Mohon tunggu...
D. Wibhyanto
D. Wibhyanto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Bidang Sastra, Sosial dan Budaya

Penulis Novel CLARA-Putri Seorang Mafia, dan SANDHYAKALANING BARUKLINTING - Tragedi Kisah Tersembunyi, Fiksi Sejarah (2023). Penghobi Traveling, Melukis dan Menulis Sastra, Seni, dan bidang Sosial Budaya.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

CLARA-Putri Seorang Mafia (Episode #4)

14 April 2023   05:38 Diperbarui: 15 April 2023   10:00 359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Vita quae numquam interrogatur, Non valet vivos", hidup yg tak pernah dipertanyakan, tak pantas untuk dijalani.-( Socrates )

Wajah Tersayat Luka (#4)

Pusat Pelatihan Koretans

"Sebaiknya kau urungkan niatmu, sebab kau tahu sendiri bahwa anak perempuan itu dibawa sendiri oleh ketua", cegah Didiek Jalu teman Guntur Geni di situ.

"Ah, persetan. Kalau kamu tidak mau terlibat ya diam saja di sini, Jalu", ujar Guntur Geni. Lalu dia bergerak bersama seorang teman lain bernama Luis menuju kamar Jane.

Jane baru saja minum air dari tumblernya, dan bersiap untuk tidur. Terasa matanya begitu berat. Dan pandangan matanya berubah setengah kabur. Dia benar-benar tak menyadari bahwa didalam minumannya telah dicampur sesuatu oleh Guntur Geni.

Di saat itulah, setengah sadar dia melihat sosok bayangan dua orang lelaki menghampiri dirinya di tempat tidur. Mereka berniat kurangajar kepada Jane. Seseorang berusaha menindih tubuhnya. Seorang lainnya memegang tangan Jane. Sedetik kemudian, secara refleks Jane meronta dan mencoba menghindari sergapan dua orang lelaki itu. Akibatnya tangan Jane menghantam cermin besar yang menempel di dinding samping tempat tidur.

Pyarrr...! Cermin itu pecah berantakan. Secara refleks Jane memungut sepotong pecahan kaca di dekat tangannya sebagai senjata bela diri dan mencoba melawan kedua lelaki yang mulai semakin bertindak beringas itu.

"Sudah kubilang kamu perempuan tidak cocok di tempat Koretans ini. Sebab di sini tempat berkumpulnya para lelaki orang sisa-sisa atau koretans. Kecuali kamu tak lebih hanya seorang pecundang dan penghibur", kata Guntur Geni.

"Kita selesaikan segera saja Guntur. Aku sudah tidak sabar. Tidak perlu banyak kata", ujar Luis lelaki yang berdiri di samping Guntur Geni.

Namun sesaat kemudian, dalam suatu gerakan cepat, entah bagaimana Jane berhasil melumpuhkan kedua orang kurang ajar itu. Luis dilumpuhkan karena tertusuk pecahan beling pada selangkangannya. Sedangkan Guntur Geni tergores pada perutnya. Luis lelaki yang terluka pada selangkangan itu menjerit kesakitan. Tubuhnya menggelosor ke lantai.

Tetapi Guntur Geni malah semakin beringas. Walaupun perutnya telah sedikit sobek oleh pecahan beling, Guntur Geni mengejar Jane yang lebih dulu terhuyung keluar dari kamar. Dia meraih kampak di ruang perlengkapan, lalu mengarah ke Jane. Tetapi usaha Guntur Geni sia-sia, karena mendadak datang beberapa orang termasuk Gibon menahan tubuhnya dan merampas kampaknya.

"Cukup. Hentikan semua! Apa-apaan ini", hardik Gibon.

Jane tersungkur kelelahan. Tangannya berdarah dengan masih memegang pecahan kaca. Napasnya tersengal-sengal. Sinar matanya masih menyimpan kemarahan yang besar. Sementara Guntur Geni diseret oleh beberapa orang keluar sasana itu. Luis juga tak tampak lagi batang hidungnya. Entah Guntur Geni dibawa pergi kemana.

Gedung Menara "Dragon Empire"

Di luar, hujan turun dengan lebat. Sesekali bunyi petir yang cahayanya bercabang biru menyilaukan mata itu menyambar, gemuruh geludug bunyinya menggema, merembet ke lorong-lorong ruangan dan dinding gedung bertingkat tigapuluh lantai itu.

Guntur Geni harus menanggung akibat perbuatannya. Gibon bersama beberapa orang telah menyeret tubuhnya dan membawa masuk ke ruangan Bos Gangster itu.

"Prinsip organisasi harus ditegakkan. Wajah, lengan atau kaki. Pilih salah satu", kata Bayu Samudra dingin. Dia menghunus sebuah pedang katana. Tepi pedang itu memantulkan kilau sinar cahaya putih. Bunyi berdencing ketika pedang keluar dari sarungnya.

"Hanya satu yang akan aku hancurkan", katanya.

Guntur Geni maju, dengan penuh ketakutan dia memohon ampun dan mengaku bersalah.

"Aku tak akan membunuhmu, cepat pilih!", sekali lagi Bos Gangster itu berkata.

"Kau akan menyingkirkanku? Katamu aku berguna", kata Guntur Geni mencoba membela diri memakai kata-kata.

"Sayang sekali. Kupikir dia anak perempuan itu akan mengalami hal ini. Setidaknya sekali. Namun tak kusangka. Ternyata justru kau orangnya".

"Aku hanya memberinya sedikit pelajaran", kata Guntur Geni membela diri.

"Kau tahu. Aku sendiri yang membawanya ke sana. Seharusnya kau tak mengusiknya!" Dalam satu lompatan, orang itu maju mencekik Guntur Geni. "Kau mau yang mana. Biar aku yang pilih", desisnya.

Guntur Geni memohon ampun. Tetapi hukuman telah dilakukan dengan cepat. Wajahnya digores Katana tajam, menyisa luka yang menganga. Darah memuncrat. Guntur Geni berteriak keras kesakitan. Suaranya seperti hewan yang terluka dicakar oleh singa, bergema menembus dinding dan lorong-lorong gedung bertingkat itu. Memilukan.

Di luar hujan masih deras dan petir sesekali menyambar, seperti menjadi saksi atas peristiwa eksekusi ini.

Sementara itu, di Koretans Jane memeluk kotak berisi abu jenazah ayahnya. Jane menangis sambil membalut tangannya yang terluka dengan perban. Wajahnya juga masih terasa perih dan masih memar terutama di bagian pelipis mata dan bibirnya lebam. Dia tidak tahu peristiwa apalagi yang akan dia alami di tempat ini. Semuanya terjadi begitu cepat. Mungkin besok akan datang lagi mereka yang lebih jahat dari Guntur Geni. Jane tidak tahu.

"Pergilah dari tempat ini jika engkau sudah selesai menangis", kata Gibon yang datang berdiri menemuinya di luar kamar. "Karenamu, aku kehilangan Guntur Geni anak buahku yang paling berharga di organisasi. Ini kesempatan terakhirmu. Kesempatan menghentikan kebodohanmu".

"Aku tak akan pergi kemana pun", jawab Jane.

"Aku pernah melayani ayahmu, Sigit Nugraha dari dekat. Menurutku dia tidak cocok di dunia kriminal seperti di tempat ini. Begitu juga denganmu, tidak cocok di sini. Jadi pulanglah. Hentikan niatmu sekarang", kata Gibon dengan nada datar.

"Sudah terlambat untuk berhenti", jawab Jane singkat. "Aku telah memutuskan untuk tidak pergi". 

Tetapi dalam hatinya Jane sedikit terkejut. Dia berpikir keras, benarkah apa yang dikatakan oleh orang ini bahwa dia pernah melayani ayahnya, Sigit Nugraha? Melayani di dunia kriminal? 

Cafe Kopi Sepuh

Lalu Gibon menghantarkan Jane ke suatu tempat untuk bertemu Bayu Samudra yang telah menunggu. Tempat itu bernama Cafe Kopi Sepuh di Metropolitan Selatan, tempat yang pernah Jane tempeli pintunya dengan selebaran kapan itu. Sementara hujan turun di tempat itu.

"Bagaimana lukamu?", tanya Bayu Samudra.

"Tidak apa-apa. Paling sebentar lagi sembuh".

"Aku sering di tempat ini bersama ayahmu. Kami sering menghabiskan waktu beberapa jam bersama di sini. Apa ayahmu sering mengajarimu minum miras?", tanya Bayu Samudra. Jane menggeleng. Lelaki itu kemudian menuangkan sedikit wine di gelas.

"Minumlah", katanya. Jane minum dan tersedak. "Apa lukamu membuatmu sakit?".

"Tidak".

"Kamu sulit mengungkapkan rasa sakit. Mungkin tak ada yang mengajarimu begitu", kata Bayu.

"Sebelumnya ada satu orang. Tapi kini sudah mati". 

"Mungkin hidup adalah proses untuk bertemu orang seperti itu. Orang yang bisa kau beri tahu bahwa kau kesakitan dan kesulitan. Tempat kamu bisa curhat", kata Bayu Samudra.

"Apa kamu punya orang seperti itu?", tanya Jane.

 "Ada tapi sudah mati", jawabnya singkat.

Di luar hujan turun belum juga reda. Sesaat kemudian Bayu Samudra mengeluarkan suatu berkas. Jane membaca berkas itu.

"Nama Jane Jennifer sudah tiada", ujar Bayu Samudra. "Kamu adalah Clara, Clara Larasati. Mulai sekarang  hiduplah dengan nama itu. Hiduplah dengan lembaran baru. Semestinya kamu bisa", ucapnya kemudian.

"Dan ini kuserahkan. Inilah senjata pembunuh ayahmu. Pelakunya membuang ini, lalu kutemukan", kata Bayu Samudra sambil mengeluarkan sebuah pistol dan meletakkan di meja.

"Pembunuh ayahku? Siapa dia", tanya Jane sedikit terkejut.

"Pistol ini dari kepolisian. Pembunuh Sigit Nugraha ayahmu adalah seorang polisi. Temukan, dan bunuhlah dia". Lalu Jane dengan rasa gemetar mengambil pistol itu, mengamati dan menyimpannya.

***

Sementara di tempat lain, Gibon menemui anak buahnya. Dia menjelaskan bahwa Guntur Geni telah dipecat dari organisasi karena ulahnya sendiri. Tetapi sebuah fakta lain tentang Jane dia sampaikan berbeda dari kenyataan. Hal itu dilakukan untuk menghapus jejak di tempat itu. Nama Jane tidak ada lagi di sasana itu. Jane dianggap telah mati. 

"Guntur Geni telah dikeluarkan dari organisasi, karena telah membunuh gadis bernama Jane di tempat ini. Jasad perempuan itu sepenuhnya telah diurus oleh organisasi dan telah dikebumikan", begitu penjelasan Gibon kepada semua orangnya di Koretans. Keterangan itulah yang kemudian kelak menyebar sebagai rumor di berbagai media Metropolitan. Tak ada lagi sosok Jane di pusat pelatihan Koretans itu. Dia telah pergi untuk selamanya.

***

Bayu Samudra masih bersama Jane, di Cafe Kopi Sepuh. 

"Mulai saat ini engkau milik organisasi. Engkau memakai nama baru. Gadis dengan nama Jane telah mati. Identitas lamamu telah tiada. Engkau adalah manusia baru. Organisasi akan melindungimu. Tetapi jika kau berkhianat, kami akan membunuhmu."

"Ubahlah penampilanmu, potong pendek rambutmu. Pakailah tato bergambar ular naga melingkar pada dada kirimu, seperti tanda yang dipakai oleh setiap anggota organisasi ini", kata Bayu Samudra menjelaskan kepada Jane. 

Perempuan yang sejak itu mengubah namanya menjadi Clara Larasati, mengangguk. Dia setuju pada apa saja yang dikatakan oleh Bayu Samudra. Sebab dia ingin mencari siapa pembunuh ayahnya, walau apapun caranya. itu telah menjadi kebulatan tekadnya. 

"Dengan identitas yang baru organisasi mengatur, agar kamu masuk menjadi anggota kepolisian negara. Hal itu agar kamu lebih mudah untuk mengetahui siapa pembunuh ayahmu di kepolisian. Engkau kami masukkan sebagai anggota satreskrim polisi metropolitan. Namamu yang baru: Brigadir Clara Larasati /Divisi: Satreskrim/ Status: yatim piatu / Orangtua: meninggal karena kecelakaan/ Indeks Prestasi: 4,0."

*** 

Maka Clara Larasati benar benar sebagai seorang polisi, berpangkat Brigadir. Orang-orang organisasi Naga Putih, melalui kaki tangannya dan koneksi orang-orang penting, berhasil menyusupkan Clara kedalam tubuh organisasi polisi itu. Tiga tahun dia menjalani pendidikan kepolisian di Pusat Pelatihan Polisi Watu Kosek. Setiap tahapan jenjang pendidikan dia lalui dengan sungguh sungguh. Berbagai jenis pelatihan beladiri dan menembak Clara lalui dengan sempurna. Nilai akademiknya tertinggi di angkatannya: Summa Magna Cum Laude. IP: 4,0.

(BERSAMBUNG ke Episode #5 )


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun