Beberapa hari yang lalu, pakde Firdaus kakak sulung bapak menelponnya. Pakde mengatakan bahwa ia mendapat firasat Meisya terkena mantra-mantra. Dan pakde berpesan padanya untuk mengajak Meisya menemuinya.Â
Walau setengah tak percaya, pada akhirnya Meisya mau diajak ke rumah pakde Firdaus. Pakde hanya membacakan doa saja dan meniupkannya pada wajah Meisya.Â
"Pakde berdoa, semoga Tuhan selalu melindungimu. Dan bila ada energi tak baik yang mengikatmu, maka akan terlepas" ujar pakde Firdaus, yang memang memiliki kepekaan terhadap hal yang tak kasat mata.Â
Meisya merasakan ada energi yang sejuk meliputi badannya. Energi tersebut mengaliri sekujur tubuhnya, lalu menghilang. Bersamaan dengan energi tersebut hilang, perutnya terasa mual, tiba-tiba seperti ada sesuatu yang keluar dari tubuhnya. Sesosok wanita tua berkebaya hitam berkelebat !
"S... siapa itu tadi, pakde? " tanya Meisya ketakutan.Â
"Bukan siapa-siapa, " pakde Firdaus hanya tersenyum.Â
Meisya merasa seram dengan yang barusan dilihatnya. Samar-samar, ia mengenali nenek tua yang berkelebat tadi. Hei, bukankah dia adalah si nenek tua yang datang ke mimpinya beberapa bulan lalu ? yang mengejar dan membacakan mantra padanya !Â
"Masih mau menikah dengan Edwin? " Yoga bertanya pada Meisya, memecah lamunan gadis itu.Â
Meisya terdiam sejenak. Ah, kemana perginya rasa rindu menggebu-gebu terhadap Edwin yang melandanya setiap saat ? kenapa hatinya justru ingin marah pada pria itu? apa yang terjadi padaku? Meisya bingung.Â
Ponsel Meisya berdering. Nama Edwin muncul di layar ponselnya.Â
Entah mengapa, Meisya tak berharap Edwin menghubunginya. Duh, kenapa aku bisa menjadi pacarnya? keluh Meisya. Bahkan ia telah mengiyakan rencana Edwin untuk melamarnya. Apa yang terjadi bila semua itu terlanjur terjadi, sementara sejatinya ia tak mencintai pria kekanakan itu ? wajah Meisya pucat pasi.Â