Tentu menyenangkan. Mau tidak?". "Kapan?", tanya Jane.
"Jika pekerjaan ayah selesai, sebentar lagi", jawab ayah Jane.
Itulah saat terindah yang sempat dikenang Jane saat bersama ayahnya. Kenangan itu begitu melekat. Sebab itulah saat terakhir Jane bersama ayahnya, sekian bulan yang lalu.
Kenyataannya ayah Jane kini telah tiada. Jane tak kuasa menahan rasa sedih yang dalam melihat tubuh ayahnya terbujur kaku, dengan sobekan di dada oleh bekas jahitan petugas otopsi. Di bagian dada kiri ayahnya, Jane melihat ada sebuah tato bergambar ular naga melingkar. Itu lambang sebuah organisasi: Mafia!
Jane memutuskan untuk mengkremasi jasad ayahnya, dan menyimpan abunya dalam sebuah guci.
Rumah Duka, RS Pusat Metropolitan
Di ruang rumah duka, rangkaian bunga dukacita dengan foto almarhum berada di tengah sebuah semacam altar, diapit dua lilin yang menyala. Tak ada tamu yang melayat. Kecuali Jane sendirian dirundung duka. Dia berdiri di samping altar, dalam balutan gaun pakaian hitam-hitam. Matanya sembab oleh airmata.
Semua ini karena keadaan yang terbawa oleh waktu. Keadaan yang berubah begitu cepat. Jika keadaan itu disebut dengan nasib, maka Jane berada pada nasib yang menyedihkan. Dia kehilangan seorang ayah, untuk selama- lamanya.
Tak lama berselang, datang masuk ke ruangan rumah duka itu, serombongan orang berseragam setelan jas warna hitam berbaju putih rapih dengan dasi, dipimpin oleh seseorang lelaki separuh baya maju paling depan. Mereka dengan santun, berdiri dalam beberapa lapis barisan ke belakang, membungkuk lama, memberi penghormatan terakhir pada almarhum. Jumlahnya ada sekitar tiga puluh orang. Mungkin lebih.
Jane menyapa lelaki itu. "Siapa kamu... ".
"Apakah kamu bos kelompok Gangster? Kamu menyuruh ayahku untuk melakukan sesuatu apa? Apakah kamu menyuruhnya... untuk memukul, mengancam dan membunuh seseorang?" tanya Jane memberanikan diri. Lelaki itu diam saja. Dia menatap ke arah Jane.
"Siapa yang membunuh ayahku?", tanya Jane lagi.
"Ayahmu adalah...teman dan saudaraku yang paling kupercaya...Dia juga seorang ayah yang baik. Ingatlah itu", jawab lelaki pemimpin rombongan orang-orang berdasi itu. Dia menyodorkan kartu nama. "Terimalah. Barangkali kamu membutuhkan sesuatu, hubungi aku", kata lelaki itu.
Lalu mereka pamit pergi meninggalkan rumah duka itu.