Ia lalu membabi buta lemparkan pukulan ke berbagai arah, hanya untuk menyakiti udara. Lagi bertubi ia lemparkan, dengan hasil nihil yang sama.
"Jangan main-main denganku, tunjukkan dirimu kalau kau berani!"
"Terus, bakarlah terus amarahmu itu, biar menyala dan menerangi ruang gelap ini, mungkin kau akan dapat melihatku pada saat itu."
Bergegas ia menghampiri saklar lampu terdekat yang dapat diraihnya, dan menyalakannya dengan bunyi ctak! yang begitu kentara. Ruangan itu bermandikan cahaya lampu beberapa saat kemudian. Segera matanya memburu ke berbagai sudut, mencari orang itu, yang anehnya ia rasakan menghilang kehadirannya ketika ia menyalakan saklar lampu itu.
Setelah berbagai sudut ruangan itu ia jelajahi dengan matanya dan tak juga dapat menemukan apa yang ia hendak cari, ia mengarahkan pandangannya ke satu-satunya titik yang belum ia tujukan matanya. Pada bidang persegi panjang yang tergantung di dinding itu, raut amarah yang dipancarkan mata menatap balik kepadanya. Urat-urat yang timbul menghiasi wajah itu, berkilauan karena lapisan keringat.
Ia terdiam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H