Mohon tunggu...
Apridhan Arga Khairi
Apridhan Arga Khairi Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Bercita-cita menjadi musisi, penulis, dan budayawan, namun tak cukup peka dan cerdas dalam merasakan dan menerjemahkan sesuatu.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

I: Perjumpaan

8 April 2012   19:26 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:52 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

I

PERJUMPAAN

Ria bukannya tak peduli dengan yang dikatakan orang di sekitarnya, cuma dia punya keyakinan yang besar akan cita-cita yang sedang ia jalani. Berkali-kali semangatnya sempat patah, berkali karena terlalu banyak yang menyangsikan bagaimana mungkin itu berakhir bahagia. Tetapi ia terus yakin. Ia percaya mestakung. Ia percaya pada kebaikan Tuhan. Ia percaya ia bisa mewujudkannya.

Ria memang terlalu banyak menonton film-film televisi dan sebagaimana kebanyakan perempuan menyukai komedi romantis yang selalu berakhir bahagia, berciuman dengan seorang prince charming di akhir film. Meski begitu, ia tidak suka sinetron, terlalu banyak intrik yang tak masuk akal – kehidupan Ria jauh lebih simpel: Bangun pagi, berangkat ke sekolah, sekali-kali bermain bersama temannya, kemudian saat malam ia tidur dengan berbagai macam mimpi indah. Bahkan untuk sebuah roman picisan pun, kehidupan Ria sangatlah datar.

Namun tak begitu halnya dengan hatinya, setidaknya. Ada cinta, ada cemburu, dan ia mempunyai seorang pria yang telah dipacarinya sejak 3 tahun lalu. Pacar pertamanya. Sang pangeran berkuda yang akan membawanya ke sebuah rumah mungil, dengan pemandangan indah dan damai, dengan kereta kencana berwarna putih di akhir kisah. Atau mungkin akan melamarnya dengan berlutut di sebuah tempat yang romantis dan kemudian sambil tersipu ia berkata, “Iya. Aku bersedia”. Ria memikirkan semua itu. Ya! Tapi ia tak akan pernah mengungkapkan semuanya kepada sang kekasih. Ia terlalu malu untuk itu. 3 tahun yang telah mereka jalani ini sudah cukup membahagiakannya. Bahkan ia sangat yakin ini akan menjadi percintaan terakhirnya.

Minggu pagi ini Ria bangun sedikit terlambat. Sudah pukul 8. Terlambat 2 jam dari jadwal untuk hari minggu bolehlah dianggap ‘sedikit’. Ia mengecek handphone, berharap ada sms dari sang pacar. Nihil. Ia pun mengetik pesan klise, “Pagi, Sayang”. Kemudian dikirmnya ke nomor kekasihnya.

Sambil menunggu balasan, Ria memutuskan untuk mandi saja. Meski sekarang hari malas, tapi ia tidak akan melewatkan kesempatan untuk mandi segera selepas bangun pagi, bangun agak siang, atau pun bangun siang. Segera mandi sebangun tidur menurutnya membuka pintu berbagai macam kesempatan yang hanya datang pada waktu yang sempit.

“Ria. Ria!” teriak mamanya. “Mama tahu kamu sudah bangun. Ayo, turun! Antar mama ke kondangan.”

“Ria mandi dulu yah, Ma” sahut Ria.

“Mandinya ntaran ajalah. Mama buru-buru nih.”

Ria hanya bisa menurut. Melepaskan kesempatan yang mungkin akan datang untuk memenuhi kesempatan berbakti kepada orangtua ia anggap bukanlah sesuatu yang buruk. Ia berpakaian dan merapikan diri kemudian bergegas bersiap dengan motornya di halaman.

“Antar Mama ke Dasan Agung. Kalau bisa nyampe sana 15 menit, Mama tambah sepuluh ribu.”

Emang Ria ojek?” Ria tak habis pikir, mamanya sedang buru-buru tapi masih bisa bercanda, Errr.. Mungkin menghina gue juga nih! Grrr.. Ria menggerutu dalam hati.

Ria memang bisa memenuhi target mamanya, tapi bonus ‘ojek’nya hanya sekedar ciuman sayang dari sang mama. “Jemput mama sebelum dzuhur ya, Ya!” mamanya mengingatkan.

Tak ada lagi yang harus dilakukan, Ria pun segera pulang. Kali ini ia memilih mengambil rute yang agak jauh. Sekalian jalan-jalan, pikirnya. Akhirnya dia memutuskan sekalian saja memutar lewat Seruni, sambil menimbang-nimbang untuk mampir ke rumah pacarnya.

*****

Setelah berputar-putar sejenak, ia mampir ke sebuah gerobak es kelapa muda. Sejenak saja untuk sekedar menghapus dahaga dan mendinginkan mesin motor. Walau sebenarnya tak peduli dengan besi-besi panas di bawah selangkangannya atau tenggorokannya yang kering diterpa angin, ia rasa dua alasan ini cukup untuk mengajak gadis yang diboncengnya mengobrol sejenak.

“Jadi bagaimana kuliahmu?” ia mengawali perbincangan.

“Susah, Gus. Kadang nyesek juga kenapa dulu harus ambil ini. Haduuuh..”, keluh sang gadis.

“Kamu sinya sok banget ngambil jurusan susah. Otak jongkok tuh harus nyadar diri!” ejek Bagus.

“Hahaha. Sial! Ini demi masa depan, Gus. Lagian sudah masuk semester 3, sayang kalau gak dilanjutkan.”

Ini kali pertama mereka bertemu semenjak sekian lama. Namun Bagus merasa tidak ada yang berubah dari gadis yang bernama Nadya ini. Masih memesona dengan tubuh bongsornya. Juga mata sipitnya. Juga rambut panjangnya yang menggerai lurus. Tapi hati siapa yang tahu?

“Jadi bagaimana dengan cewekmu? Masih ta?” Nadya sedikit penasaran. Banyak tepatnya. Seorang lelaki yang diketahuinya sedang dalam status in relationship mengajak seorang perempuan di hari minggu untuk ‘jalan-jalan’ merupakan hal yang tidak biasa.

Cewekku? Aman!” Jawab Bagus enteng.

“Tapi masih ‘kan?” Nadya masih penasaran.

“Masih, masih. Kenapa sih?” Bagus jengah, balik penasaran.

“Bukan apa-apa. Cuma merasa aneh saja. Buat apa kamu ajak aku jalan?” jelas Nadya.

“Semalam aku merasa bosan, pengen jalan-jalan dengan suasana berbeda. Kebetulan sekali kamu sms.”

“Kamu sedang bosan dengan pacarmu?” Nadya makin penasaran.

Gak juga. Cuma ingin suasana baru. Bukan berarti aku sedang bosan atau sedang ada masalah dengan dia. Bukan. Lagipula gak masalah bukan, aku ajak kamu jalan, sebagai teman?”

“Umm.. Tidak masalah sih selama dia tidak salah paham, selama aku tidak dicap sebagai perusak hubungan orang lain.” Nadya selalu gusar dengan cap-cap tidak jelas seperti itu. Menurutnya hal itu hanya meniadakan pertemanan wanita dengan laki-laki.

“Tenang.” Bagus mencoba menenangkannya. Sebenarnya Nadya masih merasa risih, namun ia berusaha menepis semua kemungkinan terburuk dan mencoba menikmati pertemanan mereka.

Bagus merogoh sakunya, dia teringat ada pesan masuk sedari tadi ia abaikan. Kebetulan sekali, pikirnya. Ia segera membalas. Send. Sent. Done!

Ngesemes siapa?” tanya Nadya.

Bagus mengernyit. Memang, Nadya belum berubah sedikit pun semenjak pertama mereka berkenalan, kemudian berteman, lalu berpuncak pada jadian. Dulu dia mengatakan Nadya orang yang curigaan. Sedikit saja Nadya merasa Bagus merahasiakan sesuatu, Nadya akan mencercanya dengan berbagai macam pertanyaan, pernyataan, dan beberapa tuduhan. Tapi sekarang ia mengatakannya dengan sedikit lebih baik: tukang penasaran.

“Orang yang baru saja kita bicarakan” jawab Bagus.

“Hahaha. Cinta. Orangnya langsung di-sms” Nadya mencoba menggoda.

“Cuma membalas sms, kok. Kebetulan keinget.”

Tuh, kan..” Nadya terus menggoda.

“Hahaha. Selaq!”

*****

Ria terus melaju. Berputar ke arah sekolahnya, kemudian menuju Atletik. Mungkin saja ada yang bisa dijadikan bahan cuci mata, pikirnya. Atau mungkin sedikit penyegaran diri tanpa mandi.

*****

Mereka menghabiskan segelas es kelapa muda di tangan mereka masing-masing sambil melihat lalu lalang kendaraan. Sekali-kali melihat beberapa orang sedang membakar lemak di lapangan. Tak ada yang memulai lagi pembicaraan. Tawa mereka telah habis, entah berkelana kemana. Seperti bayangan yang mereka putar dalam otak masing-masing, tetiba hilang. Bagus, untuk beberapa saat, merasa nyaman dengan kesunyian di antara mereka berdua. Hanya untuk beberapa saat.

*****

Semakin dekat dengan Atletik, Ria mulai menajamkan mata. Motornya dilaju pelan saja. Jangan sampai ada momen yang terlepas olehnya. Beberapa orang dilihatnya berkeringat dan berjalan letih. Tak ada yang menarik. Belum. Sampai ia melihat tulisan “Es Kelapa Muda Maiq Batur”.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun