Mohon tunggu...
Apriani Dinni
Apriani Dinni Mohon Tunggu... Guru - Rimbawati

Biarkan penaku menari dengan tarian khasnya, jangan pernah bungkam tarian penaku karena aku akan binasa secara perlahan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Noormah (Bagian Enam)

3 November 2020   08:41 Diperbarui: 3 November 2020   08:51 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagian Enam

<< Sebelumnya 

Noormah kembali meminta Bapak mencium kening, hidung, pipi kiri kanan dan bibir sekali lagi sebelum bertanya kepada Bapak, "Pak... Apakah Bapak benar-benar mencintaiku?" mendengar kata-kata Noormah itu Bapak kembali menangis sambil mengatakan bahwa selain Tuhan, hanya dia yang Bapak cintai di dunia ini.

"Iya, terus, apa kata bu Noormah?"

"Begitupun aku Pak, Bapak pasangan hidup dan matiku, aku pamit dulu, kutunggu Bapak di Pintu Akhirat," Bapak menjerit sekeras-kerasnya saat menyadari ternyata setelah mengatakan itu, denyut nadi di tubuh Noormah berhenti. Semua anak dan menantu Bapak masuk ke dalam kamar dan melihat Ibu yang mereka cintai telah meninggal dunia."

"Ibu Noormah meninggal dunia setelah mengatakan itu?"

"Iya dan semuanya berlangsung begitu cepat, tetangga-tetangga Bapak sudah berkumpul semua dan setelah shalat ashar, jenazah Noormah di kebumikan, karena ketika masih hidup Noormah sempat berpesan agar kelak jika Ia meninggal dunia jenazahnya jangan sampai di malamkan,"

"Iya,"

"Acara pemakamannya berjalan lancar, dan Anak pertama Bapak yang tinggal di Ujung Batu malam nya baru sampai ke rumah duka, sampai malam ke tujuh Noormah meninggal dunia, rumah masih ramai, beberapa anak angkat kami yang tinggal di Pekanbaru, Rokan Hulu juga memutuskan baru akan pulang ke rumah masing-masing setelah tujuh hari kepergian Noormah,"

"Ramai ya Pak?"

"Iya, Noormah itu semasa hidupnya banyak menolong orang dan kepergiannya itu memang cukup membuat kami semua merasa kehilangan."

"Iya,"

"Tepat di hari ke tujuh Noormah meninggal dunia, dia datang menemui Bapak yang saat itu masih begitu kehilangannya,"

"Dalam mimpi?"

"Bukan, nyata."

"Ha! Masak sih?"

"Tuhan yang menjadi saksi, jika memang sekiranya Bapak membohongimu,"

"Hemm, apakah Mendiang Noormah tubuhnya tranparan seperti di film-film horror ketika menemui Bapak?"

"Tidak, dia nyata, seperti kita ini,"

"Mustahil,"

"Ada banyak misteri di dunia ini yang tidak mampu di jelaskan dengan kata-kata,"

"Iya, trus mendiang ngomong apa nemuin Bapak di dalam kesedihan?"

"Noormah minta sebelum 40 hari semua hutang-hutangnya minta di lunasi semua, dia memberitau bahwa ada simpanannya di bawah kasur, dan minta agar uang itu Bapak pakai untuk melunasi semua hutang-hutangnya,"

"Dan setelah Bapak cek di bawah kasur itu ternyata memang benar-benar ada?"

"Iya, uangnya ada sekitar Rp.5 juta dan setelah Bapak bayarkan semua hutang-hutangnya masih ada tersisa Rp. 2 juta, dan sisa uangnya yang Rp. 1 juta itu Bapak infak kan ke Mushola di dekat rumah tempat tinggal kami,"

"Ajaib!"

"Di hari yang ke delapan kematian Noormah, Bapak tanpa sengaja melewati Tukang Jahit langganannya di Pasar, waktu itu Rahmi tiba-tiba manggil Bapak, karena katanya baju pesanan Noormah sudah selesai dia jahit. Dan ketika Bapak katakan bahwa Noormah sudah meninggal dunia seminggu yang lalu, Rahmi malah pingsan, Bapak panik dan segera memanggil suaminya yang ada di dalam rumah,"

"Waduh, trus?"

"Setelah siuman Rahmi cerita kalau kemarin dia ditelpo sama Noormah, bahwa besok Bapak akan datang untuk membayarkan baju pesanannya,"

"Ha! Trus?"

"Sisa uang peninggalan Noormah yang ada sama Bapak masih ada Rp.1 juta, dan langsung Bapak bayarkan Rp.500 ribu untuk upah dan bahan baju yang sudah di pesan oleh Noormah,"

"Baju apa Pak?"

"Baju Gamis warna merah marun, semuanya berwarna merah hati mulai dari baju hingga kerudung panjangnya,"

"Trus, Bapak bayari, Baju itu?"

"Iya, Bapak bayar lunas walaupun awalnya Rahmi tidak mau menerima pembayaran itu dan dia iklas kalau baju gamis pesanan Noormah itu mau Bapak bawa pulang,"

"Trus, Baju itu Bapak bawak pulang?"

"Tidak, Bapak berikan pada seorang Perempuan yang selama ini Bapak perhatikan rajin sholat di Mushola dekat Pasar Kandis,"

"Perempuan itu mau menerimanya?"

"Mau, Bapak bilang ke Perempuan itu, bahwa mana tau dengan dipakai untuk melakukan ibadah, Noormah ikut dapat sedikit pahala dari ibadah yang dia kerjakan,"


Bersambung

Catatan: Di buat oleh, Warkasa1919 dan Aprianidinni. Cerita ini hanya fiksi belaka, jika ada kesamaan Foto, nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan. Cerita ini juga tayang di secangkirkopibersama.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun