Di usia menjelang separuh abad, lelaki itu kehilangan hampir segalanya : wanita yang telah menjadi ratu di mahligai rumah tangganya selama 2 dasawarsa, karir kebanggaannya  serta hartanya. Semua sirna. Ia bak terjaga dari sepenggal mimpi yang kini menyisakan kegelapan jiwa.Â
Bagaskara Setyo, seorang bocah laki-laki berusia 10 tahun terlihat duduk di dingklik kayu, yakni sebuah kursi berkaki pendek tanpa sandaran punggung, di pawon yang beralaskan lantai tanah kemerahan yang padat.
Sepasang tangan mungilnya nampak terampil mengikatkan karet gelang pada setiap kantong plastik kecil yang telah diisi air sirup berwarna warni, ada hijau, kuning dan merah. Setelah selesai 1 bungkus, ia akan melanjutkan ke bungkus berikutnya, hingga baskom loreng milik emaknya terisi penuh bungkusan air sirup. Nantinya, air sirup ini akan dibekukan di kulkas & siap dijual sebagai es mambo yang digemari anak-anak di kampungnya di Yogyakarta.Â
Emak Bagas mempunyai sebuah warung kelontong kecil. Membungkus es mambo adalah salah 1 tugas seorang Bagas kecil dari emak, yang dilakukannya setiap siang sepulang sekolah.
Bagas dan adiknya hidup dalam keterbatasan ekonomi. Bapak Bagas membuka kios mur baut kecil-kecilan. Bapak berpenghasilan namun tidak mau memberikan uang hasil jerih payahnya pada emak, sehingga emak sering memarahi bapak dan mereka bertengkar. Bagas dan adiknya dibiayai oleh emak.Â
Saat teman-teman Bagas mempunyai sepeda baru, Bagas harus rela menerima kenyataan bahwa emak hanya mampu membelikannya sebuah sepeda bekas di pasar loak, yang warna catnya telah memudar dan besi pedalnya berkarat.Â
Saat teman-temannya merayakan ulang tahun secara meriah dan mendapat kado-kado bertumpuk yang melengkapi hari bahagia mereka, Bagas cukup berpuas diri dengan nasi kuning ala kadarnya buatan emak dan ulang tahunnya hanya dirayakan sekeluarga.Â
Ketika Bagas lulus SMA, ia dan teman-temannya melanjutkan kuliah. Beruntung, Bagas memperoleh beasiswa karena otaknya cukup cemerlang. Jika teman-temannya mendapatkan fasilitas mobil atau motor baru dari orangtua mereka, Bagas hanya bisa memanfaatkan fasilitas bis umum, karena orangtuanya tidak mampu membelikannya motor yang diimpi-impikannya.Â
Bintang keberuntungan Bagas mulai bersinar tatkala lulus kuliah. Ia diterima bekerja di sebuah perusahaan multinasional ternama. Karirnya dimulai dari supervisor, lalu melesat menduduki posisi atas sebagai kepala perusahaan. Bagas kemudian menerima banyak berkah Tuhan dalam hidupnya : harta, istri cantik jelita dan 2 putra putri yang manis.
Bagaskara sekarang telah mampu untuk membeli rumah dan mobil mewah, serta menikmati gaya hidup pria mapan. Ia dan keluarganya kerap berlibur ke luar kota bahkan luarnegeri.Â
Namun, tanpa disadari oleh Bagas, ternyata ada sebentuk 'monster' di dalam dirinya yang ikut bertumbuh sedari ia kecil hingga dewasa. Monster itu terlahir dari luka batin dan kesedihan karena menerima berbagai hinaan dan cemoohan orang karena kemiskinan keluarganya dulu.Â
Juga dari ketakutan Bagas karena kerap melihat bapak memukuli emak. Kala itu Bagas kecil hanya bisa meringkuk gemetar bersama adiknya di sudut ruangan. Masalah ekonomi yang membelit keluarga mereka mengakibatkan emak dan bapak bertengkar hampir setiap hari.
Â
'Monster' itu, kini tumbuh semakin besar & kuat. Dia kerap membisiki Bagas untuk meluapkan tumpukan luka batin dengan cara melakukan KDRT kepada istrinya. Setiap Kali Bagas tertekan karena pekerjaan, Bagas kerap ringan tangan pada Aishwarya, istrinya. Bagas juga sering membanting perabot rumah tatkala emosinya tak terkendali. Wajah memar biru menjadi penampilan yang kerap nampak di wajah sang istri. Dan, Aishwarya wanita lemah lembut itu pun menyerah. Ia memilih melepaskan mahligai perkawinan yang telah dibinanya selama 20 tahun bersama Bagas.Â
Tak hanya sampai di situ, 'monster' pada diri Bagas juga menjerumuskan Bagas pada sebuah hubungan dengan wanita lain, yang ternyata wanita tersebut hanya menjual cinta palsunya pada Bagas. Bagas terlena dengan sandiwara cinta wanita itu, hingga wanita itu berhasil menguras habis harta bendanya.Â
Monster itu bagai tak ada kenyangnya, ia menghasut Bagas agar berani menentang bossnya. Dengan sikap arogan yang diajarkan si 'monster', Bagas menentang kebijaksanaan bossnya. Akhirnya, ia pun harus menelan pil pahit di PHK oleh perusahaannya.Â
Hantaman demi hantaman kehidupan yang bertubi-tubi datang menyerangnya, menjadikan pertahanan diri Bagas runtuh.Â
Dan di suatu sore yang berawan kelabu pekat, Â Bagas yang kala itu tengah berkendara motor ke swalayan untuk membeli sebungkus rokok, tiba-tiba merasakan kepalanya berdenyut sangat pusing. Ia merasakan tubuhnya menjadi ringan, sangat ringan dan melayang.Â
"Braaaak... !!" samar-samar ia mendengar suara keras dan tubuhnya terbentur pada sebuah permukaan kasar.Â
***
"Ayah, ayo makannya dihabiskan. Ayah harus makan banyak agar cepat pulih, " terdengar suara lembut Ishan, Â putra sulung Bagas memporak porandakan lamunan Bagas.Â
Bagas mengangguk dan mengunyah nasi di mulutnya. Ishan, dengan kasih sayang membawa piring di tangannya, menunggu memberikan suapan berikutnya untuk ayahnya.Â
Sore itu, Bagas terjatuh dari motor lantaran terkena serangan stroke mendadak. Terjadi pendarahan otak yang membuat ia harus menjalani operasi di bagian kepala. Bagas bersyukur ia masih bisa selamat, Tuhan masih memberinya kesempatan hidup di dunia ini.Â
Ketika itu, otak Bagas dalam pergumulan yang alot dan keras. Bagas tidak dapat menerima kenyataan atas semua yang dialaminya. Hatinya memberontak karena perceraian telah membuatnya kehilangan Aishwarya dan Divia putri kecilnya yang dibawa mantan istrinya. Ia tak rela kehilangan rumah dan mobilnya yang telah diambil oleh seorang wanita penipu. Bahkan, ia pun masih menyimpan dendam dan luka batin karena kemiskinan keluarganya sejak kecil. Begitu ruwet kondisi batin Bagas. Karena kencangnya pikiran dan amarah yang dipendamnya yang tak berkesudahan, tensinya meninggi hingga terjadilah peristiwa naas tersebut, Bagas terserang stroke.Â
Kini.
2 tahun sudah Bagas menjalani hidup dengan bantuan kursi roda. Ia hidup dalam kesunyian lantaran ia tak dapat berbicara dan sebagian tubuhnya mengalami kelumpuhan.Â
Dunianya menjadi gelap gulita pada awalnya. Ia jatuh di titik terendah dalam perjalanan hidupnya. Namun, perlahan ia pun ikhlas. Bisa menerima. Dan dalam kegelapan itu ia dapat melihat sebuah cahaya terang. Ia mulai bisa melawan dan menyingkirkan monster besar dalam dirinya, mengendalikannya sehingga ia menemukan kebenaran sejati.
Ia memaafkan dirinya dan orang-orang yang pernah menggoreskan luka pada batinnya. Untuk yang pertama kali dalam hidupnya, ia dapat merasakan damai dan ketenangan yang luar biasa. Ia dapat memahami semua hal yang dulu tak dapat dipahaminya sehingga kerap menyulut emosinya.Â
Saat kaya raya dulu, ia merasa dirinya tak pernah tentram. Emosinya naik turun dipicu kejadian di luar dirinya yang tak sesuai ekspetasinya. Tapi kini, dalam kondisi himpitan ekonomi sekalipun, Bagas Setya merasa jiwanya tentram dan berkelimpahan.Â
Saat badannya sehat dan bugar dulu, ia merasa jiwanya sempit. Tapi sekarang, dalam kondisi sakit, ia merasakan jiwanya justru begitu lapang.
Ia telah menyadari bahwa semua yang dialaminya adalah sebuah perjalanan jiwa untuk menyadarkan siapa sejatinya dirinya dan apakah itu hakikat hidup.Â
Selesai
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H