"Permintaanku adalah seperti ini", ujarnya sambil berjongkok ke tanah, mengambil sesuatu ranting dan menggambar sesuatu di tanah itu. Baruklinting menyimak baik baik.
"Ini adalah Gunung Merapi. Permintaanku adalah jika kamu mampu menanam segala macam benda pusaka yang telah kau isi dengan suatu pamor sehingga semua pusaka itu memiliki daya kesaktian, dan kau tanam benda pusaka itu di semua celah bukit, lembah, sumber air, termasuk hutan, mengelilingi Merapi dalam tempo sehari semalam, kamu kuakui sebagai putraku", demikian penuturan Ki Ageng Wanabaya. Baruklinting terkesiap.
"Jika itu permintaan panjenengan. Ijinkan saya untuk memenuhi permintaan itu. Saya pamit sekarang", ujar Baruklinting menyanggupi permintaan bapanya itu.
Belum sempat Ki Ageng Wanabaya berkata-kata lagi, anak muda bernama Baruklinting itu telah beringsut dari tempat duduknya, lalu merundukkan badannya dan menjejakkan tungkai kakinya ke tanah. Mendadak anak muda itu tubuhnya melenting ke udara seperti lompatan suatu belalang, lalu berada di angkasa, terbang melayang seperti kepakan seekor elang.
Ki Ageng Wanabaya takjub pada gerakan anak muda itu. Sejeda kemudian dia tak melihat tubuh Baruklinting. Sebab tubuh itu telah lenyap ditutup kabut yang berarak. Baruklinting telah pergi memenuhi permintaan bapanya.
Ketep, Sawangan -- Merapi
      Baruklinting akhirnya tiba di suatu tempat bernama Ketep, di Sawangan Merapi. Di suatu batu besar dia duduk bersila, sambil memandang Gunung Merapi yang tampak elok pemandangan alamnya dari tempatnya duduk bersila itu. Dia sedang berpikir keras bagaimana cara mewujudkan keinginan bapanya. Waktu yang begitu sempit yaitu sehari semalam yang diberikan sebagai batas waktu untuk ngideri Merapi sekaligus menanam berbagai tosan aji, adalah suatu kerja yang mustahil untuk dikerjakan siapa saja. Tetapi Baruklinting telah membulatkan tekadnya, maka dia kemudian manekung, manembah kang linangkung yaitu secara sungguh-sungguh berdoa mohon petunjuk kepada Yang Maha Kuasa.
      Tak lama kemudian, Baruklinting menyadari bahwa tidak mungkin misinya untuk ngideri Merapi itu bisa dia lakukan sendirian. Maka terbersit dalam pikirannya bahwa dia memerlukan dukungan dari Pulanggeni bersama seluruh wadyabala jajaran pasukannya.
"Ya Pulanggeni", desisnya singkat. Baruklinting memantapkan hati.Â
***
(BERSAMBUNGÂ ke Episode #9 )Â