Mohon tunggu...
D. Wibhyanto
D. Wibhyanto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Bidang Sastra, Sosial dan Budaya

Penulis Novel CLARA-Putri Seorang Mafia, dan SANDHYAKALANING BARUKLINTING - Tragedi Kisah Tersembunyi, Fiksi Sejarah (2023). Penghobi Traveling, Melukis dan Menulis Sastra, Seni, dan bidang Sosial Budaya.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Sandhyakalaning Baruklinting-Tragedi Kisah Tersembunyi (Episode#21)

30 April 2023   09:25 Diperbarui: 30 April 2023   10:35 422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
"Ontran Ontran Kotapraja" #21, Cover image by D.Wibhyanto/dokumen pribadi.

Ontran Ontran Kotapraja (#21)

Ki Ageng Wanabaya di Ndalem Wanabayan pun bereaksi keras atas keadaan Kotaprarja yang kacau oleh para perusuh. Lalu dia memerintah dan menunjuk Baruklinting untuk memimpin pasukan Mangir, menumpas aksi penjarahan dan kekacauan oleh kelompok gerombolan asing beratribut umbul-umbul warna kuning itu.

"Keadaan Kotapraja tak menentu. Lakukan tindakan cepat agar keadaan itu pulih kembali seperti semula. Kupercayakan soal ini kepadamu", titah Ki Ageng Wanabaya kepada Baruklinting.

"Sendiko, Bapa". Baruklinting dengan sigap berjanji menjalankan perintah dan amanat itu. Maka berdasar perintah dan amanat bapanya itu, Baruklinting bergerak cepat mendatangkan kekuatan bala pasukan cadangan ke Kotapraja. Mereka adalah laskar rakyat yang berasal dari pasraman Kasunyatan Jagad, Kulonprogo. Ki Mijil memimpin pasukan laskar itu masuk ke Kotapraja. 

Namun di sisi lain, ternyata diam-diam sebuah divisi pasukan khusus lain pengikut Baruklinting yang menyamar sebagai pemberontak berpakaian kuning-kuning telah dipersiapkan Demang Darismanta untuk menyerbu Ndalem Wanabayan. Baruklinting telah memulai suatu tindakan yang berbahaya.

Maka di saat yang telah ditentukan, mereka mendadak menyerbu Ndalem Wanabayan. Dalam situasi itu akibatnya Baruklinting seolah kewalahan menghadapi serbuan mendadak pasukan asing berseragam serba kuning yang telah diatur itu. Sedangkan kerabat Sentana Mangir lainnya menjadi penuh ketakutan karena tak mampu melawan para pemberontak yang jumlahnya banyak itu. 

Di tengah kegentingan di Ndalem Wanabayan, Baruklinting memakai kekuatan pusaka yang melekat pada tubuhnya, yaitu lidahnya sendiri. Dia memainkan susunan kata-kata yang terdengar apik dan sopan, tetapi sebenarnya itu mengandung kekuatan gendam. Baruklinting memateg ajian Kencana Lathi. Dia membujuk Ki Ageng Wanabaya, kerabat Sentana, dan pejabat pemerintahan Mangir untuk bersedia segera mengungsi ke Gunungkidul, sampai keadaan Mangir dinyatakan pulih kembali oleh Baruklinting, dalam tempo waktu yang tidak ditentukan. 

"Lebih baik Bapa dan kerabat inti Sentana pergi mengungsi ke Gunungkidul. Saya atasi dan lawan para perusuh ini lebih dulu. Keadaan menghendaki demikian, Bapa", pungkas Baruklinting kepada Ki Ageng Wanabaya. "Saya akan berusaha menghalau sendiri para pemberontak itu dari Mangir", imbuhnya lagi. 

Ki Ageng Wanabaya yang terdesak, menyetujui saran Baruklinting. Bahkan dia juga menyerahkan segala urusan keamanan Mangir kepada Baruklinting. 

Maka rombongan Ki Ageng Wanabaya melalui jalur belakang Ndalem Wanabayan, diam-diam mereka pergi mengungsi ke suatu tempat tersembunyi ke arah Gunungkidul. Di antara rombongan kecil para pengungsi itu ada ayahku, dan aku. 

Dalam pelarian itu, Ki Ageng Wanabaya hanya membawa pusaka Tombak Kyai Upas. Dia tidak sempat membawa pusaka-pusaka Mangir lainnya. Pusaka-pusaka itu masih berada tersimpan di Ndalem Kapusakan. 

Setelah Ki Ageng Wanabaya pergi mengungsi, maka terjadi kekosongan kepemimpinan di kursi Dampar Kedaton, yaitu kursi simbol kekuasaan di Ndalem Wanabayan. Kekosongan kursi kepemimpinan itu, akhirnya dimanfaatkan oleh Baruklinting. Dia akhirnya menduduki kursi kedaton Mangir itu seutuhnya, walau untuk sementara waktu. Dia lalu membersihkan Ndalem Wanabayan dari semua orang yang diduga masih setia pada Ki Ageng Wanabaya. Dia mencopot semua pejabat yang setia pada ayahnya itu dan mengganti dengan pejabat baru. 

Sementara itu Pulanggeni dan kelompoknya menjadi bertambah geram. Dia merasa difitnah dan dikhianati oleh Baruklinting. 

Maka saat itu juga, Pulanggeni memutuskan untuk terang-terangan melawan Baruklinting. Semua atribut Nogo Kemuning yang semula disimpan di tempat tesembunyi, akhirnya dia keluarkan semuanya. Dia perintahkan semua orang-orangnya untuk terang-terangan memakai semua seragam warna kuning, lalu memasang semua umbul-umbul dan bendera Nogo Kemuning di jalan-jalan Kotapraja. Dengan demikian Pulanggeni telah memicu api permusuhan.

Pasukan Bayangan Hitam Nogo Kemuning dibawah pimpinan Pulanggeni pun muncul seutuhnya sebagai barisan pasukan gerombolan yang nggegirisi, memakai pakaian hitam-hitam. Mereka lalu unjuk kekuatan di tengah kota, mengelilingi alun-alun sambil mengibarkan umbul-umbul dan bendera berwarna kuning dengan lambang ular melingkar di tengahnya. 

Pulanggeni dan gerombolannya juga memateg ajian Gendam Jiwo. Sehingga banyak penduduk Mangir di Kotapraja terpapar oleh ajian itu. Siapa saja penduduk yang terkena ajian Gendam Jiwo, mereka dengan sukarela menjadi pengikut Pulanggeni, dan terlibat dalam kerusuhan di Kotapraja membela Pulanggeni. 

Bahkan para penduduk yang sebagian telah dalam pengaruh Gendam Jiwo itu, juga turut memakai pakaian serba kuning dan mengikuti pawai unjuk kekuatan itu. Suasana tengah kota benar-benar menegangkan karena dipenuhi oleh massa pemberontak berpakaian serba kuning itu.

Dengan memakai kekuatan ajijaya kawijayan Gendam Jiwo dan Teluh Wiso, Pulanggeni dan pasukan Bayangan Hitamnya lalu mengamuk di hampir seluruh pelosok Kotapraja. Akibatnya banyak penduduk sipil menjadi korban keganasan mereka. 

Kekuatan Teluh Wiso benar-benar nggegirisi. Sebab banyak korban tewas berjatuhan dalam kondisi tubuh membiru seperti terkena racun upas ular yang ganas. Mereka adalah penduduk sipil Mangir yang mencoba melawan gerombolan Nogo Kemuning. Keadaan Kotapraja benar-benar mencekam. 

*** 

Adapun keempat telik sandi Mataram yang menyebar dan berada dalam kekacauan itu, hampir saja menjadi korban serangan Teluh Wiso dan Gendam Jiwo. Untung saja akhirnya mereka lolos dari serangan itu, setelah mereka merapal suatu mantera anti teluh yang mereka kuasai. 

"Selowatu watuselo. Niat ingsun amateg ajiku tameng wojo. klambiku wesi kuning sekalian kandele. Ototku kawat balungku wesi kulitku tembogo. Dagingku wojo. Kepkarekep barukut kinemulan wojo inten. Sakabehing ora biso nedasi. Mimis bedhil podho nglumpruk kadyo kapuk tan tumomo ing badanku. Saking kersaning Gusti ingsun. Selowatu watuselo", ujar mereka di tempat persembunyian masing-masing. 

Dengan kekuatan mantera itu, pasukan telik sandi Mataram itu menjadi kebal dari segala serangan teluh. Lalu mereka mengganti pakaian dengan pakaian serba berwarna kuning. Dan kembali menyusup ke tengah kota, bergabung dalam barisan massa perusuh dan turut membuat kekacauan dan adudomba.

Pasukan telik sandi itu benar-benar piawai menjalankan gerakan apa yang mereka sebut, kode sandi"Kriwikan dadi Grojogan"! 

*** 

Baruklinting sangat terpukul dan marah. Sebab dia melihat banyak penduduk tak berdosa di Kotapraja yang mati sia-sia. Dia tidak ingin jatuh korban lebih banyak lagi di kalangan penduduk Mangir akibat perang pengaruh, kerusuhan, adudomba dan perang gendam. 

Maka dalam pada itu Baruklinting berkelebat masuk ke kerumunan massa di alun-alun Kotapraja. Dia mencoba mengusir semua orang-orang Nogo Kemuning dan penduduk Mangir yang dalam pengaruh Gendam Jiwo. Sebab barisan massa itu telah merangsek, mendekati wilayah Ndalem Wanabayan. Maka Baruklinting memateg suatu ajian kuno yang jarang dipergunakan oleh para spiritualis di tanah Jawa. Itu adalah ajian Gelap Ngampar!

"Hong, ingsun amatek ajiku si gelap ngampar, Gebyar-gebyar ana ing dadaku, Ula lanang guluku. Macan galak ana raiku, Surya kembar ana netraku, Durgadeglak ana pupuku, Gelap ngampar ana pengucapku, Gelap sewu suwaraku, hya ingsun si gelap sewu. Gelap ngampar kuwang-kuwang, Midaku raku, Gelap ngampar pengucapku, Nyaut ora nyunduk, Gajah meta, Kala anembah, rep sirep saking kersaning Allah Gustiku". Ujar Baruklinting merapal mantera ajian Gelap Ngampar. 

Dia merapal mantera itu berulang-ulang, sambil merundukkan tubuh dan menjejakkan kakinya ke tanah. Bagai belalang Baruklinting melentingkan tubuhnya ke angkasa. Dengan memakai daya kesaktiannya, Baruklinting lalu terbang melayang bagai elang, tinggi ke angkasa, sambil menebarkan daya pamor kekuatan ajian Gelap Ngampar ke langit Kotapraja. 

Maka sejeda kemudian, seketika itu juga langit Kotapraja berubah berwarna putih kemerahan tertutup oleh kabut asap merah yang datang entah darimana, yang turun seperti selimut menyelimuti Kotapraja. Daya kekuatan ajian Gelap Ngampar dalam rupa kabut itu melayang-layang dan melumpuhkan siapa saja yang dianggap musuh oleh Baruklinting.

Pengaruh daya ajian Gelap Ngampar benar-benar nggegirisi. Kabut asap berwarna merah itu lalu sesekali mengeluarkan kilatan cahaya petir disertai ledakan dahsyat dan suara geledeg berulang-ulang. Maka siapa saja musuh yang mendengar ledakan suara petir itu mendadak limbung berguling-guling ke tanah, sambil menutup telinga dengan kedua telapak tangan. Sebagian besar dari mereka langsung tuli penuh kesakitan. Sebagian massa lainnya di tengah Kotapraja itu langsung bersimpuh, menyerah dan akhirnya sebagian besar mereka kocar-kacir melarikan diri.

Baruklinting akhirnya menghentikan daya ajian Gelap Ngampar itu, setelah yakin bahwa musuh telah berhasil dipukul mundur dari alun-alun Kotapraja. Pasukan Nogo Kemuning menarik diri dari alun-alun dan semua penjuru Kotapraja. Mereka kembali ke titik pertahanan terakhir mereka di Njaban Beteng. 

Namun begitu, suasana Kotapraja masih mencekam. Dan setiap waktu peperangan dan kerusuhan bisa saja terjadi lagi.

Baruklinting sendiri terkejut setelah menyadari bahwa daya kekuatan Gelap Ngampar telah memakan banyak korban, termasuk di kalangan penduduk Mangir sendiri. Lalu untuk mencegah agar tidak jatuh korban terlalu banyak di kalangan penduduk, dan demi mencegah kerusuhan berulang yang semakin meluas, Baruklinting mengundang Pulanggeni untuk berunding. 

Baruklinting ingin segala kerusuhan dan peperangan berhenti dan tidak terjadi lagi.

Maka melalui daya telepati tingkat tinggi, Baruklinting mengirim suatu pesan singkat kepada Pulanggeni: "Kutunggu di Ndalem Wanabayan. Datanglah sendiri, kita perlu bicara empat mata". 

*** 

Di suatu tempat semadinya di sebuah rumah Njaban Beteng, Pulanggeni yang sedang bersila tidak kesulitan untuk menerima pesan itu. Maka dia berangkat menemui Baruklinting di Ndalem Wanabayan. 

"Biarlah kutemui Baruklinting sendirian. Kalian pasukan Bayangan Hitam kuperintah tetap bersiaga. Jika terjadi jalan buntu pada pertemuan nanti, kuminta kalian untuk segera lakukan tumpes kelor! Habisi semua orang penduduk Mangir tanpa terkecuali!", perintah tegas Pulanggeni sebelum berangkat pada anak buahnya. 

"Sendiko!", teriak semua orang Nogo Kemuning yang berkerumun di rumah Njaban Beteng itu. Suasana di tempat itu benar-benar memanas. Orang-orang Nogo Kemuning merasa tak sabar ingin segera berperang, walau baru saja mengalami kekalahan hebat akibat serangan dari Baruklinting. 

Ndalem Wanabayan, Kotapraja Mangir.

Ini kali pertama Pulanggeni memasuki Ndalem Wanabayan pusat pemerintahan Mangir itu. Tempat yang dikelilingi oleh benteng kokoh itu tampak sepi. Baruklinting tampak telah menunggu kedatangan pemimpin gerombolan Nogo Kemuning itu di depan pendopo ageng. Tak tampak ada orang lain di tempat itu, selain mereka berdua. Entah di ruangan lain. Mungkin saja orang-orangnya Baruklinting sedang bersembunyi di sana. Pulanggeni menarik napas dalam-dalam. 

"Kukira kamu telah tewas lebih dulu di tempat ini", ujar Pulanggeni. Nada suaranya datar. 

"Sebaiknya kita duduk kembali, agar situasi di luar menjadi dingin", kata Baruklinting. 

"Aku mau penjelasanmu. Katakan dengan jujur, apakah orang-orangmu yang memakai atribut umbul-umbul warna kuning milikku untuk membuat kerusuhan di Kotapraja itu?".

"Aku tak melakukan perbuatan keji itu. Apalagi memakai pakaian yang bukan milikku sendiri", jawab Baruklinting. 

"Apakah orang-orangmu sendiri yang menyerang ke sanggar kedaton Wanabayan?". 

"Bukan. Mereka entah gerombolan asing darimana. Aku tidak tahu. Terserah kamu mempercayai ucapanku ini atau tidak." Pungkas Baruklinting tegas. Pulanggeni dalam hati tidak mempercayai ucapan Baruklinting ini. 

"Faktanya. Korban telah begitu banyak. Orang-orangku pun banyak yang mati sia-sia di tempat yang kau janjikan ini. Selanjutnya maumu bagaimana?" tanya Pulanggeni. 

"Aku tak memutuskan apapun. Itu terserah kamu sendiri dan kelompokmu untuk tetap tinggal di Mangir atau tidak. Itu bukan lagi urusanku", ujar Baruklinting. 

"Kupilih tetap tinggal. Tetapi ingatlah. Jangan sekali pun kau usik aku dan kelompokku. Aku tak akan mengusikmu atau orang-orangmu", pungkas Pulanggeni.

"Tetapi satu hal lagi aku minta", lanjut Pulanggeni. 

"Katakan saja". 

"Biarkan aku membalas dendam atas kematian orang-orangku. Biarlah kuburu dan kuhabisi orang-orang yang telah menyebabkan kematian itu. Mata dibalas dengan Mata. Setelah itu selesai. Agar kelompokku dan orang-orangmu bisa tenang hidup berdampingan tinggal di sini". 

"Sak karepmu! Lakukan saja. Tetapi jangan sampai salah sasaran. Sebab aku tak akan membiarkan orang-orangku mati sia-sia oleh balas dendammu yang sedemikian itu". 

"Sarujuk. Wes tak muleh. Aku undur diri", ujar Pulanggeni singkat. Baruklinting melepas kepergian Pulanggeni di depan pendopo Ndalem Wanabayan.

*** 

(BERSAMBUNG ke Episode #22 )

*Baca juga: Episode #20

*Baca juga: Episode #19 // * Daftar Pemakaian istilah Bahasa Jawa di Cerbung Sandhyakalaning Baruklinting 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun