Mohon tunggu...
Apriani Dinni
Apriani Dinni Mohon Tunggu... Guru - Rimbawati

Biarkan penaku menari dengan tarian khasnya, jangan pernah bungkam tarian penaku karena aku akan binasa secara perlahan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Di Antara Debu-debu Jalanan (Bagian Satu)

11 September 2020   19:54 Diperbarui: 11 September 2020   20:09 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagian Satu

Hujan baru saja turun, ketika kupacu laju kendaraan Roda dua yang tengah kunaiki di atas jalanan bertanah kuning, yang jika di musim panas biasanya membuat debu-debu jalanan beterbangan, menutupi penglihatan mata saking tebalnya. Jalan tanah yang tengah kulalui ini adalah jalanan milik Perusahaan pemilik HPH.

Jalanan ini biasanya hanya di lewati oleh Mobil-mobil besar milik perusahaan pemegang izin HPH yang berada di tempat ini.  Di bawah siraman air hujan, jalanan yang biasa berdebu ini terasa begitu licin sekali. Kupacu laju kendaraan tapi masih di batas kecepatan yang aman ketika melewati jalanan ini. 

Di ujung sana, terlihat bangunan yang sepertinya adalah sebuah Warung Kopi. Di bawah derasnya air hujan, kupacu kendaraan tuk  datangi bangunan yang sepertinya adalah satu-satunya Warung yang ada di jalan tol-nya Perusahaan ini.

Setelah memarkirkan kendaraan, setengah bergegas aku masuk ke dalam Warung yang terlihat begitu minim cahaya. Sambil mengibas-ngibaskan air di rambut dan pakaian yang tengah kukenakan saat ini, kutatap isi bangunan semi permanen yang semua  dindingnya terbuat dari lembaran papan ini.

"Ada air mineral?" tanyaku pada salah seorang Wanita yang kulihat tengah tersenyum ke arahku.

"Ada," jawab Wanita berparas ayu itu sambil menganggukkan kepalanya ke arahku.

Penampilanku terlihat begitu kotor sekali, selain berdebu, sebagian Celana dan Sepatu yang kukenakan sudah hampir tertutup lumpur yang berasal dari tanah kuning akibat kecipratan lumpur di sepanjang jalan tadi.

Setelah membuka tutupnya, segera kuteguk sampai habis setengah botol air mineral yang baru saja di berikan oleh seorang wanita muda  yang cuma tersenyum melihatku, karena terlihat begitu haus sekali. Sebelum duduk di bangku panjang yang terbuat dari kayu, kukeluarkan sebungkus Rokok dari dalam saku Baju-ku dan menaruhnya di atas Meja.

"Melly,"

Kusambut uluran tangan Wanita cantik berkulit kuning langsat di depanku, yang baru saja memperkenalkan dirinya sambil menjabat erat tangan kanan-ku, tanpa merasa khawatir orang yang di ajaknya bersalaman itu bakal menularkan Covid-19 yang lagi booming saat ini.

"Kopi ada Mel?" tanyaku pada Wanita cantik yang memiliki rambut panjang sebahu dan warna rambutnya sedikit pirang ini.

"Enggak ada Bang, yang ada cuma B** dan beberapa minuman kaleng disini, kalau mau Melly ambilkan," jawab Melly sambil tersenyum menatapku.

"Minuman kaleng, apa yang ada?" tanyaku pada Wanita berparas cantik yang yang memilik bentuk tubuh tergolong plus size ini.

"Minuman kaleng x ada," kata Wanita cantik yang saat ini tengah memakai Kaos ketat berwarna hitam dan memiliki resleting pas di belahan dadanya itu.

"Oh gitu? Abang gak biasa minum B**, minuman x aja boleh Mel," kataku lagi sambil menatap ke arah wanita cantik yang memakai Rok mini sedikit kembang dan memiliki bibir tebal dan terlihat begitu sensual ini sambil tersenyum ramah.

"Melly satu ya Bang?" kata Melly lagi sambil beranjak dari tempat duduknya. 

ketika beranjak dari tempat duduknya, Wanita cantik yang penampilannya mirip artis Ibu kota ini seperti sengaja memamerkan payudaranya kepadaku. Sepertinya ukuran payudaranya sekitar 34 -36. Range paling favorit di kalangan para Pria-pria dewasa pada umumnya.

"Iya, boleh." kataku lagi meng-iyakan permintaan Melly barusan, sambil memperhatikan Rok mini warna hitam yang di kenakannya itu seperti tidak mampu untuk menutupi pinggulnya yang terlihat membusung kebelakang itu.

Setelah sosok Melly menghilang ke balik ruangan, kutatap seisi Warung yang memilik beberapa Meja dan Kursi serta satu TV besar yang tergantung di dinding bangunan semi permanen ini. Saat berkeliling ruangan ini, Mata-ku sempat melirik ke arah beberapa Wanita cantik yang kulihat hanya mengenakan Piayama dan Celana pendek di atas lutut, yang saat ini tengah bercanda satu sama lainnya.

Melly datang membawa dua minuman kaleng lalu duduk di sebelahku sambil membuka minuman kaleng yang di bawanya, sambil memberikannya kepadaku, Melly bertanya.

"Dari mana mulai kehujanan tadi Bang?" 

Di luar Warung ini hujan masih terlihat deras, suaranya lumayan berisik saat air hujan itu mengenai atap bangunan semi permanen ini.  

"Dari Bukit di seberang itu," jawabku pelan sambil mengambil sebatang Rokok Mild di atas Meja, meyelipkan ke bibir, membakar-nya dan menghisap asap-nya dalam-dalam lalu menghembuskannya secara perlahan-lahan.

"Mau kemana sih Bang?" tanya Melly sedikit penasaran saat melihat ke arah Celana dan Sepatu kets-ku yang sedikit tertutup lumpur basah.

"Mau ke Desa," jawabku pelan.

"Baru pertama kali ke tempat ini ya?" tanya Melly penuh selidik sambil tertawa.

"Iya," jawabku pelan.

"Soalnya Melly baru sekali melihat Abang melewati tempat ini,"

"Iya, memangnya Melly hapal siapa-siapa saja yang pernah melintas dan datang ke tempat ini?" tanyaku mulai teretarik untuk mengorek sedikit saja keterangan dari Wanita cantik berparas ayu ini.

"Hapal sih nggak, tapi ingat! Hahaha.." Melly menutup jawabannya sambil tertawa lebar, memperlihatkan barisan gigi-nya yang terlihat begitu bersih dan rapi dengan hiasan behel berwarna hijau daun untuk mempercantik tampilan gigi-nya.

"Bisa ingat gitu ya?"

"Ya iyalah, masak udah pernah  "dipake" bisa lupa."

"Maksudnya?"

"Hemm, Abang ini pura-pura lugu apa  pura-pura gak tau sih? Kalau gak tau kok kayaknya udah biasa datang ke tempat-tempat seperti ini. Hihihi... pasti pura-pura lugu biar di sangka anak baru ya?"

"Gak paham Abang Mel,"

"Hemm,.." Melly memelototiku sejenak, melihatku dari ujung rambut sampai ke ujung kaki, lalu tersenyum-senyum sendiri.

"Kenapa, Mel?" tanyaku heran, saat melihat Melly senyum-senyum sendiri melihatku.

"Nggak, Abang dari mana Sih?"

"Dari Kota ...,"

"Ha! Sama donk, Melly juga dari situ, kok bisa nyasar kemari? Hihihi.."

"Lah! Melly sendiri ngapain sampe ke tempat ini?"

"Biasalah Bang, tuntutan ekonomi."

"Kerja?"

"Iya,"

"Jadi pelayan di Warung Makan ini?"

"Ini bukan Warung Makan, Bang."

"Trus, Warung apa?"

"Hmmm, pura-pura lugu nih?" kata Melly lagi seperti orang yang tengah menyelidiki-ku.

"Emang gak tau kok," jawabku kalem.

"Masak Melly harus ngomong terus terang kalau  di tempat ini ada jualan "Ini" sih Bang?" kata Melly lagi sambil berusaha menahan tawanya sendiri, saat ekor matanya berusaha menuntun pandangan kedua mataku ke bagian paha-nya, yang saat ini terpampang dengan jelas di depan mataku.

"Hmmm,"

"Iya, biasanya yang pura-pura lugu kayak Abang ini malah lebih laju kalau udah tau rasanya 'itu', hahaha.." kata Melly tertawa lebar melihat keluguanku.

"Hmm!"

"Hihihi..,"

"Kita ngobrol-ngobrol aja ya Mel, sambil Abang nunggu hujannya reda,"

"Mau lebih dari sekedar ngobrol juga boleh kok, Bang.., Melly iklas lahir batin. Hahaha..."

"Abang gak punya duit, Mel,"

"Ih, Emang duit bisa ngomong?"

"Bisa,"

"Ha! Duit bisa ngomong? Dimana Abang liat?"

"Di dalam Film Kartun anak-anak,"

"Gokil, ah!"

"Hahaha..."

"Tapi Melly gak enak sama "Ayah dan Bunda" kalau cuma nemanin Abang ngobrol disini,"

"Trus?"

"Kalau Abang gak mau "Make" Melly, ambil "sepasang" ya Bang, biar kita leluasa ngobrol di tempat ini."

"Apa yang sepasang?"

"B**,"

"Oo, Abang gak "Minum" Mel, tapi bolehlah, berapa sepasang?"

"Rp. 150 ribu Bang, Melly cuma dapat fee Rp.25 ribu sepasangnya, lumayan Bang, buat tambah-tambahan kalau lagi sepi pelanggan kayak gini,"

"Iya, boleh, ambilah sepasang, tapi nanti Melly yang minum ya? Nanti biar Abang yang bayar,"

"iya,"


Selanjutnya >>


Catatan: Di buat oleh, Warkasa1919 dan Apriani Dinni.  Baca juga Bagian Dua yang di buat oleh Warkasa1919. Jika ada kesamaan Foto, nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan

catatan: sudah tayang di Secangkirkopibersama.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun