Mohon tunggu...
Apriliyantino
Apriliyantino Mohon Tunggu... Freelancer - Seorang pendidik, penulis dan editor

Hidup telah mengajarkan seorang lelaki asal Lubuk Seberuk ini untuk yakin pada satu hal, yaitu takdir. Ia tertulis dan fixed sejak sebelum segala kejadian terjadi.

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Menulis Pentigraf, Meringkas Semesta dalam Kata

28 April 2020   09:15 Diperbarui: 5 September 2020   09:28 3642
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

***

Contoh Pentigraf yang lainnya seperti pentigraf berikut ini:

Suwung

Oleh: Apriliyantino, dalam "The Red Circle"

Alya masih sendiri. Ruang di hatinya masih kosong. Ia sengaja menutup rapat pintunya. Sengaja membiarkannya tanpa penghuni. Suwung. Bertahun-tahun kini, musim berganti berulang kali, hatinya tetap terkunci. Tak ingin mengulang kidung lama yang membawa luka, Alya memilih berkelana.

Entah keberapa kalinya Alya singgah di rumah kami. Ia merasa nyaman mampir di desa kami,  katanya. Udara yang sejuk, penduduk kampung yang ramah dan aneka kuliner khas Palembang yang memanjakan siapapun dia yang datang. “Saya mau menetap di sini suatu hari nanti,” ujarnya suatu sore yang sepi. “Oh ya? Kamu mau pindah ke sini,  di kota Pempek ini?” kucoba memastikan kesungguhan rencananya. Alya mengangguk. Kulihat pandangannya menerawang jauh. Di kejauhan, pulau Kemarau tampak terapung sendirian di tengah sungai Musi. “Aku ingin punya suami orang sini,” ia bergumam pelan. Lalu menyeruput kopi asli Pagaralam dan menghabiskan pempek yang kusuguhkan.

Alya semakin sering ke rumah kami. Semakin akrab dengan keluarga besar kami. Aku pun, sebagai sahabat lamanya, telah menganggapnya sebagai saudara, menjadi bagian dari keluarga kami. Setiap kedatangannya, kami sambut dengan senang hati. Hari ini dia bercerita, bahwa hatinya telah terbuka untuk menerima cinta dari seorang lelaki. Sambil memelukku, ia membisikkan sesuatu ketelingaku. “Maafkan aku kak, lelaki itu Johan.” Kau tahu, dia suamiku.

***

Oh ya, saya juga akan sertakan PENTIGRAF yang ditulis oleh Prof. Tengsoe berikut ini:

#Rumpun Bambu Tepi Sungai, karya Tengsoe Tjahjono#

Pak Kamdi terdiam menatap buldoser yang dengan pasti dan dingin merobohkan rumpun bambu di tepi sungai itu. Rumpun bambu itu telah puluhan tahun hidup di situ. Kabar burung mengatakan akan dibangun sebuah apartemen di tempat itu. Apartemen yang akan menjulang 30 lantai. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun