Matahari pagi ini bersinar cerah. Bekas hujan tadi malam yang membasahi dedaunan juga masih menyisakan kesegaran. Namun, tak mampu membuat senyumku terlihat ceria.Â
Kegamangan selalu ada jika Rudi berangkat ke luar kota untuk urusan bisnisnya.
Entah mengapa, akhir-akhir ini aku selalu curiga. Rudi selalu tergesa-gesa dan ingin segera berangkat jika harinya tiba. Ada sesuatu yang ia sembunyikan.Â
"Pagi, Jeng Ema. Lagi bersih-bersih, nih? Pak Rudi sudah berangkat, kok sepi?" tanya Bu Mira, tetanggaku yang sering disebut Bigos, biang gosip.Â
"Iya, Bu Mira, ke luar kota pagi ini. Makanya berangkat lebih pagi sebelum macet," jawabku sambil menyapu halaman.Â
"Jeng, maaf, ya, sekali-kali diikuti. Biar tahu aktivitasnya di sana. Maaf, ya, bukannya saya provokasi, takut seperti kejadian tetangga sana itu!" Sambil menunjuk suatu arah, Bu Mira membuatku makin resah. Lalu melanjutkan langkahnya ke pasar.Â
Usai Bu Mira, aku dikejutkan motor Yanti yang tiba-tiba berhenti tepat di belakangku. Hampir menjerit, sebelum akhirnya sadar kalau Yanti sengaja mengejutkanku.Â
"Yanti! Bikin kaget aja! Tumben, kamu pagi-pagi sudah sampai sini?"Â
"Kaget, ya? Ada yang mau aku tanyakan, kita ngobrol di dalam, yuk!" ajak Yanti. Aneh, biasanya jarang mau diajak masuk rumah, sekarang malah dia yang menyelonong dulu.Â
"Kamu pernah nggak ikut Rudi ke luar kota? Sekali-kali ikuti Ma, jangan terlalu percaya sama lelaki. Apalagi saat jauh, bukannya menakuti, sih, tapi kamu perlu waspada," saran Yanti.Â
"Kamu sehat 'kan, Yan? Aku heran hari ini, kamu serba aneh!" tanyaku. Bertambah lagi yang membuat aku resah memikirkan Rudi.Â
"Minggu lalu, waktu antar saudaraku nikah, aku melihat Rudi sama perempuan lain di salah satu hotel. Aku nggak kenal perempuan itu, tapi yakin itu Rudi karena turun dari mobilmu." Kalimat Yanti membuatku syok. Kegelisahan makin bertambah.Â