping-keping. 

Baruklinting menyadari keadaan ini. Dia telah siap mengikuti segala kemungkinan apapun itu yang terjadi. Jikalau keadaan itu disebut takdir, maka Baruklinting telah siap menjemput takdirnya sendiri. 

Dalam pada itu, setelah beberapa waktu berlalu, tiba-tiba seorang prajurit jaga regol depan gerbang Wanabayan berlari kecil menghadap Baruklinting yang sedang berada duduk di belakang Ndalem Alit Wanabayan. Dia memberitahu bahwa seseorang meminta ijin untuk bertemu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun