Jika orang yang mempunyai indra keenam atau kemampuan khusus disebut sebagai paranormal, maka Dino termasuk salah satu di antaranya.
Seorang anak laki-laki berusia sepuluh tahun itu dapat menerawang suatu hal yang belum terjadi. Intuisinya, entah mengapa selalu tepat dan tidak pernah melesat sekali pun. Kemampuan janggalnya itu dimiliki sejak usianya menginjak angka enam. Bermula dari sebuah peristiwa, sore itu Dino menolak ajakan teman-temannya untuk membeli es krim. Padahal dibandingkan apa pun, minuman satu itu tidak pernah tidak menarik hatinya-selayaknya tembaga, maka es krim adalah magnetnya.
Berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya, Dino pasti akan menuruti apa saja perintah dari orang-orang, asalkan es krim menjadi imbalannya. Maka, penolakan Dino kali ini tentu saja dicurigai sebagai sesuatu yang aneh. Pandangan itu muncul karena penolakan Dino tidak disertai alasan yang cukup jelas. Dugaan Dino yang mengatakan bahwa es krim itu berbahaya, tidak dapat dicerna oleh satu pun kepala temannya.
"Mengapa kamu tidak ikut membeli es krim?" tanya Rika.
"Es krim itu berbahaya." jawab Dino singkat.
 "Tumben. Bukannya kamu suka es krim, ya? Kemarin-kemarin kamu juga jajan dan tidak kenapa-kenapa, tuh." Rizky berujar sembari memonyongkan bibir.
"Tapi, es krim yang satu ini berbahaya. Terserah, kalau kalian tidak percaya."
Barangkali perkataan Dino kurang meyakinkan atau sikapnya terlampau tenang, yang membuat tak seorang pun mengindahkan kemungkinan itu. Mereka semua tetap membeli es krim, kecuali Dino seorang.
Selang beberapa jam setelah es krim beraneka rasa itu dilahap habis, mereka semua kejang-kejang dan di setiap mulut keluar cairan putih yang berbusa. Akhirnya, anak-anak tersebut dilarikan ke rumah sakit, kecuali seorang, tentu saja.
Dino benar, es krim itu berbahaya.
***
Peristiwa keracunan massal di masa silam itulah yang menjadi penanda awal bahwa Dino benar-benar memiliki kemampuan khusus berupa indra keenam. Hanya dengan mengikuti suara batin, ia dapat menerawang sesuatu yang belum terjadi.
Beberapa kali, tidak jarang rumahnya selalu ramai oleh kedatangan teman-temannya, khususnya yang sekelas dengannya di sekolah. Ketika datang masa-masa ujian---baik ujian harian, ujian tengah semester, atau ujian akhir sekolah---mereka dengan kompak menyambangi Dino hanya untuk menanyakan soal-soal yang sekiranya keluar pada lembar pertanyaan.
 "Dino, gambar wayang apa yang kira-kira akan ditanyakan besok?" salah satu teman bertanya perihal kemungkinan soal mata pelajaran Bahasa Jawa yang akan diujikan esok hari.
"Akan ada empat bayangan berjajar. Semuanya menghadap ke arah yang sama, tetapi dengan bentuk yang berbeda-beda. Salah satu di antaranya mempunyai pantat paling besar. Ada juga yang rambutnya dikucir, lancip mencuat ke atas." Dino menjelaskan dengan panjang lebar.
"Ah, itu pasti Punakawan. Hei, Ilham," Ramzi yang merupakan ketua kelas, berkata sembari menoleh ke arah Ilham, lalu melanjutkan instruksi, "cepat catat. Ingat! Malam ini kita harus menghafalkan nama-nama mereka."
Tangan-tangan yang lain pun ikut mencatat di lembaran kertas yang disobek dari masing-masing buku mereka.
Kenyataanya, tidak hanya sekali itu Dino dicecar pertanyaan, melainkan hampir di semua mata pelajaran. Orang yang ditanya pun tidak keberatan sama sekali dan justru dengan senang hati selalu menjawab, tanpa terkecuali.
Orang tua Dino tidak tahu-menahu akan hal ini. Sedikit aneh, memang, bahwa tidak ada satu pun penghuni rumah yang menyadari bahwa Dino memiliki kemampuan luar biasa---yang tidak dimiliki orang-orang pada umumnya.Â
Papa dan mama Dino selalu sibuk dengan urusan masing-masing. Lantaran suami istri beranak tunggal itu merasa sudah melaksanakan kewajiban dengan menyekolahkan Dino dan menitipkannya pada asisten rumah tangga, keduanya biasa pergi ke luar kota hingga berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan lamanya. Entah untuk urusan pekerjaan ataupun yang lainnya.Â
Bahkan demi menunjang prestasi akademik, Dino dimasukkan pada lembaga bimbingan belajar terbaik sekaligus termahal di kotanya. Anak itu memang selalu mendapat peringkat di kelasnya, termasuk peringkat paralel di sekolah---namanya selalu tercantum dalam daftar tiga besar yang terbaik.Â
Orang tuanya tidak tahu, kalau itu semua terjadi bukan karena hasil dari bimbingan belajar atau ketekunan anaknya, melainkan berkat kemampuan indra keenam yang dimiliki si anak. Penerawangan yang selalu tepat, telah mengantarkannya menjadi siswa yang berprestasi.
Awalnya Dino tidak begitu mengindahkan kemampuan janggal itu. Ia menganggap bahwa semuanya kebetulan belaka. Namun, kenyataan telah membuktikan bahwa kebetulan itu tidak hanya terjadi satu kali, tetapi terus menerus sampai ia sendiri akhirnya percaya.
Di kelas, saat ujian mencongak, ia dapat menerka apa yang sedang dipikirkan gurunya. Sebelum soal dibacakan, ia sudah menulis jawabannya di lembar jawab. Teman-teman Dino yang penasaran, bertanya-tanya bagaimana ia bisa selalu menempati prestasi di posisi teratas.
"Sebenarnya bukan karena belajar giat atau rajin ke bimbingan belajar, sih," ujar Dino. Lalu, ia pun menceritakan bakat aneh tersebut pada teman-temannya. Mendengar penuturan itu, tidak ada satu pun teman yang percaya. Mereka menuduh Dino hanya membual dan pelit untuk berbagi tips yang berkenaan dengan cara belajar.
Sampai akhirnya, setiap anak membuktikan dengan cara bergiliran mengikuti keseharian Dino. Bahkan, mereka yang laki-laki sampai membuat jadwal menginap di mana masing-masing anak mendapat giliran menemani Dino menjalani rutinitasnya.
Dan benar saja, ternyata di rumah, Dino tidak pernah belajar. Waktu senggangnya hanya dihabiskan dengan berdiam diri dan melamun. Saat mengikuti bimbingan belajar, Dino hanya berpura-pura memperhatikan dan mengangguk sesekali, sedang tatapan matanya kosong.
Selama satu bulan, teman-teman Dino hadir bergantian. Para asisten di rumah pun justru senang, sebab mereka tidak harus menemani Dino sehingga dapat melakukan aktivitas lain, semisal bersantai atau bermalas-malasan. Dari pengamatan yang telah dilakukan, akhirnya teman-teman Dino percaya bahwa Dino memang berbeda dari kebanyakan.
***
Kini, Dino sudah menginjak kelas enam, artinya tidak lama lagi ia menghadapi ujian kelulusan. Penetapan ujian akhir berstandar nasional dari pemerintah tak ayal membuat para siswa khususnya yang kelas enam, ketakutan.Â
Setiap kali guru mengucapkan kalimat yang mengandung kata-kata detik-detik-ujian-nasional, secara tidak sadar keringat dingin menetes dari kening para siswa. Mereka semua diwajibkan menyusuri toko buku dan membeli buku-buku yang memuat kata-kata detik-detik-ujian-nasional. Konon, buku tersebut memuat prediksi soal yang akurat.
Hampir semua siswa kelas enam cemas dan khawatir, kecuali empat puluh siswa di kelas Dino. Pada saat hari-H, tidak tampak sedikit pun dari mereka yang menunjukkan wajah-wajah ketakutan. Sebaliknya, raut wajah mereka tenang dengan senyum yang menghiasi bibir.
Guru-guru di sekolah Dino tentu saja senang karena mendapati siswanya yang mampu menguasai keadaan. Para pengajar itu yakin, bahwa mereka sudah semaksimal mungkin dalam mengajarkan materi pelajaran. Lagi pula Try Out yang dilakukan secara bertahap juga menunjukkan hasil yang aman bahkan memuaskan. Itu semua cukup menjanjikan bagi para guru untuk optimis menunggu pengumuman.
***
Sampailah pada hari yang telah ditunggu-tunggu. Namun, ada yang menggemparkan sewaktu pengumuman. Di salah satu kota, sebanyak empat puluh peserta ujian dinyatakan tidak lulus. Tentu saja ini menjadi hal baru yang belum pernah terjadi sebelumnya. Angka empat puluh dianggap sebagai jumlah terbanyak dari ketidaklulusan selama ini. Dan semua siswa yang dinyatakan tidak lulus itu, ternyata berasal dari satu sekolah saja, yakni sekolah Dino.
Para komite sekolah, khususnya kepala sekolah, bingung dan kelimpungan memikirkan cara untuk menghadapi pertanyaan dari para wartawan yang datang meliput. Semua guru dan wali murid tidak ada yang tidak menangis, termasuk para siswa yang tidak lulus---mereka bahkan meraung-raung. Hanya satu orang yang tidak menangis, yaitu Dino.
Tidak ada siapa pun yang tahu, bahwa Dino telah menyuruh petugas pembawa map dokumen hasil ujian, untuk menukar lembar jawab yang telah disiapkan Dino. Beberapa hari sebelum ujian dilaksanakan, di tangan Dino telah terdapat ratusan lembar jawab asli yang kosong. Masing-masing berjumlah empat puluh lembar untuk setiap mata pelajaran yang diujikan.
Dino yang tidak pernah mengalami kesulitan dalam hal finansial, tentu dengan mudah membeli lembar jawab dari pihak yang bersangkutan. Pada malam hari di kala teman-temannya sedang berkutat dengan materi ujian, di rumahnya sendiri ia sibuk mengisi puluhan lembar jawab kosong dan menuliskan setiap nama temannya lengkap dengan identitas lainnya, lantas mengarsir penuh semua lingkaran A,B,C,D, dan E di kolom jawaban. Ia tidak merasa kelelahan sedikit pun, sebab itu telah menjadi bagian dari rencana yang diinginkannya.
Usai ujian berlangsung, Dino akan menemui petugas yang telah dibayarnya untuk menukar map yang berisi lembar jawab teman-temannya, dengan lembar jawab yang telah dipersiapkan Dino pada malam harinya. Alhasil, ketika dilakukan pengoreksian serentak melalui komputer, datanya menunjukkan tidak ada satu pun yang lolos dari standar.
Tak seorang pun menyangka bahwa Dino adalah otak sekaligus dalang utama di balik peristiwa itu. Sebab sulit dipercaya, seorang anak SD telah merencanakan sesuatu dengan sangat rapi dan terstruktur.
Di balik itu semua, setahu teman-temannya, perkiraan Dino tidak pernah melesat. Jadi, mereka semua percaya dengan prediksi Dino---satu minggu sebelumnya, mereka telah mendapatkan kunci jawaban dari Dino dan menghafalkannya secara sembunyi-sembunyi.
***
Berbondong-bondong orang mendatangi rumah Dino---para guru dan siswa beserta orang tua masing-masing---bersiap menghakimi dan menuntut pertanggungjawaban. Tiga puluh sembilan siswa itu mengadu bahwa Dino telah memberi jebakan. Mereka bahkan tidak peduli, kalau Dino termasuk dari siswa yang tidak lulus. Tetapi rupanya, pencarian itu tidak berhasil. Dino tidak ada di rumahnya.
Keesokan harinya, tatkala penjaga sekolah baru akan memulai aktivitas bersih-bersih, ia menemukan seorang bocah yang masih mengenakan seragam sekolah, tewas gantung diri di sebuah kamar mandi dengan meninggalkan secarik kertas berisi tulisan tangan:
dino benci papa dan mama. papa dan mama tidak sayang pada dino. dino selalu kesepian. papa dan mama pergi terus. meninggalkan dino di rumah.
dino benci teman-teman. teman-teman datang pada dino hanya untuk tahu jawaban soal ujian. tidak ada yang tulus berteman dengan dino.
dino benci pak guru dan bu guru. pak guru dan bu guru selalu memberi dino pr yang banyak sekali. pr nya sulit-sulit. pak guru dan bu guru hanya ingin nilai dino dan teman-teman bagus. pak guru dan bu guru sering marah-marah di kelas.
dino kesepian. dino benci orang-orang.
Kalimat tersebut tertulis di atas kertas lusuh dan huruf-hurufnya sudah tampak luntur. Kalimat panjang yang ditulis sejak dua bulan yang lalu.
21 Mei 2018
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI