"Lalu langkah apa selanjutnya, Ki?", tanya Linduaji pada atasannya itu.
"Jangan berlama-lama. Kita tebar paku ranjau di jalan-jalan. Kita lakukan adudomba. Sehingga muncul kekacauan. Lalu biarlah di antara mereka saling gebug lebih dulu", kata Ki Pamungkas.
"Dan kita akan tahu hasil akhirnya kemudian", lanjutnya.
"Tetapi apakah ini tidak menimbulkan korban jiwa yang banyak berjatuhan, Ki?", sergah Wisesa mencemaskan akan banyaknya jatuh korban nantinya.Â
"Biarkan saja. Bukan urusanku. Toh dengan demikian kita benar-benar nabok nyilih tangan. Baik Mangir, Baruklinting maupun gerombolan preman bayaran dari Merbabu itu pun akan sirna semua dengan sendirinya, tanpa perlu cawe-cawe Mataram.", tegas Ki Pamungkas.
"Kita mulai gerakan besok pagi, sebelum ayam jago berkokok tiga kali", pungkas Ki Pamungkas tegas. "Kode sandi operasi adalah: Kriwikan dadi Grojogan", lanjutnya.
"Sendiko!", sahut ketiga anak buahnya hampir serempak berbarengan.Â
Pertemuan intelijen Mataram itu berlangsung singkat. Lalu malam itu juga mereka berpisah sendiri-sendiri, meninggalkan rumah pertemuan yang dirahasiakan lokasinya di sekitar Njaban Beteng itu.
Waktu berjalan lambat di tempat itu. Malam bertambah malam. Saat tergelap adalah saat tepat sebelum fajar menyingsing. Tetapi setitik fajar pagi akhirnya tampak lambat laun menyemburat di ufuk Timur langit Kotapraja. Entah apa yang kelak terjadi di Kotapraja esuk pagi.
***Â
(BERESAMBUNG Ke Episode #20)Â