data-show-count="true">Follow My Twitter
Tulisan pernah ditayangkan di situs utama Pulau Nias, NBC
Pelaksanaan Lokakarya Pariwisata Nias pada 17-18 Juni 2014 meletakkan dasar-dasar penting terkait arah pariwisata Nias. Sejumlah butir kesepakatan dan kesepahaman antarpemerintah daerah serta MOU antara pusat dan kelima kepala daerah. Hal itu membuat arah pengembangan pariwisata Nias semakin jelas.
Berdasarkan itu, arah pembangunan (peta jalan/roadmap) kepariwisataan Nias bisa dikatakan sudah mulai jelas, hendak mau dibawa ke mana. Yang penting diketahui bahwa berlangsungnya lokakarya ini tidak terlepas dari peran diaspora Nias yang memiliki perhatian dan kerinduan mendalam untuk memperjuangkan kemajuan dunia pariwisata di Nias.
Dua hari setelah lokakarya itu berakhir, NBC berkesempatan berbincang-bincang dengan seorang tokoh diaspora Nias, yang merupakan salah satu motor terlaksananya rentetan kegiatan terkait pariwisata ini, yaitu Dr. Fönali Lahagu.
Hasil perbincangan dengan Fönali Lahagu kami sajikan dalam dua tulisan ini dan juga Arah Pariwisata Nias Sudah Mulai Jelas (Bagian 2-Selesai).
Bertempat di Hotel Miga Beach, Jalan Diponegoro, Kota Gunungsitoli, Fönali Lahagu bersama Bendris, juga tokoh diaspora Nias yang berprofesi sebagai pengusaha, berkenan berbagi cerita tentang rencana pembangunan kepariwisataan Nias ke depan secara eksklusif kepada NBC.
Sempat Diragukan
Diakui Fönali Lahagu bahwa awalnya terobosan menghangatkan kembali perbincangan terkait pariwisata Nias ini pernah dicibir dan menuai pesimisme dari sebagian kalangan, terlebih-lebih saat sarasehan dilaksanakan di Solo, Jawa Tengah.
Kekhawatiran masyarakat memang bukan tidak ada sebab. Pencanangan pariwisata Nias ini sebenarnya sudah sangat lama dilakukan, tetapi tetap saja implementasinya selalu nol besar. Selalu saja hanya berhenti pada tataran wacana. (Baca juga: Ini Pandangan Para Tokoh Soal Pariwisata Nias)
Berkaca dari berbagai “nirimplementasi” itu, diaspora Nias pun merancang agenda rencana pariwisata Nias sedemikian rupa, yakni dengan langsung mempertemukan pihak daerah sebagai pemangku kepentingan (stakeholder) dan pihak pemerintahan pusat sebagai pengambil kebijakan nasional.
“Memang dari awal itu banyak orang pesimistis saat mengadakan sarasehan. Ada kekhawatiran hanya terhenti di situ, ada lokakarya, sudah beberapa kali diadakan, tetapi tidak ada kelanjutan. Tetapi sejak awal kami menggagas ini tidak seperti itu. Jadi, kami mau mengadakan sarasehan lalu sampai deklarasi itu dan sampai ada 7 isi deklarasi bertekad-bertekad-bertekad, baru sepakat-sepakat, sepakat , termasuk juga kita mendorong para kepala daerah,” ujar Fönali.