Mohon tunggu...
Zuhanna A.Z
Zuhanna A.Z Mohon Tunggu... Penulis - Tinggal di Kalisat, Jember, Jawa Timur. Penulis lepas khususnya terkait bidang sosial, budaya, sejarah dan juga lingkungan.

Rakyat biasa yang merangkap penulis lepas. Tinggal di desa, memilih jauh dari kota.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Dua Tokoh Penolak Tambang Dibunuh dan Dianiaya

29 September 2015   06:19 Diperbarui: 29 September 2015   13:59 6151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sepuluh September 2015, Tosan mendapatkan ancaman pembunuhan dari Tim 12 yang diketuai oleh Desir. Beberapa warga yang menolak tambang juga mengaku pernah diancam oleh tim ini. Esoknya hal tersebut dilaporkan ke Polres Lumajang. Laporan saat itu diterima langsung oleh Kasat Reskrim Lumajang, Heri Sugiono, SH. MH. Ia menjamin dan akan segera merespon pengaduan yang juga telah dikoordinasikan dengan Kapolsek Pasirian. Delapan hari kemudian, datang surat pemberitahuan dari Polres Lumajang terkait nama-nama penyidik yang akan menangani kasus ancaman pembunuhan tersebut.

Pada 25 September 2015, warga yang tergabung dalam Forum mengadakan kordinasi dan konsolidasi. Mereka akan melakukan aksi terkait penolakan tambang pasir dikarenakan aktivitas penambangan tetap berlangsung. Tidak sesuai dengan janji dan surat penyataan yang telah disepakati. Rencana Aksi dilakukan besok pagi harinya tanggal 26 September 2015 Pukul 07.30 WIB.

Sebelum aksi demo berlangsung terjadi kasus penculikan dan penganiayaan oleh oknum pro tambang. Salim alias Kancil tewas mengenaskan, dan Tosan kritis akibat penganiayaan berat. Menurut Hamid hal ini sebenarnya bisa dicegah karena sudah ada pemberitahuan sejak dua hari sebelumnya. Ia sangat menyayangkan hal tersebut. Kecewa dengan gerak para pejabat dan aparatur daerah Lumajang.

[caption caption="Gambar yang dibuat oleh Komunal Stensil ini beredar dengan cepat di beberapa media sosial. Ia merupakan perlambang duka cita mendalam atas terbunuhnya seorang Salim 'Kancil' yang menolak tambang pasir di tanah kelahirannya sendiri. Sumber gambar: Twitter Walhi. Gambar asli dibuat oleh Komunitas Stensil komunalstensil.tumblr.com"]

[/caption]

Penganiayaan dan Pembunuhan Tokoh Penolak Tambang
Pukul tujuh pagi, Tosan menyebar selebaran di depan rumahnya bersama Imam. Tak lama, ada seorang yang melintas dan marah-marah kemudian pergi begitu saja. Pukul 07.30 WIB, tanpa disangka datang massa sekitar 40 orang mengendarai sepeda motor mendatangi Tosan. Ia dikeroyok. Imam mencoba melerai, namun hal itu malah membuat massa berbalik menyerangnya. Mereka membawa kayu, batu dan celurit. Tosan meminta Imam untuk lari, menjauh dari lokasi. Tosan sendiri berusaha melarikan diri mengenakan sepeda angin. Massa tak mau tinggal diam, terus mengejar Tosan. Sampai di lapangan persil ia jatuh. Kesempatan tersebut digunakan massa untuk menganiaya Tosan.

Ia dihantam dengan pentungan kayu, dipukul dengan batu, disambit menggunakan celurit dan pacul. Setelah ambruk, ia dilindas sepeda motor. 

Tak berapa lama datang Ridwan, teman Tosan, yang telah menerima kabar tentang penganiayaan itu. Sama halnya seperti Imam, Ridwan berupaya untuk melerai agar massa mau melepaskan Tosan. Namun massa yang sudah terlanjur mengamuk itu berbalik hendak menyerangnya. Ia menantang pimpinan massa, Desir, mendengar itu massa kemudian berbalik dan meninggalkan Tosan yang sudah terluka parah. Ridwan segera membawanya ke Puskesmas Pasirian. Tak bisa menangani kondisi kritis Tosan, mereka kemudan merujuknya ke RSUD Lumajang dan RS. Bhayangkara Lumajang. 

Setelah menganiaya Tosan, massa menuju rumah Salim 'Kancil'. Saat itu, Salim sedang menggendong cucunya yang berusia 5 tahun. Ia melihat banyak orang menuju rumahnya. Kakek ini kemudian meletakkan cucunya di lantai. Massa datang secara tiba-tiba dan mengikat kedua tangannya. Ia dipukuli dengan kayu dan batu. Kemudian, ia diseret paksa menuju balai desa Selok Awar Awar yang berjarak 2KM dari rumahnya. Sampai di balai desa, ia disiksa. Lehernya dipukul gergaji dan tubuhnya disetrum. Hal ini berlangsung selama setengah jam. Suasana gaduh, Salim mengerang kesakitan. Sementara itu, aktifitas belajar mengajar PAUD yang ditempatkan di balai desa tersebut dihentikan dan dipulangkan paksa karena kejadian yang tak manusiawi tersebut.

Tak berhenti sampai di sana, massa menyeret Salim keluar balai desa menuju makam desa. Di sana Ia diminta berdiri dengan tangan terikat dan diangkat ke atas. Massa membacok perutnya tiga kali, tapi tak menimbulkan luka sama sekali. Hal ini membuat mereka geram. Kepala Salim kemudian dihantam batu sampai meninggal dan jatuh menelungkup. Tangannya masih diikat tali tambang. Tubuh dan kepalanya penuh luka akibat pukulan benda tumpul. Banyak batu dan kayu yang berserakan di sekitar korban.

Salim, petani Selok Awar-Awar itu mati mengenaskan. 

Pihak kepolisian dalam menindaklanjuti kasus ini relatif cepat. Tak sampai satu hari, ada 12 orang yang diamankan. Proses identifikasinya cepat. Berawal dari dua nama, dilacak lewat nomor telepon genggam dan tertangkap di Desa Jugosari Kecamatan Candipuro. Menurut AKBP Fadly Mundzir selaku Kapolres Lumajang, dua orang tersebut akan melarikan diri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun