Maka dari itu Rahman et al., (2018) ini bertujuan untuk memberikan solusi dalam kesenjangan audit internal syariah ini. Agar kemudian, dapat memberikan jawaban dan penjelasan mendalam tentang pentingnya praktik audit internal syariah ini sebagai salah satu strategi kontrol dan pemantauan penting untuk bisnis, dimana hal tersebut mencakup pada proses perencanaan audit syariah, pelaksanaan, pelaporan, dan audit tindak lanjut.
Menurut peraturan Shariah Governance Framework (SGF) pada Bank Negara Malaysia (2011), bahwa audit Syariah itu mengacu kepada penilaian berkala yang dilakukan dari waktu ke waktu untuk memberikan penilaian independen dan jaminan obyektif, yang dirancang untuk menambah nilai dan meningkatkan tingkat kepatuhan dalam kaitannya dengan operasi bisnis Lembaga Keuangan Islam, atau dikenal di Malaysia dengan Islamic Financial Institution's (IFI), dengan tujuan utama untuk memastikan sistem kontrol internal yang baik dan efektif untuk kepatuhan syariah, serta kinerja yang dilakukan oleh auditor internal. Â
Selanjutnya SGF juga menetapkan bahwa auditor internal dari departemen audit internal harus melakukan audit syariah juga, sehingga mereka harus kompeten sehubungan dengan pengetahuan Syariah.Â
Departemen audit internal menjalankan perannya sebagai garis pertahanan ketiga dalam suatu lembaga. Dengan demikian, lampiran fungsi audit syariah ke departemen audit internal tidak akan membahayakan masalah independensi karena temuan audit Syariah dilaporkan langsung ke komite audit bank islam (Shafii et al., 2013).
Perlu diingat, bahwa Shariah Governance Framework (SGF) adalah suatu sistem dan peraturan berupa kerangka tata kelola pemerintahan syariah, yang diperkenalkan oleh Bank Negara Malaysia (BNM), yang tepatnya mulai 1 januari 2011 peraturan tersebut berlaku, dengan tujuan menunjang efektitas dalam menjalankan fungsi kepatuhan syariah.Â
Sedangkan di Indonesia sendiri, yang berperan dalam sistem shariah governance pada lembaga keuangan syariah adalah Dewan Pengawas Syariah (DPS) dengan bantuan dewan direksi, audit internal, dan eksternal, dan unit kepatuhan melalui ketentuan dari Islamic Financial Standard Board (IFSB) (Rama, 2015).
Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa proses audit internal syariah, terdiri dari perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan. Sekarang, mari kita lanjut pembahasan kita ini menuju proses audit internal syariah yang pertama, yaitu perencanaan audit.
Pertama, yaitu terkait perencanaan audit. Sama seperti audit konvensional, bahwa rencana audit harus didokumentasikan dengan baik untuk memasukkan kriteria dan ukuran pemilihan sampel, dengan mempertimbangkan kompleksitas dan frekuensi transaksi.Â
Dimana terdapat aspek-aspek tertentu dari kerja lapangan audit yang membutuhkan teknik pengambilan sampel. Pemeriksaan dokumentasi yang lebih rinci akan diperlukan apakah metodologi sampling digunakan atau tidak (Bangash, 2012; Rahman, 2008).
Namun, pada pengembangan program audit syariah, mengisyaratkan pentingnya untuk memastikan bahwa prosedur yang sedang dijalankan ini tepat untuk setiap produk di IFI (Rahman, 2008; Shafii et al., 2010).Â
Hal ini terdiri dari prosedur audit syariah, kebijakan dan proses ketika menawarkan jasa keuangan Islam, serta meliputi prosedur operasi standar yang mencakup akuntansi, persyaratan peraturan dan persyaratan lain yang diperlukan.Â