Para penduduk Kotapraja Mangir tidak menyadari bahwa para pedagang yang tinggal di kampung-kampung mereka di Njaban Beteng itu sebenarnya adalah kelompok garong dan preman berbahaya, penguasa begal kawasan Selo Merbabu yang mulai menetap di Mangir.Â
Kelompok Nogo Kemuning tidak mengalami kesulitan untuk melebur bersama kehidupan warga setempat Mangir. Mereka menempati empat kampung di Njaban Beteng Kotapraja. Antara lain Kampung Wetan Njaban Beteng, Kampung Kulon Njaban Beteng, Kampung Kidul Njaban Beteng dan Kampung Lor Njaban Beteng. Baruklinting sengaja menempatkan orang-orang Selo Merbabu di keempat titik perkampungan itu. Sebab di tempat-tempat yang ditentukan itu, Baruklinting lebih mudah memantau pergerakan Pulanggeni dan gerombolan Nogo Kemuning.Â
Sulit membedakan antara pedagang pendatang dan warga penduduk setempat di Njaban Beteng. Sebab rumah tinggal kediaman para pedagang itu membaur di perkampungan warga. Namun bagi Baruklinting dan orang-orang kepercayaannya, tidak sesulit itu untuk menemukan rumah tinggal dimana Pulanggeni dan gerombolannya. Sebab sebelum mereka memasuki kawasan Njaban Beteng, Baruklinting dan orang-orang kepercayaannya telah menandai setiap rumah tinggal yang akan mereka huni itu, dengan menoreh arang hitam dan mengikat janur kuning pada sudut setiap cagak rumah tinggal itu.Â
Semula Pulanggeni tidak berkenan dengan penanda rumah berupa janur kuning yang diikat pada tiyang atau cagak rumah itu. Sebab baginya warna kuning pada janur kuning itu melanggar wewaler atau aturan yang dia buat sendiri bagi kelompok Nogo Kemuning.Â
Namun Baruklinting melalui pesan yang dikirim melalui orang-orangnya meyakinkan Pulanggeni bahwa janur kuning itu adalah simbol keselamatan dan lambang kemakmuran. Maka atas alasan itu Pulanggeni menyetujui dan membiarkan rumah tinggal mereka di Njaban Beteng ditandai dengan janur kuning diikat pada cagak setiap rumah.Â
Rumah, suatu tempat di Njaban BetengÂ
Di sisi lain, pada waktu yang hampir sama, kelompok kecil intelijen Mataram telah menyusup ke Kotapraja tanpa diketahui keberadaannya. Mereka tinggal diam-diam, menyaru sebagai rakyat jelata, sebagai pedagang asongan, dan tinggal di sekitar perkampungan gerombolan Nogo Kemuning di Njaban Beteng Kotapraja.Â
"Telah sepasaran lebih kita tinggal di Mangir", kata Linduaji.
"Telah cukup banyak bahan kita peroleh. Dan bisa kita goreng segera, kakang", ujar Wisesa.
"Kita tahu bahwa titik lemah kota ini adalah pada pertahanan dan keamanan. Tak ada prajurit yang memadai yang menjaga tempat-tempat vital di Kotapraja, termasuk di Gudang-gudang perbekalan yang seharusnya dijaga oleh lebih banyak prajurit", ujar Ki Pamungkas.
"Benar-benar kita diuntungkan oleh keadaan ini, Ki". Berkata Widura.
"Dan aku tahu titik lemah gerombolan Nogo Kemuning. Mereka berusaha keras menyimpan erat identitas kelompok dengan menyembunyikan semua atribut warna kuning. Mereka tidak ingin penyusupan mereka di Mangir diketahui oleh warga. Justru kekhawatiran mereka ini yang bisa kita manfaatkan untuk gerakan adudomba", tegas kepala divisi Telik Sandi Matataram itu.Â