Padahal yang saya sadari saat ini setelah menikah bahwa pemikiran tersebut tidak sepenuhnya benar. Bahwa kita harus survive untuk bisa bahagia dengan jalan kita masing-masing tanpa terlalu ingin untuk mendapatkan kebahagiaan dari orang lain.Â
We can provide our own happiness
Ada beberapa prinsip Stoikisme yang bisa kita coba untuk aplikasikan dalam kehidupan kita di masa sekarang ini. Bagi Anda yang mungkin saat ini sedang bingung, resah, galau, ataupun sedang berusaha mencari jawaban atas pertanyaan di kepala, mungkin hal-hal ini bisa menginspirasi Anda.
1. Ada banyak hal yang tidak sepenuhnya bisa kita kontrol
Sebagai manusia, jujur saya juga sering untuk berusaha mengontrol sesuatu yang faktanya tidak bisa sepenuhnya saya kontrol. Sebagai contoh, harapan. Saya dulu pernah bermimpi untuk diterima S1 pada jurusan teknik kimia di Universitas Indonesia. Namun setelah berjuang sampai akhir, saya pun belum bisa untuk mendapatkan mimpi tersebut.Â
Atau contoh lain, ketika ada anggota keluarga yang sakit, dan sebagai anggota keluarga sudah berjuang untuk mencari pengobatan terbaik. Namun, pada akhirnya harus meninggal. Atau mungkin, di Indonesia sudah sangat kental dengan budaya mengomentari kehidupan orang lain. Kita tidak bisa menghentikan komentar orang lain dengan menutup mulut mereka masing-masing. Hal-hal tersebut adalah sesuatu yang tidak bisa kita kontrol .
Hal ini juga mengantarkan hal-hal tersebut pada sikap surrender, yang pernah saya tulis sebelumnya, yaitu Memaknai Arti 'Surrender' dalam Hidup. Bahwa sebaiknya kita fokus pada apa yang bisa dikerjakan dan bukan apa yang bisa diharapkan. Tidak dipungkiri, ekspektasi sangat penting, tapi harus diingat bahwa ekspektasi yang berlebihan akan mengantarkan pada kekecewaan.
2. Mencoba menerapkan mindfulness
Mindfulness yang berarti kesadaran. Bagi saya, ini merupakan hal yang paling sulit untuk dilakukan. Bagaimana agar kita bisa fokus dan sadar dengan apa yang saat ini sedang dihadapi, tanpa perlu memikirkan hal-hal yang akan terjadi ke depannya. Bagi orang dengan kepribadian intuitif seperti saya, saya terbiasa untuk selalu membuat asumsi di kepala untuk hal-hal yang akan terjadi di masa depan. Hal ini bisa berdampak baik dan sekaligus bisa buruk untuk diri kita sendiri.
Dampak baiknya, kita selalu bersikap waspada akan peristiwa yang mungkin akan terjadi di masa depan. Dampak buruknya, kita akan selalu memikirkan hal terburuk dari suatu skenario Tuhan. Yang pada akhirnya membuat kita selalu tidak bisa hidup tenang dan bahagia.
Saya merasa mindfulness ini bisa menjadi salah satu obat untuk menyembuhkan pemikiran yang sudah terpatri lama seperti ini. Dan bisa berusaha untuk mensyukuri segala yang Tuhan berikan, bukan apa yang Tuhan belum berikan.