Pasukan "Bayangan Hitam" adalah pasukan satuan elit Nogo Kemuning yang gerakannya sulit diketahui pihak musuh. Karena mereka bergerak bagai bayangan dalam kegelapan, lincah, gesit sekaligus berbahaya bagi lawan. Pasukan elit ini jumlahnya sekitar lima puluh orang pilihan kelompok Nogo Kemuning. Keberadaan pasukan khusus ini sudah dikenal keganasan dan kesaktian mereka di seluruh kawasan desa-desa sepanjang wilayah Merapi-Merbabu-Telomoyo.
      "Baiklah. Dengarkan titahku pada kalian semua", ujar Pulanggeni. "Aku sendiri yang akan memburu dan menghadang si Baruklinting itu. Dimas Arya Jalu bersama pasukan Bayangan Hitam ikutlah bersamaku. Sementara Margopati bersama tim telik sandi, bisa bergerak lebih dulu untuk berjaga pada beberapa titik jalur sepanjang Telomoyo hingga arah Merapi".
      "Kita akan rangket Baruklinting. Agar tak ada orang yang melebihi kesaktian kita, terutama di tempat kawasan Merbabu Selo Merapi ini. Apakah kalian semua siap bergerak?", pungkas Pulanggeni kepada semua anak buahnya di pertemuan itu.
      "Sendiko!", ujar gerombolan Nogo Kemuning secara serempak. Suara mereka bergemuruh memenuhi ruang pertemuan itu.Â
Bukit Cinta, Tepi Rawapening
Sementara di suatu tempat, di Bukit Cinta suatu tepi danau Rawapening di kaki Gunung Telomoyo, Baruklinting bersiap untuk melanjutkan perjalanan ke arah Merapi. Atas suatu wisik gaib dari keris Bethok Budho yang menyatu dalam tubuhnya, Baruklinting mendapat suatu pertanda bahwa letak Gunung Merapi berada di balik Gunung Telomoyo.
Lalu anak muda itu memateg suatu ajian kuno. Tubuhnya tampak merunduk ke tanah di samping sebuah pohon kelapa tua. Tinggi pohon kelapa itu sedikitnya limabelas meter dari permukaan tanah. Tiba-tiba Baruklinting menjejakkan kakinya ke tanah, lalu tubuhnya melenting bagai seekor belalang, melesat tinggi ke angkasa. Sejeda kemudian entah bagaimana, dia sudah tampak berada di pucuk pohon kelapa itu. Rambutnya yang tergerai, tampak berkibar-kibar tertiup angin. Lalu dengan gesit kakinya menjepit dan mematahkan sebuah pelepah kelapa itu. Pelepah yang kemudian lepas dari pokok pohon itu, sebelum jatuh ke bumi, Baruklinting telah meraihnya lebih dulu dengan tangannya.
Di pucuk pohon kelapa itu, Baruklinting dalam gerakan yang sangat cepat, tiba-tiba telah duduk bersila di bagian bonggol pelepah daun kelapa itu. Tangannya bersedekap dan wajahnya memandang lurus ke depan. Rambutnya yang tergerai, berkibar-kibar ke belakang tertiup oleh angin.
Baruklinting kini telah melayang bagai elang, bersama pelepah pohon kelapa yang dikendarainya. Gerakannya mirip nenek sihir mengendarai sapu ajaib seperti dalam dongeng anak di desa-desa. Kelak ajian terbang bersama pelepah pohon kelapa itu, orang menyebut sebagai ajian Blarak Sineret Bayu. Blarak adalah pelepah pohon kelapa, Sineret artinya diseret, Bayu artinya angin. Maka ajian Blarak Sineret Bayu artinya ajian terbang bersama pelepah pohon kelapa yang diseret oleh angin. Ajian ini termasuk ajian langka dan hanya sedikit orang linuwih di tanah Jawa yang mampu menguasai ajian ini.
Bersama pelepah pohon kelapa, Baruklinting meluncur tinggi, melewati awan-awan yang berarak, sesekali tampak menembus sekumpulan kabut, di pucuk Telomoyo. Sebagian rambutnya yang keluar dari ikat kepalanya berkibar-kibar terkena tiupan angin. Baruklinting telah membulatkan tekadnya bahwa dia benar-benar ingin menemui bapanya yang konon sedang bertapa di Gunung Merapi.
***
(Beersambung ke Episode #7 )Â