Mohon tunggu...
D. Wibhyanto
D. Wibhyanto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Bidang Sastra, Sosial dan Budaya

Penulis Novel CLARA-Putri Seorang Mafia, dan SANDHYAKALANING BARUKLINTING - Tragedi Kisah Tersembunyi, Fiksi Sejarah (2023). Penghobi Traveling, Melukis dan Menulis Sastra, Seni, dan bidang Sosial Budaya.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

CLARA-Putri Seorang Mafia (Episode #1)

13 April 2023   10:32 Diperbarui: 15 April 2023   10:02 473
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cover Image #1 Penembakan Misterius, By D.Wibhyanto/dok.pri

"Mengapa kau tak menghubungi ayah", tanya ayahnya.

"Bagaimana menghubungi ayah, telepon ayah tak bisa kuhubungi. Bagaimana caraku menghubungi ayah?"

"Jane, ayah akan membereskan semuanya, dan akan kembali ke Jane. Tunggulah ayah", jawab ayahnya.

" Aku tak akan menunggu ayah lagi. Kuanggap ayah sudah mati. Jadi tolong jangan kembali. Lebih baik ayah mati saja, daripada merepotkan hidupku. Ayah selalu membuat hidupku susah", kata Jane memutus sambungan telepon. Jane menangis. Jane merasa sangat kecewa dan marah pada ayahnya. Dia mengurung diri di dalam kamar.

Sementara di suatu tempat, seusai teleponnya terputus, ayah Jane memutuskan diri untuk pulang malam itu juga. Dia tidak ingin mengecewakan putrinya itu. Dia merasa bersalah karena telah begitu lama meninggalkan Jane, tanpa memberi kabar sama sekali. Ayah Jane juga ingin menjelaskan apa yang tengah terjadi pada dirinya.

Tetapi saat tiba di depan pintu apartemen, Ayah Jane mengetuk pintu dan Jane tidak mau membuka pintu. Dia masih kesal dan marah pada ayahnya. Namun demikian Jane lalu berjalan ogah-ogahan ke arah pintu. Baru saja beberapa langkah ke pintu, sesuatu itu terjadi.

Dor..Dor! Dor! tiba-tiba suara tembakan! Peristiwa itu terjadi begitu cepat.

Di ruang otopsi rumah sakit, petugas meminta Jane untuk menyentuh tangan ayahnya dan melihat jasad ayahnya itu untuk terakhir kali.
"Peganglah tangannya. Inilah saatmu untuk terakhir kali menyentuh tubuh ayahmu. Sampaikan sesuatu atau berdoalah", tutur petugas otopsi. Jane mendekat, menyentuh tangan ayahnya. Di saat Jane menyentuh tangan itu, dia teringat peristiwa terakhir kali mereka pernah di suatu pantai, berjalan bergandengan tangan.

"Jika ayah bisa memutar waktu, di usia 17, ayah akan jadi apa? ", tanya Jane sambil kakinya menyisir buih di pantai, berjalan bersama ayahnya.
"Tidak tahu. Mungkin ayah tidak akan jadi ayahmu", kata ayah Jane bercanda. Jane merajuk.

Suara kerisik gelembung buih terbawa arus ombak ke bibir pantai. Debur ombak tak pernah usai menghantam dinding karang lautan di sebelah sana. Satu demi satu jejak telapak kaki mereka tertinggal di belakang. Jejak itu segera tersaput oleh gerakan air melandai  yang baru datang. Jane dan ayahnya terus berjalan, bergandeng tangan menelusuri bibir pantai pagi itu.

"Kita akan segera memiliki rumah mewah di tepi pantai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun