4. Masukkan Luk yaitu konflik cerita.
Selanjutnya, kita masuk ke tahap 'Luk' atau complication. Di tahap ini, seorang penulis harus mulai menciptakan masalah atau sesuatu yang wajib diselesaikan oleh tokoh di dalam cerita. Tanpa ini, cerita kita tidak akan menarik. Konflik yang dibangun menjadi penentu yang memiliki andil besar terhadap keberhasilan sebuah cerita. Kata orang, Â cerita tanpa konflik ibarat raga tanpa nyawa. Ibarat masakah, ia adalah masakan hambar yang tanpa bumbu. Kepiawaian penulis mengolah konflik, membuat pembaca memperoleh kenikmatan mereka dalam membaca sastra.Â
5. Akhiri dengan Ba, kejutan tak terduga.
Ini adalah tahap akhir dari cerita pentigraf kita. Dalam bahasa lain, ia disebut sebagai klimaks, yang di dalamnya memuat satu ending cerita. Keberhasilan pentigraf juga ditentukan di sini. Efwk kejut atau tamparan kesan terjadi di bagian ini. Orang akan mengatakan, "Wah, ceritanya seru!" atau "Duh, apaan sih ini?" di bagian ini. Tanpa penutup yang baik, sebuah pentigraf yang hanya tiga paragraf ini hanya menjadi cerita pendek yang biasa saja.
Berikut ini contoh pentigraf saya, di dalam The Red Circle:
Malam Terakhir di Wamena
Oleh: Apriliyantino* dalam "The Red Circle"
Udara dingin pegunungan begitu menusuk, tembus hingga ke tulang. Ini malam terakhirku di Wamena. Meninggalkan semuanya. Tujuan kami adalah Jayapura, di sana kami punya seorang mamak. Selanjutnya kami berencana pulang ke Pariaman. Kerusuhan yang terjadi beberapa hari ini telah membuat kami mengambil keputusan sulit. Sebuah pertimbangan yang berat. Tidak ada yang bisa kami pertahankan di Wamena.
Jacob beserta tiga orang anak laki-lakinya mengantarkan kami. Dia adalah tetangga kami yang sangat baik. Belasan tahun hidup berdampingan, menjadikan kami seperti keluarga. Meskipun kami berbeda. Mama Theresia menangis melepaskan kepergian kami. Tetapi mereka tahu bahwa kami harus pergi. Setelah memastikan keluarga kami aman, mereka pulang. Begitu banyak kenangan di Wamena. Rumah Makan Bundo Kanduang yang kami besarkan, berantakan. Asap tipis masih mengepul dan terlihat dari radius pandangan.
Fajar belum menyingsing ketika pesawat jenis Twin Otter yang kami tumpangi mendarat di bandara Sentani, Jayapura. Di sudut-sudut kota pos-pos pengamanan dijaga 24 jam. Dari keterangan para prajurit, suasana mulai kondusif. Mereka bilang, semua terkendali. Dari kejauhan aku melihat segerombolan orang berlarian. Kemudian desing peluru menghujani pesawat yang kami tumpangi. Dor! Dor! Dor!