Mohon tunggu...
APRILIA DWI RATNASARI
APRILIA DWI RATNASARI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Menulislah agar apa yang pernah terjadi dalam hidupmu tidak akan menjadi cerita yang tak berharga. Menulis adalah bercerita yang tak perlu suara.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengenal Perbedaan Keuntungan pada Akad Murabahah dengan Bunga Bank (Riba)

5 Juni 2022   22:56 Diperbarui: 5 Juni 2022   23:10 3114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Perbankan syariah merupakan lembaga keuangan yang perkembangannya semakin pesat diera modern seperti saat ini. Sebagai lembaga keuangan berbasis syariah, tentunya di dalam menjalankan aktivitas perbankan seperti penghimpunan dana dan pembiayaan kepada nasabah harus lah terbebas dari bunga bank atau biasa disebut sebagai riba. Pelarangan atas bunga di dalam islam ini juga menjadikan para penulis ekonomi modern untuk mereorganisasi perbankan syariah yang harus dijalankan dengan berlandaskan syirkah (kemitraan usaha) dan mudharabah (bagi hasil). Kedua landasan ini dinilai memiliki peran penting dalam rangka mewujudkan perbankan syariah yang bebas bunga.

Akan tetapi dalam pelaksanannya di perbankan syariah, mayarakat yang awam masih menganggap bahwa bank syariah itu sama dengan bank konvensional, hanya saja dalam istilah-istilah perbankan diganti dengan istilah-istilah islam, selain itu terkait pelayanan yang memakai cara islami, baik pemakaian busana yang lebih tertutup, dan menggunakan akad yang di dahului dengan lafadz basmallah dan lain sebagainya.

Dengan masih banyak nya anggapan seperti demikian, perbankan syariah belum bisa mendominasi sebagai perbankan yang paling diminati oleh nasabah. Padahal di Indonesia sendiri sebagai penduduk yang mayoritas beragama islam, seharusnya perbankan syariah bisa menjadi solusi untuk mereka dalam masalah keuangan. Akan tetapi dengan kurangnya pengetahuan dan literasi tentang perbankan syariah di Indonesia maka para nasabah yang beragama islam pun juga masih banyak yang memakai bank konvensional seperti yang dipakai hingga saat ini.

Sebagai seorang mahasiswa perbankan syariah tentunya memiliki tanggung jawab untuk ikut mensosialisasikan terkait bagaimana perbankan syariah itu sendiri guna ikut memajukan dan mendukung perkembangan perbankan syariah dimasa depan. Dalam hal ini salah satu pembahasan mendasar yang perlu diketahui adalah mengenai akad murabahah atau akad pembiayaan yang cukup populer di perbankan syariah, dimana keuntungannya ditentukan diawal. Jika masyarakat awam tidak mengetahui bagaimana ketentuan-ketentuan di dalamnya tentu akan menyamakan dengan bunga di bank konvensional. Padahal keduanya sangatlah berbeda. Berikut ini adalah penjelasan terkait perbedaan mendasar mengenai keuntungan yang di dapatkan pada akad murabahah dengan bunga (riba).

Secara bahasa murabahah berasal dari kata "ar-ribhu" yang berarti (an-namaa') yang berarti tumbuh dan berkembang. Atau murabahah juga berarti "al-irbaah" karena salah satu dari dua orang yang bertransaksi memberikan keuntungan kepada yang lainnya. Sedangkan secara istilah, bai'ul murabahah (murabahah) adalah jual beli dengan harga awal disertai dengan tambahan keuntungan. Misalnya dicontohkan ada seorang penjual yang sebelumnya ia membeli barang dengan harga awal Rp. 200.000 dan mengambil keuntungan Rp. 10.000 ketika ia menjualnya dari harga awal tersebut. Dalam Fatwa DSN MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000, murabahah didefinisikan sebagai menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga lebih sebagai laba.

Para ulama madzab juga mendefinisikan murabahah, seperti ulama Malikiyah yang mendefinisikan murabahah sebagai jual beli di mana pemilik barang menyebutkan harga beli barang tersebut, kemudian ia mengambil keuntungan dari pembeli secara sekaligus dengan mengatakan, "Saya membelinya dengan harga sepuluh dinar dan Anda berikan keuntungan kepadaku sebesar satu dinar atau dua dinar." Sedangkan ulama Hanafiyah mendefinisikan murabahah sebagai pemindahan sesuatu yang dimiliki dengan akad awal dan harga awal disertai tambahan keuntungan. Menurut ulama Syafi'iyyah dan Hanabilah, murabahah adalah jual beli dengan harga pokok atau harga perolehan penjual ditambah keuntungan satu dirham pada setiap sepuluh dinar. Atau semisalnya, dengan syarat kedua belah pihak yang bertransaksi mengetahui harga pokok.

Dalam menetapkan tambahan keuntungan, perlu diperhatikan betul agar tidak mencurangi salah satu pihak atau pun menghindari kemungkinan seperti menetapkan harga penjualan yang lebih tinggi dari harga awal. Ketika ada laba yang terlalu besar dan tidak wajar itu mengindikasikan adanya riba yang dilarang di dalam islam.

Landasan syariah yang memperbolehkan murabahah adalah QS. An-Nisa'ayat 29, dan QS. Al-Baqarah ayat 275 sebagai berikut.

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu." (QS. An-Nisa'ayat 29)

 

"... dan Allah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba". (QS. Al-Baqarah ayat 275)

Berdasarkan kedua ayat al-quran di atas bahwa Allah telah melarang atau mengharamkan yang namanya riba dan memperbolehkan jual beli yang dalam hal ini merupakan jual beli memakai akad murabahah.

Lantas apa yang membedakan antara keuntungan dari hasil jual beli murabahah dengan bunga bank (riba). Perlu diketahui terlebih dahulu bahwa riba menurut pendapat Al-'Aini dalam 'Umdah al-Qari' pada dasarnya riba adalah kelebihan (tambahan). Sedangakan arti riba dalam hukum islam (syara') adalah setiap kelebihan (tambahan) pada harta pokok tanpa melalui akad jual beli. Yusuf al-Qardhawy dalam Fawa'id al-Bunuk juga mendefinisikan bahwa bunga bank adalah riba yang diharamkan. Sejalan dengan Yusuf al-Qardhawy, Wahbah al-Zuhaily dalam Al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuh juga berpendepat demikian.

Dalam al-quran sendiri riba dikaitkan dengan suatu tambahan yang berlipat ganda. Hal ini dapat ditemukan di dalam al-quran Surat Ali Imran ayat (130), yang artinya sebagai berikut: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan."

Sejalan dengan pengertian diatas, Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 juga menjelaskan dan mengatur tentang bunga dan riba. Bunga (interest/fa'idah) adalah tambahan yang dikenakan dalam transaksi pinjaman uang (alqardh) yang diperhitungkan dari pokok pinjaman tanpa mempertimbangkan pemanfaatan/hasil pokok tersebut, berdasarkan tempo waktu, diperhitungkan secara pasti di muka, dan pada umumnya berdasarkan persentase. Sedangkan riba adalah tambahan (ziyadah) tanpa imbalan yang terjadi karena penangguhan dalam pembayaran yang diperjanjikan sebelumnya. Dan inilah yang disebut riba nasi'ah.

Dalam praktiknya hukum bunga (interst) tersebut juga dijelaskan pada bagian kedua yakni praktik pembungaan uang saat ini telah memenuhi kriteria riba yang terjadi pada zaman Rasulullah SAW, yakni riba nasi'ah. Dengan demikian, praktik pembungaan uang termasuk salah satu bentuk riba, dan riba haram hukumnya. Praktik pembungaan tersebut hukumnya adalah haram, baik dilakukan oleh Bank, Asuransi, Pasar Modal, Pegadaian, Koperasi, dan Lembaga Keuangan lainnya maupun dilakukan oleh individu.

Secara jelas bahwa Majelis Ulama Indonesia telah mengatur keharaman bunga yang ada di era modern seperti saat ini bahwa bunga tersebut telah memenuhi kriteria seperti riba nasi'ah di zaman Rasulullah SAW. Keharaman itu salah satunya didasarkan pada prinsip untuk menghindari unsur seperti perjudian (maysir), ketidakpastian/keraguan (gharar), dan unsur kebatilan yang sangat dijauhi dalam syariat islam.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa dalam akad murabahah keuntungan atau margin yang didapatkan telah diketahui dan disepakati diawal akad oleh kedua belah pihak dan keduanya menyetujui tentang keuntungan tersebut. Hal ini diperbolehkan menurut islam yang telah diatur dalam Fatwa DSN MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000. Sedangakan bunga sendiri merupakan keuntungan yang didapatkan atas kelebihan (tambahan) yang sifatnya fluktuatif atau tidak tentu. Karena sifat nya yang tidak tentu atau fluktuatif ini maka dapat merugikan salah satu pihak dan secara syariat agama hal ini jelas diharamkan.

Referensi :

Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah.

Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 tentang Bunga (Interest/Fa'idah).

Farid, M. (2013). Murabahah Dalam Perspektif Fikih Empat Mazhab. Epistem: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman, 8(1), 113-134.

Roficoh, L. W., & Ghozali, M. (2018). Kepatuhan syariah akad murabahah dalam konsep pembiayaan pada perbankan syariah di indonesia. At-Tahdzib: Jurnal Studi Islam dan Muamalah, 6(2), 40-57.

Umam, K. (2017). Pelarangan Riba dan Penerapan Prinsip Syariah dalam Sistem Hukum Perbankan di Indonesia. Mimbar Hukum-Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, 29(3), 391-412.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun