Sejak pertemuan itu, selalu ada alasan yang mempertemukan aku dan Bagas. Sengaja atau tidak, selalu ada peristiwa yang memaksa kami untuk bertatap muka. Semua berjalan biasa saja, tak ada yang istimewa bagiku.
Genap setahun setelah perpisahanku dengan suami, Bagas mulai berani mendekati. Dia beralasan, selama itu aku tak ada yang menemani atau melindungi. Aku pasti butuh seseorang sebagai tempat curahan rasa, dalihnya.
Awalnya, aku enggan menerimanya. Namun, karena dia gigih, segala cara dilakukan agar bisa dekat denganku, akhirnya aku luluh dan mulai belajar mencintainya.
Aku berusaha membuka hati untuknya, mulai berbagi cerita, bercanda, hingga melewatkan hari bersama. Bagas memang beda dengan suamiku dulu. Dia bukan lelaki yang temperamen, lebih sabar, humoris, penuh kasih sayang dan pengertian.
Tak sulit mencintai seorang Bagas. Sikapnya yang peramah terhadap anak dan keluarga yang lain membuatku benar-benar jatuh cinta padanya. Aku merasa bagaikan Putri kerajaan, apa yang kuminta selalu diupayakan.
Waktu berlalu begitu indah, bersama Bagas aku menemukan kedamaian. Usahanya pun kian maju pesat. Beberapa proyek dan permintaan barang yang diusahakannya berjalan lancar bahkan melebihi ekspektasi.
Kami pun berencana meresmikan hubungan. Setelah anak-anak saling mengenal dan memahami, kami berencana mengadakan pesta pernikahan di akhir tahun sekalian menunggu anak-anak libur sekolah.
Sebuah negara jadi tujuan kami untuk berbulan madu. Bersama anak-anak kami akan menghabiskan waktu di sana untuk beberapa minggu. Beberapa perlengkapan pun telah aku siapkan untuk semua rencana kami.
Namun, selalu saja ada halangan yang tak diinginkan. Selalu ada wanita lain yang membayangi hidupku.
Mengapa di balik kesuksesan seorang lelaki yang baik selalu ada wanita-wanita genit yang berniat menggodanya? Mengapa setiap aku dekat dan memiliki lelaki baik dan penyabar selalu ada wanita-wanita bebas yang ingin merusaknya?