“Ngesemes siapa?” tanya Nadya.
Bagus mengernyit. Memang, Nadya belum berubah sedikit pun semenjak pertama mereka berkenalan, kemudian berteman, lalu berpuncak pada jadian. Dulu dia mengatakan Nadya orang yang curigaan. Sedikit saja Nadya merasa Bagus merahasiakan sesuatu, Nadya akan mencercanya dengan berbagai macam pertanyaan, pernyataan, dan beberapa tuduhan. Tapi sekarang ia mengatakannya dengan sedikit lebih baik: tukang penasaran.
“Orang yang baru saja kita bicarakan” jawab Bagus.
“Hahaha. Cinta. Orangnya langsung di-sms” Nadya mencoba menggoda.
“Cuma membalas sms, kok. Kebetulan keinget.”
“Tuh, kan..” Nadya terus menggoda.
“Hahaha. Selaq!”
*****
Ria terus melaju. Berputar ke arah sekolahnya, kemudian menuju Atletik. Mungkin saja ada yang bisa dijadikan bahan cuci mata, pikirnya. Atau mungkin sedikit penyegaran diri tanpa mandi.
*****
Mereka menghabiskan segelas es kelapa muda di tangan mereka masing-masing sambil melihat lalu lalang kendaraan. Sekali-kali melihat beberapa orang sedang membakar lemak di lapangan. Tak ada yang memulai lagi pembicaraan. Tawa mereka telah habis, entah berkelana kemana. Seperti bayangan yang mereka putar dalam otak masing-masing, tetiba hilang. Bagus, untuk beberapa saat, merasa nyaman dengan kesunyian di antara mereka berdua. Hanya untuk beberapa saat.