Mohon tunggu...
Apriani Dinni
Apriani Dinni Mohon Tunggu... Guru - Rimbawati

Biarkan penaku menari dengan tarian khasnya, jangan pernah bungkam tarian penaku karena aku akan binasa secara perlahan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Aku dan Lelaki Sampan

25 Agustus 2019   16:20 Diperbarui: 4 September 2019   14:58 451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sampai akhirnya sampan yang kami naiki ini sedikit tenang, saat ini sampan yang kami naiki ini berada di tengah-tengah pertemuan dua arus sungai yang berlawanan.

****

Di depan sana, di pinggir sungai terlihat ada batang kayu besar yang telah tumbang. Segera lelaki tinggi dengan tatapan tajam di depanku ini menceburkan diri ke dalam sungai, lalu sambil berenang dia berusaha mendorong sampan yang tengah kami naiki itu kearah batang kayu besar di tepian Hutan larangan.

Hujan masih turun dengan deras di iringi suara petir yg menggelar, di bawah siraman air hujan, akhirnya dengan susah payah lelaki berperawakan tinggi dan bermata tajam itu berhasil menambatkan sampan di dekat batang kayu besar yang sudah tumbang di pinggir Hutan larangan.

Setelah kembali naik ke atas sampan, lelaki muda bermata tajam di depanku itu memberi tahuku, bahwa saat ini yang paling aman adalah naik ke daratan dan mencari tempat berteduh di pinggiran Hutan larangan.

****

Susah payah aku naik ke atas melalui cabang batang kayu yang sudah tumbang. Lelaki sampan akhirnya memintaku untuk membuka sepatu tinggi yang aku kenakan. Jujur saja aku sangat kesulitan memanjat cabang kayu yang menjuntai di atas sampan itu. Apa lagi dengan kain rok panjang yang aku kenakan saat ini, rok panjangku ini membuatku sangat sulit untuk memanjat cabang pohon agar dapat sampai di atas permukaan batang kayu besar yang tumbang melintang dari pinggir hutan itu.

Akhirnya lelaki muda itu memintaku naik ke bahunya, agar aku bisa mencapai batang kayu itu. Karena rok kain panjang yang aku kenakan saat ini membuatku kesulitan untuk bergerak, akhirnya dengan sedikit menahan rasa malu, aku putuskan untuk meyingkapkan rok kain panjang yang tengah aku kenakan itu.

Sekilas aku merasakan tatapan matanya liar saat melihat ke arah pahaku, saat paha putih dan mulus ini tersingkap di depan matanya itu. Walau sedikit jengah dengan tatapan nakalnya, terlebih saat melihat paha dan juga pakaianku yang telah basah kuyup ini, hingga pakaian atas yang aku kenakan saat ini terlihat begitu lengket ke tubuhku. Di antara derasnya air hujan yang membasahi tubuhku, kulihat matanya jelalatan saat melihat lekukan tubuhku yang basah dan berair akibat tersiram air hujan yang masih belum berhenti sedari tadi.

****

Lelaki sampan berjongkok didepanku, awalnya aku hanya ingin memijakkan kedua kakiku ini di kedua bahunya itu, tapi karena air hujan yang terus mengguyur, tubuhnya terasa begitu licin saat tidak berbaju setelah dia membukanya sebelum berenang tadi. Hingga akhirnya, sambil menahan rasa malu aku memintanya agar jongkok membelakangiku, dan setelah dia memutar tubuhnya, aku segera naik dan duduk di bahunya dengan mengangkangi batang lehernya serta berpegangan pada kepalanya untuk menjaga keseimbangan tubuhku saat lelaki muda itu mulai berdiri mengangkat tubuhku yang tengah dudu di bahunya dengan mengangkangi batang lehernya itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun