"Nggak usah, aku nggak apa-apa, kok. Iihh, kaya apaan aja minta ganti rugi." Aku melangkah lebih dulu.
Sampai di meja kasir, aku meletakkan keranjang belanjaku. Bagas di belakangku meluruskan kereta belanjanya. Rupanya dia juga sudah selesai belanja.
"Mbak, nanti bayarnya jadi satu sama ini, ya. Tapi bill-nya dipisah. Bisa, 'kan?" tanya Bagas pada petugas kasir sambil menunjuk belanjaannya.
"Bisa, Pak, bayarnya pakai cash atau debit card?" jawab kasir cantik itu.
"Debit saja," ucap Bagas.
"Eh, nggak usah, aku bayar sendiri aja. Aku bayar pakai cash, ya, Mbak," cegahku.
"Rezeki jangan ditolak, nggak baik, jadi satu saja, Mbak," lanjut Bagas.
Aku akhirnya mengalah, benar juga kata Bagas, rezeki nggak boleh ditolak.
Setelah semua transaksi di kasir selesai, aku bermaksud menuju ke mobil hendak pulang. Namun, Bagas kembali mengajakku makan siang. Kembali aku harus mengalah, akhirnya kami menuju salah satu restoran terdekat.
Sambil memesan makanan, Bagas menanyakan beberapa hal yang sebenarnya tak ingin kubicarakan lagi.
"Bagaimana suamimu? Baik-baik saja, 'kan kalian?" tanyanya.
"Justru kalo kami baik-baik saja kamu nggak akan lihat aku duduk di sini," jawabku pelan.