Mohon tunggu...
APRILIA DWI RATNASARI
APRILIA DWI RATNASARI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Menulislah agar apa yang pernah terjadi dalam hidupmu tidak akan menjadi cerita yang tak berharga. Menulis adalah bercerita yang tak perlu suara.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengenal Perbedaan Keuntungan pada Akad Murabahah dengan Bunga Bank (Riba)

5 Juni 2022   22:56 Diperbarui: 5 Juni 2022   23:10 3114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berdasarkan kedua ayat al-quran di atas bahwa Allah telah melarang atau mengharamkan yang namanya riba dan memperbolehkan jual beli yang dalam hal ini merupakan jual beli memakai akad murabahah.

Lantas apa yang membedakan antara keuntungan dari hasil jual beli murabahah dengan bunga bank (riba). Perlu diketahui terlebih dahulu bahwa riba menurut pendapat Al-'Aini dalam 'Umdah al-Qari' pada dasarnya riba adalah kelebihan (tambahan). Sedangakan arti riba dalam hukum islam (syara') adalah setiap kelebihan (tambahan) pada harta pokok tanpa melalui akad jual beli. Yusuf al-Qardhawy dalam Fawa'id al-Bunuk juga mendefinisikan bahwa bunga bank adalah riba yang diharamkan. Sejalan dengan Yusuf al-Qardhawy, Wahbah al-Zuhaily dalam Al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuh juga berpendepat demikian.

Dalam al-quran sendiri riba dikaitkan dengan suatu tambahan yang berlipat ganda. Hal ini dapat ditemukan di dalam al-quran Surat Ali Imran ayat (130), yang artinya sebagai berikut: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan."

Sejalan dengan pengertian diatas, Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 juga menjelaskan dan mengatur tentang bunga dan riba. Bunga (interest/fa'idah) adalah tambahan yang dikenakan dalam transaksi pinjaman uang (alqardh) yang diperhitungkan dari pokok pinjaman tanpa mempertimbangkan pemanfaatan/hasil pokok tersebut, berdasarkan tempo waktu, diperhitungkan secara pasti di muka, dan pada umumnya berdasarkan persentase. Sedangkan riba adalah tambahan (ziyadah) tanpa imbalan yang terjadi karena penangguhan dalam pembayaran yang diperjanjikan sebelumnya. Dan inilah yang disebut riba nasi'ah.

Dalam praktiknya hukum bunga (interst) tersebut juga dijelaskan pada bagian kedua yakni praktik pembungaan uang saat ini telah memenuhi kriteria riba yang terjadi pada zaman Rasulullah SAW, yakni riba nasi'ah. Dengan demikian, praktik pembungaan uang termasuk salah satu bentuk riba, dan riba haram hukumnya. Praktik pembungaan tersebut hukumnya adalah haram, baik dilakukan oleh Bank, Asuransi, Pasar Modal, Pegadaian, Koperasi, dan Lembaga Keuangan lainnya maupun dilakukan oleh individu.

Secara jelas bahwa Majelis Ulama Indonesia telah mengatur keharaman bunga yang ada di era modern seperti saat ini bahwa bunga tersebut telah memenuhi kriteria seperti riba nasi'ah di zaman Rasulullah SAW. Keharaman itu salah satunya didasarkan pada prinsip untuk menghindari unsur seperti perjudian (maysir), ketidakpastian/keraguan (gharar), dan unsur kebatilan yang sangat dijauhi dalam syariat islam.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa dalam akad murabahah keuntungan atau margin yang didapatkan telah diketahui dan disepakati diawal akad oleh kedua belah pihak dan keduanya menyetujui tentang keuntungan tersebut. Hal ini diperbolehkan menurut islam yang telah diatur dalam Fatwa DSN MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000. Sedangakan bunga sendiri merupakan keuntungan yang didapatkan atas kelebihan (tambahan) yang sifatnya fluktuatif atau tidak tentu. Karena sifat nya yang tidak tentu atau fluktuatif ini maka dapat merugikan salah satu pihak dan secara syariat agama hal ini jelas diharamkan.

Referensi :

Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah.

Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 tentang Bunga (Interest/Fa'idah).

Farid, M. (2013). Murabahah Dalam Perspektif Fikih Empat Mazhab. Epistem: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman, 8(1), 113-134.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun