“Antar Mama ke Dasan Agung. Kalau bisa nyampe sana 15 menit, Mama tambah sepuluh ribu.”
“Emang Ria ojek?” Ria tak habis pikir, mamanya sedang buru-buru tapi masih bisa bercanda, Errr.. Mungkin menghina gue juga nih! Grrr.. Ria menggerutu dalam hati.
Ria memang bisa memenuhi target mamanya, tapi bonus ‘ojek’nya hanya sekedar ciuman sayang dari sang mama. “Jemput mama sebelum dzuhur ya, Ya!” mamanya mengingatkan.
Tak ada lagi yang harus dilakukan, Ria pun segera pulang. Kali ini ia memilih mengambil rute yang agak jauh. Sekalian jalan-jalan, pikirnya. Akhirnya dia memutuskan sekalian saja memutar lewat Seruni, sambil menimbang-nimbang untuk mampir ke rumah pacarnya.
*****
Setelah berputar-putar sejenak, ia mampir ke sebuah gerobak es kelapa muda. Sejenak saja untuk sekedar menghapus dahaga dan mendinginkan mesin motor. Walau sebenarnya tak peduli dengan besi-besi panas di bawah selangkangannya atau tenggorokannya yang kering diterpa angin, ia rasa dua alasan ini cukup untuk mengajak gadis yang diboncengnya mengobrol sejenak.
“Jadi bagaimana kuliahmu?” ia mengawali perbincangan.
“Susah, Gus. Kadang nyesek juga kenapa dulu harus ambil ini. Haduuuh..”, keluh sang gadis.
“Kamu sinya sok banget ngambil jurusan susah. Otak jongkok tuh harus nyadar diri!” ejek Bagus.
“Hahaha. Sial! Ini demi masa depan, Gus. Lagian sudah masuk semester 3, sayang kalau gak dilanjutkan.”
Ini kali pertama mereka bertemu semenjak sekian lama. Namun Bagus merasa tidak ada yang berubah dari gadis yang bernama Nadya ini. Masih memesona dengan tubuh bongsornya. Juga mata sipitnya. Juga rambut panjangnya yang menggerai lurus. Tapi hati siapa yang tahu?