Mohon tunggu...
Apriani Dinni
Apriani Dinni Mohon Tunggu... Guru - Rimbawati

Biarkan penaku menari dengan tarian khasnya, jangan pernah bungkam tarian penaku karena aku akan binasa secara perlahan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Aku dan Lelaki Sampan

25 Agustus 2019   16:20 Diperbarui: 4 September 2019   14:58 451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Bagian Satu

****

Pagi ini udara masih terasa segar, saat ini aku berada di sebuah desa yang masih asri. Di desa terpencil yang dikelilingi rimbunnya pepohonan dengan sungai-sungai yang airnya terlihat begitu jernih. Setelah beberapa hari di desa ini aku baru tahu jika sungai yang memisahkan antara tempat tinggalku selama berada di desa ini dengan tempatku mengajar di sekolah itu adalah tempat aktivitas warga desa untuk mandi dan mencuci baju. Dan dari para tetua desa ini aku baru tahu bahwa ada banyak pantangan yang berlaku di sepanjang sungai ini, salah satunya adalah dilarang buang hajat di sungai. Aku tak mengerti dengan alasan warga desa tentang pantangan itu.

Namaku Dinni, kota asalku kurang lebih satu hari perjalanan jika menggunakan transportasi air dari desa ini. Saat ini aku mendapat tugas sebagai seorang guru di Desa terpencil, mau tidak mau aku harus menerima tugas tersebut sesuai dengan sumpah yang aku ucapkan sebagai seorang ASN, untuk sementara aku tinggal dengan Kepala Desa dan keluarganya di desa ini.

Jarak tempuh dari rumah tempatku tinggal dengan sekolah tempatku mengajar itu sebenarnya tidak begitu jauh, hanya saja untuk sampai ke sekolah tempatku mengajar itu aku harus menyebrangi sungai Tapa ini. Dan untuk pergi mengajar biasanya aku harus naik sampan untuk sampai ke sekolah dasar yang hanya ada satu-satunya di Desa terpencil salah satu dari sembilan desa lainnya yang menjadi daerah penyangga Kawasan Suaka Margasatwa ini.

Suaka margasatwa adalah kawasan hutan suaka alam yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan atau memiliki keunikan jenis satwa yang membutuhkan perlindungan/ pembinaan bagi kelangsungan hidupnya terhadap habitatnya.

Daerah suaka margasatwa biasanya ditetapkan sebagai suatu tempat hidup margasatwa yang mempunyai nilai khas bagi ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta merupakan kekayaan dan kebanggaan nasional.

Pelestarian dapat dilakukan secara sengaja atau alami untuk menjaga kelangsungan hidup tumbuhan tersebut. Adanya taman nasional dan cagar alam menjadi media dan sarana bagi pelestarian serta perlindungan jenis flora dan fauna khas di Indonesia. Melalui adanya upaya konservasi diharapkan keberadaan flora dan fauna tersebut tetap terjaga dari ambang kepunahan sehingga kelestarian keanekaragaman hayati flora dan fauna Indonesia tetap terjaga pada masa yang akan datang.

****

Pagi ini tidak seperti biasanya aku bangun kesiangan, dengan langkah kaki sedikit terburu-buru aku berangkat ke arah sungai tempat biasa aku naik sampan, terlihat air sungai meluap karena dari malam tadi turun hujan dan baru berhenti selepas adzan subuh tadi.

Langit terlihat mendung, sepertinya hendak turun hujan, tapi aku paksakan bahwa aku harus tetap berangkat mengajar ke sekolahku pagi ini. Setelah sampai di tepi sungai, yang kulihat hanya ada satu sampan dengan seorang lelaki yang memiliki perawakan tinggi dengan rambut sedikit ikal dengan tatapan matanya yang begitu tajam.

Sekali lagi aku tatap lelaki di atas sampan yang kulihat selalu mengenakan pakaian kemeja lengan panjang yang warnanya sudah terlihat memudar itu, biasanya aku selalu menghindari naik sampan lelaki jangkung yang mengenakan celana panjang berwarna biru itu, entah kenapa dari pertama kali melihatnya, jujur saja aku sedikit takut dengan sorot matanya yang seolah-olah ingin menelan bulat-bulat tubuhku itu.

Dan pagi ini, sepertinya aku tidak punya pilihan, karena untuk sampai ke sekolah tempatku mengajar itu aku harus menggunakan sampan. Dan satu-satunya sampan yang ada di tempat ini adalah sampan milik lelaki itu.

****

Sepanjang perjalanan aku hanya diam, apalagi saat ini hanya ada aku dan lelaki bermata tajam yang di mataku sepertinya tidak pernah mengganti pakaiannya itu. 19 hari aku berada di pinggir sungai ini. Dan diam-diam aku selalu memperhatikan dirinya yang selalu menatap kepergianku dari atas sampannya itu. Menurutku, sebenarnya lelaki muda di atas sampan itu lumayan tampan.

Sambil menatap air sungai di perjalanan menuju ke arah sekolah tempatku mengajar itu, diam-diam ekor mataku melirik ke arah lelaki muda yang memiliki warna kulit kecoklatan dan sorot mata yang begitu tajam itu. Wajahku bersemu merah, merasa malu sendiri saat sadar, ternyata diam-diam lelaki yang tengah kucuri-curi pandang itu juga tengah menatap dan memperhatikan semua gerak-gerikku.

Di tengah sungai yang arusnya begitu deras pagi ini, tiba-tiba saja awan yang sedari tadi terlihat hitam itu mencurahkan air dengan deras sekali, aku gelagapan tanpa persiapan jas hujan. Di bawah siraman air hujan dan suara petir yang menggelegar, lelaki pendayung sampan itu menyodorkan jas hujan miliknya ke arahku. dengan cepat aku menerimanya untuk membungkus tas dan peralatan elektronik milikku. Masih terombang-ambing di atas sampan lelaki muda bermata tajam itu mencoba mengendalikan sampan.

Sambil menahan dingin akibat terpaan air hujan aku terus memegangi bungkusan tas dan peralatan elektonik-ku agar tidak sampai terjatuh ke dalam sungai di saat sampan sedang terombang-ambing di terjang derasnya arus sungai yang begitu kencang.

Lelaki pendayung sampan mencoba untuk tetap tenang saat pendayung sampan di tangannya itu patah, tapi aku tahu jika ia sebenarnya sedang panik dan terus berusaha mengendalikan sampan dengan sisa potongan pendayung sampan di tangannya agar sampan ini tidak sampai terbalik di hempas arus sungai yang begitu kencang. Semakin ketengah, arus sungai semakin deras, aku lihat lelaki muda yang kuperkirakan usianya di bawah usiaku itu mulai tidak bisa lagi mengendalikan sampannya. Jujur saja aku sangat ketakutan, karena aku tak bisa berenang.

Sambil berpegangan pada tepian sampan, aku menangis ketakutan. Lelaki sampan yang bajunya juga telihat basah kuyup seperti pakaianku, tersenyum sambil menatap ke arahku, sepertinya dia kasihan melihatku yang menggigil kedinginan.

Ada desiran lembut di dadaku saat melihat lelaki bermata tajam itu tersenyum lembut menatap ke arahku. Entah kenapa melihat senyumnya yang terasa begitu manis dan menggairahkan itu membuatku sejenak melupakan semua rasa takut yang sedari tadi mencengkram hati dan pikiranku. Sambil berusaha menahan keseimbangan, lelaki bermata tajam itu tersenyum sambil terus menatapku, seperti berusaha menenangkan semua ketakutanku.

Sampai akhirnya sampan yang kami naiki ini sedikit tenang, saat ini sampan yang kami naiki ini berada di tengah-tengah pertemuan dua arus sungai yang berlawanan.

****

Di depan sana, di pinggir sungai terlihat ada batang kayu besar yang telah tumbang. Segera lelaki tinggi dengan tatapan tajam di depanku ini menceburkan diri ke dalam sungai, lalu sambil berenang dia berusaha mendorong sampan yang tengah kami naiki itu kearah batang kayu besar di tepian Hutan larangan.

Hujan masih turun dengan deras di iringi suara petir yg menggelar, di bawah siraman air hujan, akhirnya dengan susah payah lelaki berperawakan tinggi dan bermata tajam itu berhasil menambatkan sampan di dekat batang kayu besar yang sudah tumbang di pinggir Hutan larangan.

Setelah kembali naik ke atas sampan, lelaki muda bermata tajam di depanku itu memberi tahuku, bahwa saat ini yang paling aman adalah naik ke daratan dan mencari tempat berteduh di pinggiran Hutan larangan.

****

Susah payah aku naik ke atas melalui cabang batang kayu yang sudah tumbang. Lelaki sampan akhirnya memintaku untuk membuka sepatu tinggi yang aku kenakan. Jujur saja aku sangat kesulitan memanjat cabang kayu yang menjuntai di atas sampan itu. Apa lagi dengan kain rok panjang yang aku kenakan saat ini, rok panjangku ini membuatku sangat sulit untuk memanjat cabang pohon agar dapat sampai di atas permukaan batang kayu besar yang tumbang melintang dari pinggir hutan itu.

Akhirnya lelaki muda itu memintaku naik ke bahunya, agar aku bisa mencapai batang kayu itu. Karena rok kain panjang yang aku kenakan saat ini membuatku kesulitan untuk bergerak, akhirnya dengan sedikit menahan rasa malu, aku putuskan untuk meyingkapkan rok kain panjang yang tengah aku kenakan itu.

Sekilas aku merasakan tatapan matanya liar saat melihat ke arah pahaku, saat paha putih dan mulus ini tersingkap di depan matanya itu. Walau sedikit jengah dengan tatapan nakalnya, terlebih saat melihat paha dan juga pakaianku yang telah basah kuyup ini, hingga pakaian atas yang aku kenakan saat ini terlihat begitu lengket ke tubuhku. Di antara derasnya air hujan yang membasahi tubuhku, kulihat matanya jelalatan saat melihat lekukan tubuhku yang basah dan berair akibat tersiram air hujan yang masih belum berhenti sedari tadi.

****

Lelaki sampan berjongkok didepanku, awalnya aku hanya ingin memijakkan kedua kakiku ini di kedua bahunya itu, tapi karena air hujan yang terus mengguyur, tubuhnya terasa begitu licin saat tidak berbaju setelah dia membukanya sebelum berenang tadi. Hingga akhirnya, sambil menahan rasa malu aku memintanya agar jongkok membelakangiku, dan setelah dia memutar tubuhnya, aku segera naik dan duduk di bahunya dengan mengangkangi batang lehernya serta berpegangan pada kepalanya untuk menjaga keseimbangan tubuhku saat lelaki muda itu mulai berdiri mengangkat tubuhku yang tengah dudu di bahunya dengan mengangkangi batang lehernya itu.

Aku rasakan Jemari tangannya menyentuh bokongku saat dia membantuku naik ke atas batang kayu yang licin itu, entah kenapa darahku berdesir dan merasakan sensasi kehangatan yang beda, saat kedua tangan lelaki bermata tajam itu sedikit meremas bokongku saat membantuku naik ke atas permukaan batang kayu besar itu.  

Setelah aku berhasil naik ke atas batang kayu, ku lihat ia mengambil tas kerjaku yang masih tertinggal di atas sampan itu, setelah dengan susah payah, akhirnya lelaki sampan itu berhasil naik ke atas batang kayu besar yang tumbang di tepian sungai ini. Perlahan dia bergerak ke tempatku yang duduk yang menunggunya, untuk masuk ke dalam Hutan larangan bersamaku.


~bersambung~

Bahan bacaan : 1

Catatan : Di buat oleh, Apriani Dinni dan Warkasa1919. Baca juga Aku dan Wanita Cantik di atas Sampan yang di buat oleh Warkasa1919. Jika ada kesamaan Foto, nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun