Neraca pembayaran Indonesia sering berfluktuasi dari waktu ke waktu. Neraca pembayaran dari tahun 1971 hingga 1990 menunjukkan bahwa transaksi berjalan selalu defisit kecuali pada tahun 1974, 1979 dan 1980 surplus sebesar 0,026 miliar dolar AS, 0,952 miliar dolar AS, dan 2,754 miliar dolar AS. Situasi ini disebabkan oleh kenaikan harga minyak dan juga peningkatan ekspor minyak. Defisit neraca berjalan tidak mengakibatkan defisit neraca pembayaran karena neraca keuangan meningkatkan modal dan mengkompensasi defisit neraca berjalan, kecuali pada tahun 1975 ketika neraca pembayaran menunjukkan defisit yang disebabkan oleh defisit neraca pembayaran. Akun modal dikaitkan dengan saldo utang Negara. Selain itu, neraca pembayaran tetap stabil dalam satu dekade setelah krisis keuangan tahun 1998 ketika neraca berjalan terus surplus dan modal mengalir ke Indonesia.
Dari fenomena neraca pembayaran Indonesia yang berfluktuasi yang berdampak pada perekonomian, menjadi sesuatu yang menarik untuk diamati lebih lanjut. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana dalam jangka pendek dan jangka panjang neraca pembayaran dapat mempengaruhi kemampuan perekonomian nasional. Permasalahan tersebut dapat dijelaskan melalui pendekatan Keynes dan moneter.
KAJIAN TEORITIS
      Neraca pembayaran adalah suatu catatan yang disusun secara sistematis mengenai semua transaksi ekonomi yang terjadi antara penduduk suatu negara dan penduduk luar negeri selama periode waktu tertentu, umumnya satu tahun. Transaksi tersebut mencakup perdagangan barang/jasa, transfer keuangan, dan transaksi moneter. Neraca pembayaran dibuat menggunakan sistem akuntansi yang dikenal sebagai "double entry bookkeeping," di mana setiap transaksi dicatat dua kali sebagai debet dan kredit. Hal ini memastikan bahwa neraca pembayaran selalu seimbang.
      Bank Indonesia (2008) menjelaskan bahwa neraca pembayaran memiliki beberapa tujuan, yaitu: (1) mengidentifikasi peran sektor eksternal dalam perekonomian; (2) melacak arus sumber daya dengan negara lain; (3) memahami struktur ekonomi dan perdagangan; (4) mengenali masalah utang luar negeri; (5) memantau perubahan dalam posisi cadangan devisa dan potensi tekanan terhadap nilai tukar; (6) menjadi sumber data dan informasi untuk menyusun anggaran devisa; dan (7) menjadi sumber data untuk penyusunan statistik neraca nasional (national account). Berikut ini adalah struktur BOP Indonesia yang dipublikasikan oleh Departemen Keuangan dan Bank Indonesia: Komponen pertama yang disebut Current Account (Neraca Berjalan) terdiri dari neraca perdagangan, neraca jasa, dan neraca transaksi satu arah. Komponen kedua adalah Capital Account (Neraca Modal) yang merupakan perbedaan antara aliran masuk modal dan aliran keluar modal. Komponen ketiga adalah Cadangan Devisa. Cadangan devisa adalah aset eksternal yang dapat segera digunakan oleh otoritas moneter untuk membiayai ketidakseimbangan pembayaran, mengatur besarnya ketidakseimbangan tersebut melalui intervensi yang mempengaruhi nilai tukar, dan/atau tujuan lainnya. Cadangan devisa mencakup emas moneter, hak tarik khusus (Special Drawing Rights [SDR]), posisi cadangan di IMF (Reserve Position in the Fund [RPF]), cadangan dalam valuta asing, dan klaim lainnya (Bank Indonesia, 2008).
Pendekatan-Pendekatan Terhadap Neraca pembayaran
Untuk menentukan fungsi yang akan digunakan untuk meneliti neraca pembayaran, maka akan diperhatikan beberapa pendekatan terhadap neraca pembayaran. Pendekatanpendekatan ini secara sederhana bisa dibagi menjadi tiga, yaitu:
- Pendekatan Elastisitas (Elasticity Approach)
Pendekatan elastisitas adalah suatu metode yang memberikan analisis tentang bagaimana perubahan nilai tukar dan harga dapat mempengaruhi neraca perdagangan, tergantung pada tingkat elastisitas penawaran dan permintaan terhadap nilai tukar dan barang impor (Duasa, 2004). Pendekatan ini berfokus pada aspek neraca perdagangan. Pendekatan elastisitas mengevaluasi konsekuensi dari perubahan harga ketika pendapatan tetap, dengan menggunakan analisis sederhana yang didasarkan pada asumsi Keynes. Dalam analisis ini, harga internal (di dua negara yang berbeda) dianggap tetap, sedangkan perubahan harga relatif disebabkan oleh perubahan nilai tukar nominal (Halwani, 2005). Devaluasi mengurangi nilai (daya beli) mata uang dalam perbandingan dengan mata uang asing, sedangkan revaluasi menguatkan nilai mata uang. Devaluasi dan revaluasi diharapkan dapat membantu dalam memperbaiki neraca pembayaran. Konsep MarshallLerner Condition menyatakan bahwa devaluasi dapat memperbaiki neraca pembayaran jika elastisitas permintaan impor domestik dan impor asing dalam kombinasi memiliki nilai lebih dari satu. Namun, neraca pembayaran akan memburuk jika elastisitas impor domestik dan impor asing dalam kombinasi memiliki nilai kurang dari satu (Jamli, 2001)
- Pendekatan Daya Serap (Absortion Approach)
Pendekatan ini merupakan gabungan perubahan pendapatan, pengeluaran dan kurs untuk memulihkan keseimbangan eksternal. Absorpsi domestik merupakan pengeluaran barang-barang dan jasa domestik agregat, sehingga suatu negara yang mengabsorpsi (mengonsumsi) lebih sedikit dari yang diproduksinya akan mengalami surplus neraca perdagangan. Surplus neraca perdagangan ini dapat dikoreksi dengan penurunan pendapatan atau peningkatan absorpsi. Suatu negara yang mengonsumsi lebih banyak daripada yang diproduksinya, maka akan mengalami defisit neraca perdagangan yang dapat diperbaiki dengan peningkatan pendapatan dan pengurangan absorpsi. Peningkatan pendapatan akan menimbulkan peningkatan sumber-sumber yang melalui expenditure-switching policies (seperti devaluasi), kemudian ditransfer ke luar negeri untuk mengurangi defisit. Namun, adanya kendala penawaran domestik membutuhkan pengurangan absorpsi, yang melalui expenditure-reducing policies seperti kebijakan fiskal atau moneter konstraksional untuk mengoreksi defisit. Beban proses penyesuaian ini semakin menambah penurunan pendapatan dan absorpsi karena expenditure-switching policies semakin tidak efektif (Jamli, 2001).
- Pendekatan Monetaris (Monetary Approach)
Pendekatan monetaris adalah pandangan yang menganggap bahwa neraca pembayaran suatu negara merupakan fenomena yang berkaitan dengan aspek moneter, di mana terdapat hubungan antara neraca pembayaran dan penawaran uang di dalamnya. Dengan demikian, ketidakseimbangan dalam neraca pembayaran dianggap sebagai cerminan ketidakseimbangan dalam pasar uang. Ketika neraca pembayaran mengalami surplus, itu menunjukkan kelebihan penawaran uang, sedangkan defisit neraca pembayaran mencerminkan kelebihan permintaan uang. Pendekatan ini berbeda secara signifikan dengan pendekatan elastisitas dan absorpsi yang hanya fokus pada neraca perdagangan dan mengabaikan akun-akun lain seperti pergerakan modal dalam neraca modal. Pendekatan monetaris memungkinkan penilaian neraca pembayaran dengan menggunakan berbagai rezim nilai tukar, baik itu nilai tukar tetap maupun mengambang.
METODE PENELITIAN